Ini Alasan Keluarga Korban Penganiayaan di Kotagede Tolak Upaya Diversi
Ini Alasan Keluarga Korban Penganiayaan di Kotagede Tolak Upaya Diversi
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Keluarga korban pelemparan batu oleh sekumpulan anak-anak di Kotagede, Yogyakarta, menolak tegas atas upaya diversi yang dilaksanakan oleh jajaran Polsek Kotagede.
Pengacara keluarga korban Heniy Astiyanto SH memyampaikan, dalam upaya diversi yang dilakukan di Polsek Kotagede, pihak keluarga kliennya menolak upaya diversi.
"Pihak keluarga memang menolak. Kalau secara hukum kan begitu. Harus sama-sama setuju, diversi kemarin gagal," katanya, Minggu (23/5/2021).
Alasan keluarga korban menolak untuk menyelesaikan masalah dengan cara diversi menurut Heniy karena Kevin hingga saat ini masih menjalani proses pemulihan pasca-insiden yang terjadi bulan lalu tersebut.
Kemudian, secara psikologis korban juga masih menjalani terapi dengan Dinas Sosial yang melibatkan seorang psikolog untuk membantu menghilangkan trauma pasca kejadian penyerangan itu.
Ketiga, pihak korban semakin percaya diri jika mereka mampu mendapatkan keadilan jika kasus tersebut dibawa ke meja hijau.
"Kami justru percaya bahwa keadilan bisa tercapai apabila sidang di pengadilan dengan sistem peradilan anak. Jadi ketiga itu yang menjadi alasan kami menolak untuk diversi," tegasnya.
Menurutnya, jalan pengadilan adalah satu-satunya jawaban atas penyelesaian kasus penyerangan terhadap anak tersebut.
Baca juga: Tolak Upaya Diversi, Keluarga Korban Pelemparan Batu di Kotagede Ingin Perkara Lanjut ke Pengadilan
Heniy Astiyanto berharap, dengan diproses secara hukum, nantinya tidak terjadi lagi kasus teror gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat.
"Harapannya di pengadilan nanti itu bisa jadi kasus terakhir. Masyarakat juga ikut memantau bersama proses hukum kasus tersebut, bagaimana penegak hukum menindak pelaku kejahatan jalanan itu," terang dia.
Disinggung terkait niat baik keluarga tersangka yakni KR untuk memberikan biaya selama pengobatan berlangsung, secara tegas pengacara Heniy Astiyanto menolak dengan alasan pihak keluarga bukan mengejar persoalan uang ataupun ganti rugi.
"Kami bukan mengejar uang atau ganti rugi. Dari awal kami ingin kasus ini dibawa ke pengadilan supaya menjadi kasus terakhir di Jogja dan dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat," tegasnya.
Kronologi Kasus
Kasus penganiayaan ini dialami oleh Kevin saat pulang dari bermain sepakbola di Lapangan Karangdaran, Kotagede.
Kapolsek Kompol Dwi Tavianto menjelaskan kasus ini bermula saat pelaku berinisial KR berniat untuk menyaksikan balap motor di sekitaran JEC, kemudian ada rombongan yang membuat keributan dengan rombongan pelaku.
Pada saat itu, rombongan pelaku dikejar oleh kelompok tak dikenal. Mereka kabur hingga bersembunyi ke Jalan Kusumanegara.
"Di sana pelaku ini dilempar oleh kelompok tak dikenal. Lemparan batu itu mengenai kaki, kemudian batu itu diambil oleh pelaku tanpa sepengetahuan teman rombongannya," tegasnya.
Selanjutnya, rombongan pelaku kembali meneruskan perjalanan.
Di saat bersamaan, rombongan korban baru saja selesai bermain di lapangan Karangdaran, Kotagede, Kota Yogyakarta.
Saat perjalanan pulang, sesampainya di Jalan Ngeksigondo, tepatnya di depan Rumah Sakit Permata Bunda, Kotagede, Yogyakarta, korban berinisial KAV berpapasan dengan pelaku.
Tanpa berpikir panjang, pelaku kemudian melempar batu terhadap rombongan KAV karena ia mengira kelompok tersebut yang melempar batu saat dirinya melintas di Jalan Kusumanegara sebelumnya.
"Pelaku ini mengira bahwa rombongan KAV itu adalah rombongan yang menyerang dirinya tadi. Sehingga ia melemparkan batu dan menganai KAV," jelasnya.
Akibat tindakannya itu, pelaku yang kini berusia 16 Tahun dijerat pasal 76 undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 5 Tahun penjara.
Karena ancaman hukumannya di bawah tujuh tahun, maka dalam penyelesaiannya pihak penyidik maupun peradilan anak akan menempuh jalur diversi atau pengalihan penyelesaian persoalan pidana anak di luar peradilan.(Tribunjogja/Miftahul Huda)