Viral Mural "Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit" di Pasuruhan, Pak Camat Dapat Perintah Menghapusnya

Viral Mural "Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit" di Pasuruhan, Pak Camat Dapat Perintah Menghapusnya

Editor: Hari Susmayanti
surya.co.id/galih lintartika
Mural menempel sebuah bangunan di Sudut Kota Bangil Pasuruan Dihapus karena kontennya dianggap kurang pantas. 

TRIBUNJOGJA.COM, PASURUAN - Beberapa hari terakhir, di media sosial viral soal mural bertuliskan "Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit".

Mural tersebut dibuat di sebuah tembok dekat rel Stasiun Kereta Api (KA) Bangil, Pasuruhan.

Di bawah tulisan "Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit", terdapat gambar berwajah kucing.

Namun mural tersebut tak bertahan lama karena pemerintah kecamatan setempat langsung menghapusnya.

Penghapusan tersebut dilakukan karena pemerintah setempat menganggap tulisan "Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit" tidak etis.

Dikutip Tribunjogja.com dari Surya.co.id, Camat Bangil Komari saat dihubungi mengakui menghapus gambar mural tersebut.

"Iya memang benar kami yang menghapus," kata Camat saat dihubungi melalui selulernya, Kamis (12/8/2021).

Dia mengatakan, penghapusan mural ini atas perintah pimpinan.

"Saya dihubungi Satpol PP dan diminta untuk menghapus mural tersebut," jelasnya.

Baca juga: Update Peta Sebaran Kasus Covid-19 Kamis 12 Agustus 2021, Jateng Kembali Tertinggi, Jatim Kedua

Baca juga: Resmi Dikukuhkan Presiden Jokowi, Berikut Daftar Lengkap Anggota Paskibraka 2021

Komari menyebut, salah satu alasan perintah untuk menghapus mural itu karena dianggap kurang pantas.

Ia menyebut, bukan gambar muralnya yang dianggap kurang pantas, tapi tulisan yang ada di dalam mural itu tidak etis.

"Yang membaca mural itu kan orang banyak. Khawatirnya penafsirannya macam - macam," tandasnya.

Direktur Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (PUSAKA) Lujeng Sudarto menyebut pejabat yang menghapus mural itu pongah.

Menurutnya, penghapusan mural ini menjadi bukti bahwa mereka tidak bisa menerima critical thingking yang disampaikan melalui ekspresi berupa mural.

"Saya kira, tidak seharusnya kritik yang disampaikan melalui gambar berestetika itu dihapus. Critical thinking juga butuh estetika. Pejabat jangan berpikir gersang," tandas dia.(*)

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved