Kisah Inspiratif
Cerita Transpuan DI Yogyakarta Sulit Akses Fasilitas Kesehatan, 11 Orang Meninggal di Masa Pandemi
Keberadaan Waria Crisis Center seakan-akan tidak bisa membendung kematian teman-teman transpuan yang membutuhkan pertolongan.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Hantaman pandemi Covid-19 terasa di seluruh lini kehidupan masyarakat.
Apalagi bagi para transpuan di DI Yogyakarta.
Pada akhirnya, mereka sulit mengakses fasilitas kesehatan.
Padahal, mereka juga membutuhkan akses tersebut untuk mengontrol kondisi tubuh.
Fakta yang terungkap, dari situasi di masa pandemi Covid-19 ini, sudah ada 11 orang yang meninggal karena sakit.
“Betul, sudah ada 11 orang yang meninggal. Mereka meninggal bukan karena Covid-19 tapi ada masalah di paru-paru, jantung dan mereka banyak yang tidak punya identitas, jadi tidak bisa akses ke Rumah Sakit (RS) atau puskesmas,” ungkap Koordinator Waria Crisis Center (WCC), Rully Malay kepada Tribunjogja.com, Rabu (14/7/2021).
Baca juga: Ini Wujud Nyata Sebungkus Cinta untuk Bambanglipuro Bagi Pasien Isoman
Tragis, setidaknya itu hal yang dirasakan Rully.
Keberadaan WCC seakan-akan tidak bisa membendung kematian teman-teman transpuan yang membutuhkan pertolongan.
“Penilaian pribadi saya, teman-teman itu kekurangan nutrisi. Jika sehari mereka tidak mengamen, mereka tidak punya uang, tidak bisa makan, tapi mereka selalu tegar. Mereka selalu bilang ‘punya’, meski kenyataannya tidak punya,” beber Rully.
Bagi sebagian besar orang, mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah perkara mudah, meski harus menunggu lama.
Namun tidak dengan Rully dan kawan-kawan.
Sejak dulu, kaum transpuan di DIY berupaya untuk memperjuangkan selembar kartu identitas demi kehidupan yang lebih baik.
Sayang, hingga kini, mereka tidak kunjung dimudahkan untuk mendapatkan identitas agar bisa mengakses layanan yang disediakan negara.
Baca juga: Terinspirasi Sri Sultan HB X, Warga Bantul Ini Berbagi Makanan untuk Mereka yang Isolasi Mandiri
Perjuangan di Tengah Pandemi
“Awal pandemi itu Juni sampai Desember 2020, kami sempat buka dapur umum di delapan lokasi. Persoalan saat itu teratasi, makanan lancar, juga ada sumbangan untuk bayar sewa tempat tinggal,” cerita Rully lebih lanjut.
Sayang, mulai memasuki 2021, amunisi di WCC habis berbarengan dengan kasus Covid-19 pun semakin melonjak.
Rekan transpuan yang membutuhkan bantuan juga terus meningkat.
“11 orang yang meninggal itu sejak awal pandemi. Kami bantu untuk pemakaman dan rangkaiannya, tapi pemakaman itu kan butuh uang juga. Saat itu, dana bantuan kami habis,” tambah Rully.
Hal yang membuat Rully sedih adalah, dua rekan transpuannya harus dibawa pulang ke kampung halaman di Jawa Timur dan Jawa Tengah lantaran WCC juga tidak mampu membayar pemakaman di DI Yogyakarta.
Rully dan segelintir teman lah yang kemudian mengantarkan dua transpuan itu dikebumikan di kampung.
Itu pun harus mencari bantuan ambulans terlebih dahulu.
Baca juga: Solidaritas Warga, Komunitas Velox Bagikan Makan Siang Gratis Bagi Masyarakat Terdampak Covid-19
Keadaan semakin memburuk ketika ada satu di antara transpuan yang terpapar Covid-19 dan meninggal.
Dia tidak terpantau karena juga tidak melapor ke WCC.
Rekannya tidak memiliki uang untuk tes dan tidak bisa akses fasilitas karena tiada identitas.
Hanya, dia memilih isoman agar tidak menyebarkan virus corona kemana-mana.
“Kami tidak tahu kalau dia lagi isolasi mandiri (isoman) dan akhirnya meninggal di kosnya di daerah Seturan,” tambah Rully.
Status transpuan meninggal terpapar Covid-19 itu membuat jenazah harus ditangani oleh petugas khusus.
Akibat banyaknya antrian orang meninggal karena Covid-19 di Sleman, jenazah transpuan itu baru bisa diurus pukul 19.30 WIB, meski sudah meninggal sejak siang.
Pemakaman pun baru dimulai pukul 23.00 WIB.
“Dari situ saya berpikir apa perlu mohon bantuan ya? Malu kami juga. Namun kondisi genting seperti ini. Kami tidak punya dana untuk memakamkan dan membantu mereka,” paparnya.
Baca juga: CERITA Agnez Mo Buka Klinik Vaksin Covid-19 Gratis, Begini Cara Daftarnya
Galang Dana
Rully dan kawan-kawan di WCC kemudian memberanikan diri untuk membuka donasi.
Permohonan mereka itu menjadi viral di media sosial dan dibicarakan banyak orang, tidak terkecuali Alissa Wahid, putri sulung Presiden Abdurrahman Wahid.
Hingga kini, setidaknya sudah ada Rp 110 juta dana terkumpul untuk membantu kawan-kawan transpuan yang kesulitan.
“Kami utamakan yang mendesak dulu. Di Parangkusumo, Bantul, ada 20 orang Waria Pekerja Seks (WPS) yang butuh, maka kami bawa bantuan ke sana,” terang Rully.
Pengelolaan uang tersebut juga tidak dilakukan WCC sendiri, tapi bersama organisasi lain sehingga ada pemantauan uang digunakan untuk apa saja.
“Bantuan ini paling tidak jaga-jaga untuk 14 hari bagi setiap orang. Kami juga berencana membantu masyarakat sekitar dan lansia terdampak,” katanya.
Bantuan yang diberikan berupa sembako dan juga uang untuk membayar sewa tempat tinggal transpuan.
Bagi transpuan yang sedang isoman juga akan dibantu vitamin, masker dan sembako agar tetap bisa bertahan.
Wawancara Tribunjogja.com dan Bunda Rully, begitu ia kerap disapa harus terhenti lantaran dia baru saja dikabarkan ada rekan transpuan yang meninggal di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di sebuah RS.
“Terima kasih untuk masyarakat dermawan yang sudah membantu kami. Ini sangat berarti buat kami dan bisa menjadi tabungan, sehingga jika ada apa-apa, kami sudah siap dana,” tambahnya. ( Tribunjogja.com )