Diskominfo Temukan 1.600 Berita Hoaks Covid-19

Diskominfo DIY menemukan lebih dari 1.600 hoaks atau kabar bohong terkait Covid-19 yang tersebar di dunia maya.

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Agus Wahyu
TRIBUNJOGJA.COM / Maruti Asmaul Husna Subagio
Kepala Diskominfo DIY, Rony Primanto Hari 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) DIY menemukan lebih dari 1.600 hoaks atau kabar bohong terkait Covid-19 yang tersebar di dunia maya. Masyarakat pun diminta aktif melapor jika menemui berita yang terindikasi hoaks.

Kabar disinformasi tersebut mulai merebak pada masa awal sosialisasi program vaksinasi nasional yang digelar pada awal Juni 2021 lalu juga saat awal masa pandemi pada tahun 2020. Adapun hoaks khusus vaksin Covid-19 telah ditemukan sebanyak 120 informasi.

"Informasi terkait hoaks sampai April-Mei kemarin lebih dari 1.600 hoaks terkait Covid dan itu sudah diklarifikasi oleh Kominfo melalui website dan kanal-kanal untuk melawan hoaks," terang Kepala Diskominfo DIY, Rony Primanto Hari, kepada Tribun Jogja, Jumat (11/6/2021).

Terkait informasi hoaks yang diproduksi pada tataran lokal, menurut Rony hal itu sulit untuk diinventarisasi. Dia menambahkan, penyebaran informasi kini tak lagi mengenal batas wilayah suatu tempat.

Namun, berdasarkan aduan yang diterima Diskominfo DIY, laporan terkait adanya hoaks dan permohonan klarifikasi masih tergolong minim. Yakni satu laporan dalam sepekan. "Biasanya laporan di kita yang sifatnya lokal. Misalnya desa di lockdown, masyarakat tanya benar-benar ada nggak," terangnya.

"Biasanya berita terkait Yogya. Jarang kalau yang di Yogya. Misalnya dulu pernah ada pernyataan sultan tahun lalu tentang mudik tapi dimuat seolah-olah statemen sekarang. Itu kan juga termasuk hoaks," lanjut Rony.

Rony menambahkan, informasi hoaks biasanya disebar dalam berbagai format. Seperti berita, infografis, hingga video yang telah direkayasa. Informasi juga diolah untuk disebar melalui pesan berantai seperti grup WhatsApp, Instagram, YouTube, Facebook, dan sebagainya.

Cara penyampaian informasi dikemas agar mirip seperti pemberitaan di kanal-kanal media resmi. Tujuannya untuk mengelabui masyarakat untuk mempercayai informasi bohong. Rony pun meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan terkait adanya fenomena ini.

Terlebih saat ini dunia telah memasuki era informasi digital, sehingga persebaran informasi pun sulit dikontrol maupun disaring. Bahkan saat ini muncul istilah infodemik. Biasanya mengacu pada penyebaran informasi yang cepat dan jauh dari keakuratan. Merebak seperti wabah penyakit.

"Ini yang perlu diwaspadai masyarakat sekarang ini. Kalau di informasi ada istilah infodemic yakni serangan berita yang sangat banyak sekali sehingga kadang sulit menyaring mana benar dan mana salah," jelasnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Diskominfo DIY rutin melakukan penyaringan dan mengklarifikasi informasi hoaks. "Kalau ada info-info mencurigakan, kita sudah kerja sama dengan Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah) dan Polda DIY untuk mengklarifikasi. Kalau sifatnya nasional kita ke Kominfo, kalau lokal melalui teman-teman penggiat sosial yang ada di medsos," terang.

Klarifikasi berita hoaks akan diunggah melalui media sosial milik Diskominfo DIY serta admin media sosial yang bermitra dengan pihaknya. Beragam kanal aduan pun telah tersedia. Meliputi website Kominfo, Badan Siber dan Sandi Negara, hingga Turn Back Hoaks yang diinisiasi oleh Mafindo.

Wakapolda DIY, Brigjen Pol Raden Slamet Santoso, mengungkapkan, tim yang diterjunkan meliputi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) dan Bidang Hubungan Masyarakat Polda DIY. Tugasnya mengantisipasi dan melakukan patroli siber terhadap penyebaran berita bohong baik terkait vaksinasi maupun pandemi Covid-19. Tim juga menyusuri segala jenis pemberitaan hoaks yang ada di dunia maya.

Di sisi lain, pihak kepolisian juga terus melakukan upaya sosialisasi agar masyarakat tak terjerumus pada berita-berita bohong. "Kita sudah menerjunkan tim krimsus termasuk reserse dan humas antisipasi hoax-hoax. Baik pada penanganan virusnya, vaksinasi, dan sebagainya," jelasnya.

Jika tim menemui kabar bohong di media sosial, tim bisa langsung melakukan take down. Petugas juga bisa memanggil penyebar informasi hoaks untuk menjalani pemeriksaan. Terlebih upaya menyebarluaskan kabar bohong dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana.

Perbuatan menyebarkan hoax melalui media komunikasi elektronik sebagaimana diatur pada Pasal 45 A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) diancam dengan pidana penjara penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah. (tro)

Selengkapnya baca Tribun Jogja edisi Sabtu (12 Juni 2021) halaman 05.

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved