Mahasiswa UGM Rancang Alat Deteksi Glaukoma Berbasis Kecerdasan Buatan, Begini Cara Kerjanya

Tingginya kasus glaukoma dan kurangnya jumlah dokter mata di Indonesia mendorong empat mahasiswa UGM yang terdiri dari Athar Rosyad

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Kurniatul Hidayah
istimewa
Alat Deteksi Glaukoma: Handheld Aksakirana merupakan aksesori kamera ponsel yang berbentuk seperti teropong genggam yang dilengkapi oleh lensa indirect ophthalmoscopy sebesar 20D. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tingginya kasus glaukoma dan kurangnya jumlah dokter mata di Indonesia mendorong empat mahasiswa UGM yang terdiri dari Athar Rosyad Partadireja (Teknik Biomedis, 2020), Ajie Kurniawan Saputra (Teknik Elektro, 2018), Muhammad Nur Fahmi (Kedokteran, 2018), dan Synvi Alfajrine Loeba Bistomy (Teknik Biomedis, 2019), tergerak untuk mengembangkan alat yang dapat memudahkan tenaga kesehatan untuk mengumpulkan data glaukoma dengan lebih mudah dan cepat.

Glaukoma sendiri merupakan penyakit akibat saraf mata yang rusak yang disebebkan meningkatnya tekanan pada bola mata. Tekanan bola mata ini terjadi akibat gangguan pada sistem aliran cairan mata.

Penderita glaukoma mengalami gangguan penglihatan, nyeri pada mata, hingga sakit kepala bahkan kebutaan.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI menyebutkan pada tahun 2007, sebanyak 4-5 orang dari 1.000 penduduk Indonesia menderita glaukoma.

Berdasarkan data aplikasi rumah sakit online (SIRS online), jumlah kunjungan glaukoma pada pasien rawat jalan di RS selama tahun 2015-2017 mengalami peningkatan.

Baca juga: Wudhu Dan Baca Kumpulan Doa Sebelum Tidur Agar Tidur dalam Keadaan Suci Malam Ini

Di bawah bimbingan Ibu Dr. Indah Soesanti, S.T., M.T., alat tersebut diberi nama Aksakirana, yang berasal dari kara aksa: mata dan kirana: cahaya, sebagai alat diagnosis glaukoma berbasis kecerdasan buatan.

Menurut Athar, Aksakirana terdiri dari empat komponen utama, yakni perangkat keras berupa handheld, aplikasi seluler dan web Aksakirana, serta pembelajaran mesin. 

Handheld Aksakirana merupakan aksesori kamera ponsel yang berbentuk seperti teropong genggam yang dilengkapi oleh lensa indirect ophthalmoscopy sebesar 20D.

Sementara itu, aplikasi seluler Aksakirana berfungsi sebagai medium pengunggahan foto ke server guna diproses oleh pembelajaran mesin Aksakirana sehingga diperoleh hasil diagnosis serta tingkat keparahannya.

Adapun aplikasi web Aksakirana sendiri memiliki fungsi serupa dengan aplikasi selulernya. 

“Hanya saja, fitur ini juga dapat diakses melalui perangkat komputer serta memuat fitur-fitur seperti pengunduhan gambar yang diberi takarir informasi hasil diagnosis dan pengunduhan dataset glaukoma yang dapat digunakan dalam penelitian glaukoma. Selain itu, dokter mata juga berhak memverifikasi hasil diagnosis glaukoma dan menerima donasi dari para filantropi,” kata Athar belum lama ini.

Baca juga: Jadwal dan Lokasi Pemadaman Listrik di DI Yogyakarta Besok, Senin 13 September 2021

Pengguna Alsakirana dapat menggunakan handheld untuk menangkap gambar retina pasien dengan kamera ponsel.

Selanjutnya, gambar tersebut akan diunggah melalui aplikasi seluler atau web Aksakirana untuk diproses oleh pembelajaran mesin. 

“Pengguna akan mendapatkan hasil prediksi diagnosis glaukoma beserta tingkat keparahannya. Hasil prediksi ini selanjutnya dapat diverikasi oleh para dokter mata dan disimpan ke dalam server Aksakirana guna meningkatkan akurasi pembelajaran mesin Aksakirana seiring banyaknya dataset yang digunakan,” paparnya.

Athar berharap, Aksakirana dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia, khususnya tenaga kesehatan, supaya proses skrining penyakit glaukoma dapat berjalan secara cepat dan masif.

Selain itu, kehadiran biobank sebagai penyimpanan data citra fundus retina di pusat mahadata atau big data yang telah lulus kelayakan nantinya dapat dibuka untuk keperluan penelitian. (Rls)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved