Lanjutan Kasus Dugaan Kekerasan Oknum Sipir Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta
Tim Investigasi Kanwil Kemenkumham DIY langsung bergerak mengusut laporan dugaan kekerasan yang terjadi di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta.
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tim Investigasi Kanwil Kemenkumham DIY langsung bergerak mengusut laporan dugaan kekerasan yang terjadi di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta.
Diwartakan, sejumlah mantan warga binaan pemasyarakatan atau WBP Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta mendatangi kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY, Senin (1/11/2021) pagi.
Mereka mengaku mendapat tindak kekerasan saat menjalani hukuman di lapas.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) DIY, Budi Argap Situngkir pun membeberkan hasil investigasi awal untuk mengusut dugaan kekerasan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta.
Budi saat dihubungi menyebutkan adanya indikasi tindakan berlebihan yang dilakukan oknum sipir kepada penghuni lapas.
"Ada kemungkinan tindakan petugas dalam rangka tahanan yang baru datang untuk macam mengospek agar mereka mengikuti aturan," ungkap Budi, Rabu (3/11/2021).
"Ya mungkin bisa saja menonjok, disuruh guling-guling, terlalu berlebihan. Ini yang kami lakukan investigasi," tambahnya.
Terkait temuan tersebut, Buda berjanji bakal menindak tegas oknum sipir yang melakukan pelanggaran. Pihaknya pun meminta masyarakat bersabar agar investigasi bisa dilakukan secara menyeluruh.
"Makannya kami akan lakukan tindakan tegas terhadap oknum petugas yang menyimpang tidak sesuai SOP. Artinya masih kami awasi dan selidiki dengan serius. Kami juga minta maaf soal tindakan yang terlalu keras terhadap WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan)," ujarnya.
Namun demikian, sejauh ini, Budi belum menemukan pengakuan dari sipir yang melakukan tindakan sadis maupun pelecehan sesuai dengan pengakuan pelapor kepada Ombudsman.
Tindakan itu meliputi memukul dengan selang, penis sapi dan lain sebagainya.
Namun Budi meyakini bahwa petugas tidak akan melakukan tindakan sekeji itu.
"Kami sedang berusaha, kami belum dapat pengakuan itu. Makannya kami akan pelan-pelan. Tapi tindakan keras dari petugas sudah kelihatan," bebernya.
"Makannya kami berkomunikasi dengan pihak pelapor. Kasih waktu kepada kami, kami akan menindak. Kami juga tidak setuju dengan tindakan yang tidak benar atau melebihi aturan," sambungnya.
Sebelumnya terkait pengakuan mantan WBP itu, Kepala Lapas (Kalapas) Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Cahyo Dewanto, memastikan bahwa dugaan tindakan penganiayaan tersebut tidak benar.
Sebab, seluruh kegiatan pembinaan kepada narapidana maupun tahanan dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
Menurut dia, pihaknya sejauh ini sudah melakukan pembinaan dengan sebaik-baiknya. Untuk mengubah sikap, fisik pengetahuan, hingga ketrampilan warga binaan agar saat bebas nanti bisa lebih bermanfaat, bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat.
"Jadi tugas kita membina dan merehab mereka. Segala daya upaya akan kita tempuh, untuk perbaikan mereka ke arah yang lebih baik," kata Cahyo, di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta, Selasa kemarin.
Mengadu LSPK
Sementara itu, puluhan mantan warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang diduga mengalami tindak kekerasan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Pakem, Sleman, bakal mengadu ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Para WBP, salah satunya Vincentius Titih Gita Arupadatu (35), mengaku mendapat perlakuan tak manusiawi dari oknum sipir. Aktivis hukum, Anggara Adiyaksa yang juga menjadi pendamping hukum pelapor, membeberkan alasan pihaknya mencari perlindungan ke LPSK.
Salah satu sebabnya adalah adanya pernyataan seorang pejabat bahwa cuti bersayarat (CB) salah satu pelapor berpotensi dicabut karena dianggap berbuat gaduh.
"Ini barusan saya komunikasi dengan teman di LPSK, saya melihatnya ada sifat sewenang-wenang atau arogansi pejabat. Seharusnya itu (pencabutan CB) tidak etis untuk disampaikan," terang Anggara, Rabu (3/11/2021).
Selain itu, Anggara juga akan berkomunikasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait kasus dugaan penganiayaan tersebut. Dirinya juga telah menyiapkan bukti-bukti adanya penyiksaan di lapas. Harapannya, bukti tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk pengusutan.
"Bukti itu nanti akan kami serahkan ke Komnas HAM dan Ombudsman supaya mereka bisa bergerak dengan istilahnya ini loh faktanya demikian. Jadi itu tidak bisa dibantah nanti," lanjutnya.
Anggara melanjutkan, jumlah korban yang bersedia melapor dan memberi kesaksian terus bertambah. Saat ini tercatat ada 46 orang. Mereka ada yang sudah berstatus bebas, ada pula yang masih cuti bersyarat.
Dengan adanya pelaporan ini, Anggara berharap tindak penyiksaan di lapas benar-benar dapat dihapuskan. Pihaknya pun mempercayakan upaya pengusutan kepada Tim Investigasi yang telah diterjunkan oleh Kanwil Kemenkumham DIY.
"Harapan kami yang paling utama penyiksaan dihentikan. Terlepas oknum ini dihukum atau bagaimana, kami serahkan ke Kemenkumham. Tapi harapan kami penyiksaan ini dihentikan," ucapnya. (tro)
Baca Tribun Jogja edisi Kamis 4 Nopember 2021 halaman 01