Jadi Polemik Karena Rangkap Jabatan, Rektor UI Akhirnya Pilih Mundur dari Wakil Komisaris Utama BRI
Jadi Polemik Karena Rangkap Jabatan, Rektor UI Akhirnya Pilih Mundur dari Wakil Komisaris Utama BRI
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Setelah sempat jadi polemik karena rangkap jabatan, Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro akhirnya memilih untuk mundur dari jabatan Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI.
Dia memutuskan hanya menjabat sebagai Rektor Universitas Indonesia saja.
Kementrian BUMN dikabarkan menerima pengajuan pengunduran diri Ari Kuncoro sebagai Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI.
Hal itu diketahui dari surat pemberitahuan BRI kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diunggah dalam situs keterbukaan informasi BEI, Kamis (22/7/2021).
Surat itu bertanda tangan Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto.
Adapun surat ditembuskan kepada Kepala Departemen Pengawasan Bank I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kepala Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan OJK, Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi Kementerian BUMN, dan Asisten Deputi Bidang Perbankan dan Pembiayaan Kementerian BUMN.
Dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.id dalam artikel berjudul "Rektor UI Ari Kuncoro Mundur sebagai Wakil Komisaris Utama BRI", dalam surat yang ditujukan kepada Direktur Penilaian Perusahaan BEI tersebut, dijelaskan kalau Kementrian BUMN sudah menerima pengunduran diri Ari Kuncoro per 21 Juli 2021 yang lalu.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 33/POJK.04/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan publik, disebutkan pengunduran diri komisaris harus melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Adapun BRI dijadwalkan menyelenggarakan RUPS hari ini pukul 14.30 WIB.
Baca juga: Peta Sebaran Zona Merah Covid-19 di Indonesia Per Tanggal 18 Juli 2021, Berikut Rinciannya
Tolak rangkap jabatan
Rangkap jabatan yang diemban oleh Ari Kuncoro sebagai Rektor UI dan Wakil Komisaris Utama BRI mendapatkan kritik dari sejumlah pihak.
Bahkan sejumlah alumni UI membuat petisi yang meminta sang rektor mundur dari jabatannya.
Pada Kamis (22/7/2021) pukul 12.30 WIB, sebanyak 31.350 orang telah menandatangani petisi virtual tersebut.
Mereka menandatangani petisi bertajuk ”Rektor UI yang melanggar aturan, bukan BEM UI. Hapus Rangkap Jabatan Rektor UI!” di Change.org.
Desakan dalam petisi semakin menguat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI menggantikan statuta sebelumnya pada 2 Juli 2021 lalu.
”Kalau kita biarkan rangkap jabatan, seperti ini diloloskan, bisa terjadi konflik kepentingan. UI bisa enggak independen. Minta Mendikbudristek mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran rangkap jabatan di UI,” demikian pernyataan petisi yang digulirkan, antara lain, Raynaldo G sembiring, alumnus Fakultas Hukum UI 2008, yang masuk dalam sembilan perwakilan alumni UI berbagai angkatan 1992-2016.
Petisi tersebut ditujukan kepada Rektor UI Ari Kuncoro dan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
Dalam statuta lama, rangkap jabatan rektor dan wakil rektor sebagai pejabat, salah satunya di perusahaan BUMN/BUMD dilarang.
Namun, di statuta terbaru UI, larangan menjadi pejabat BUMN/BUMD hanya untuk jabatan direksi.
Persoalan rangkap jabatan sebagai pejabat BUMN Rektor UI Ari Kuncoro menuai kritik dengan diangkatnya Ari menjadi Wakil Komisaris Utama BRI dalam RUPS BRI pada Februari 2021.
Sesuai ketentuan statuta UI yang masih berlaku saat Ari diangkat, rangkap jabatan Rektor UI sebagai pejabat BUMN/BUMD dilarang.
Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Alumni UI Andre Rahardian mengharapkan pihak rektorat dan Majelis Wali Amanah (MWA) UI harus cepat mengklarifikasi kejelasan persoalan tudingan rangkap jabatan Rektor UI.
”Kondisi sekarang sudah tidak baik bagi UI dengan beredarnya ketidakjelasan. Termasuk juga tudingan pada sikap pemerintah dengan mengeluarkan PP. Kami yakin, rektor dan MWA punya penjelasan di balik perubahan statuta UI, tetapi harus bisa diklarifikasikan kepada mahasiswa, dosen, alumni, dan publik,” kata Andre.
Persoalan keteladanan
Sementara itu, pemerhati Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, jika benar karena rektor UI melanggar statuta tentang ketentuan merangkap jabatan jadi pejabat BUMN/BUMD, lalu statuta UI diubah, hal ini menjadi ancaman bagi keteladanan di dunia pendidikan.
”Dengan falsafah Ing Ngarsa sung Tuladha, kira-kira suri teladan apa yang akan kita berikan kepada generasi penerus bangsa?” kata Indra.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek Nizam mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UI sebagai Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTNBH) memiliki otonomi penuh untuk mengelola perguruan tinggi dalam bidang akademik dan non-akademik, termasuk dalam mengajukan perubahan statuta. Perubahan statuta UI diinisiasi oleh UI sejak 2019.
”Pembahasan dengan Kemendikbud Ristek dilakukan sejak awal tahun 2020 hingga 10 Mei 2021 dengan melibatkan berbagai organ di dalam UI, di antaranya Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, dan Dewan Guru Besar,” ujar Nizam.
Menurut Nizam, statuta pada dasarnya adalah aturan tata kelola yang diinginkan dan dirancang oleh perguruan tinggi.
Tentunya tata kelola tersebut merupakan pilihan yang direpresentasikan oleh semua komponen perguruan tinggi.
”Jika ada pihak-pihak yang memiliki masukan lebih lanjut terkait statuta UI, dapat mengajukan revisi/perubahan statuta kepada organ-organ dalam UI sesuai dengan tata kelola perguruan tinggi yang otonom.
Kemendikbud Ristek akan mendiskusikan penyesuaian statuta bersama UI berdasarkan masukan dari sejumlah pihak sesuai prosedur yang berlaku,” kata Nizam. (*)