Viral di TikTok Kisah Inspiratif Dosen FEB UGM Tetap Mengajar Online Meski Pakai Selang Oksigen
Diakhir kesempatan bertemu langsung dengan Pak Edi tersebut, Beliau selalu menekankan “everybody special”
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Rina Eviana
TRIBUNJOGJA.COM - Edi Prasetyo Nugroho, Dosen FEB Universitas Gadjah Mada sekaligus konsultan ini mendadak viral di TikTok.
Kisah nya yang sangat menginspirasi itu pertama kali diunggah oleh akun TikTok Bernama @eccediary.
Video tersebut berhasil ditonton 4 juta kali oleh pengguna TikTok setah 4 hari penayangannya.
Setelah dikonfirmasi, akun tersebut ternyata milik Nandini Catra Nabilah. Ia merupakan mahasiswa yang diajar oleh Edi tersebut.
Dalam video yang diunggah itu, mahasiswa yang akrab disapa Nabilah itu membagikan kisah tentang dosennya yang tidak pernah oncam saat mengajar secara daring.
Ia sempat heran terhadap Pak Edi, mengingat semua dosen selalu tampil di kamera saat menjelaskan materi.
Namun Edi ini sama sekali tidak pernah terlihat di kamera selama mengajar.
Beliau juga tidak pernah menjelaskan mengapa beliau selalu off cam.
Namun beberapa kali Nabilah mendengar suara beliau seperti diabrengi suara serak dan seperti bernafas sedikit berat.
“Walaupun tidak pernah terlihat wajah Pak Edi dari awal perkuliahan, saya bisa menangkap bahwa beliau sosok yang luar biasa.” Tuturnya.
Namun ditengah waktu perkuliahan, secara tidak sengaja Edi menyalakan kamera nya.
Kondisi beliau pun sedikit terungkap melalui ketidaksengajaan tersebut.
Nampak kondisi Edi yang sedang menggunakan selang oksigen di hidungnya.
Menurut Nabilah, mungkin inilah alasan beliau untuk selalu offcam saat mengajar agar mahasiswa nya tidak terfokus dengan kondisinya saat ini.
“Bapak juga tidak pernah mengeluh atas kondisi yang sedang dijalaninya sekarang dan tetap semangat saat mengajar. Jujur malu sama diriku sendiri yang sehat seperti ini tapi kadang tidak semangat untuk belajar” tuturnya.
Bukan hanya itu, manurut keterangan Nabilah, Pak Edi juga selalu memberikan motivasi, menumbuhkan kesadaran mahasiswa untuk mencintai negara sendiri, dan bagaimana kita bermanfaat untuk sesama.
Kisah Pak Edi ini kemudian diangkat oleh Nabilah karena ia sangat terinspirasi dan termotivasi oleh sosok salah satu dosennya tersebut, yang terus semangat mengajar tanpa pernah mengeluhkan kondisinya.
Ia juga menjelaskan bahwa ia tidak menyangka mendapat respon positif masyarakat sebanyak ini.
Respon masyarakat itu juga ia sampaikan kepada Edi, dan beliau juga memberikan tanggapan yang positif.
“Dengan ditonton 4 juta orang lebih, saya memohon perlindungan kepada Allah SWT agar hal sepele dari cerita kecil tentang kehidupan saya, tidak menjadikan kita lupa pada hal-hal lain tentang kebaikan yang bisa menyemangati orang lain.” Tanggapan Pak Edi.
Ternyata di mengalami gagal ginjal yang telah beliau lewati selama 11 tahun.
Melalui wawancara khusus Edi juga menceritakan awal mula saat beliau tervonis memiliki penyakit tersebut.
Pada Bulan November 2009 beliau masih menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai dosen yakni mengajar ke Surabaya, serta sangat aktif dalam jasa konsultan yang beliau jalani.
Tubuhnya pun juga sangat fit kala itu.
Beliau pun juga menuturkan masih sempat menikmati pecel Madiun saat kedinasannya tersebut.
“Bulan November itu saya masih ada agenda di Surabaya, saya bolak balik naik kereta dari Jogja-Surabaya. Saat itu, badan saya masih fit untuk melakukan tugas tugas tersebut tanpa ditemani oleh siapapun. Saya juga sempet menikmati pecel madiun di kereta kala itu. Melakukan kegiatan berfikir keras misal untuk jasa analisis terhadap client yang miminta jasa konsultasi”.
Namun ditengah kondisinya yang fit tersebut, rupanya beliau merasakan indikasi indikasi yang mengarah ke penyakit yang beliau hadapi sekarang.
“Badan saya fit, namun beberapa kali saya merasakan kaki saya bengkak, perut juga sedikit membuncit. Nafsu makan saya juga sedikir berkurang”, tuturnya.
Setelah beliau merasakan indikasi diatas, kira kira pada Bulan Desember, kondisinya sempat drop.
Dari hal tersebutlah beliau mengetahui jika beliau tervonis gagal ginjal.
Tepat pada tangga 25 Desember 2010 beliau rutin untuk menjalankan cuci darah setiap dua kali dalam seminggu.
Vonis dari dokter tersebut merupakan kabar yang tidak ingin Edi dengar sebetulnya.
Beliau juga menjelaskan ketakutannya terhadap kemodialisis.
“Saat saya menjenguk teman atau saudara dirumah sakit, saya selalu mencari jalan lain yang tidak melewati ruang kemodialisis. Saya menganggap proses kemodialisis itu sangat mengerikan. Namun ternyata saya menjadi konsumen tetap nya saat ini” ujarnya.
Meskipun begitu, Edi tidak pernah mengeluh atas apa yang beliau jalani kini.
Ia juga menganggap bahwa kegiatan ini merupakan ritual baru yang harus dijalanani.
Ritual tersebut dijalaninya dengan sabar selama 11 tahun terakhir. Saat diwawancara, ia bercerita bahwa setiap dua kali dalam seminggu.
Yakni hari senin dan kamis.
Dalam 11 tahun kemodialisisi nya total terdapat 1287 kali suntikan yang telah beliau rasakan selama ini.
Selain rutin dalam menjalani ritual yang dijalani selama 11 tahun tersebut, Edi juga masih aktif dan semangat dalam menyampaikan mata kuliah yang beliau ampu saat ini.
Dari kondisi beliau, pihak UGM juga telah memberikan hak istimewa untuk yakni hanya ditugaskan untuk mengajar sebanyak 3 mata kuliah.
Sebelumnya Edi sangat aktif menjadi dosen dengan kewajiban tujuh mata kuliah yang harus disampaikannya.
Saat dikonfirmasi alasan mengapa masih terus semangat dalam mengajar, Edi menyampaikan itu merupakan kesenangan dan mampu meningkatkan energi untuk nya serta merupakan hiburan tersendiri saat bisa bertemu dengan teman teman mahasiswa.
“Saat saya mengajar, ada harapan yang saya lihat dari teman teman mahasiswa. Datang dengan mata berbinar dan pandangan yang jauh kedepan, itu merupakan energi tersendiri yang saya dapatkan. Sakit itu sudah tidak saya rasakan lagi.” Ujarnya.
Dalam hal itu Edi juga menganggap pentingnya mahasiswa yang merupakan aset dan penerus bangsa ini, sehingga beliau terus semangat untuk mengejar.
“Mereka adalah generasi selanjutnya yang akan melanjutkan negeri ini untuk kedepannya. Selagi saya masih diberi kewajiban, saya akan melakukan tugas saya untuk mencetak generasi generasi tersebut.”
Dalam kondisi yang sedikit istimewa dengan selang oksigen yang tidak bisa lebas dari beliau, beliau masih terus mengajar dengan semangat menggebu dan sangat antusias.
Bukan hanya mengajar, beliau juga aktif mengikuti seminar dan webinar yang dilakukan oleh rekan rekannya sesama dosen.
“Saya sekarang menyibukkan diri dengan masih mengikuti seminar dan webinar yang dilakukan teman teman saya sesama dosen, maupun jurnal jurnal terbaru yang di update. Biar terus terupgrade dan tidak kudet, hehe”
Diakhir kesempatan bertemu langsung dengan Pak Edi tersebut, Beliau selalu menekankan “everybody special”.
“Setiap orang ialah mahakarya terbaik yang Allah ciptakan. Dengan adanya kesadaran hal itu tangan, tubuh, dan anggota badan yang lain akan terus menuju ke hal yang baik baik. Sehingga misal orang itu sadar bahwa dirinya merupakan karya terbaik dari Allah, In Syaa Allah dia akan menjadai baik dimanapun ia berada.” Tuturnya. ( MG _ Siwi Anjarsari )