Secuil Kisah Penghuni Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta

apas Perempuan Kelas II B Yogyakarta di Wonosari, Gunungkidul penghuni Lapas Perempuan 10 tahun lamanya

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
Suasana luar dari blok tahanan, tampak pagar pengaman mengelilingi bangunan tersebut. 

Tribunjogja.com Gunungkidul -- Kesan seram kerap muncul terhadap penjara atau yang saat ini lebih dikenal sebagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Namun kenyataannya, kesan itu tak sepenuhnya benar.

Kompleks Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta di Wonosari, Gunungkidul.
Kompleks Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta di Wonosari, Gunungkidul. (TRIBUNJOGJA.COM / Alexander Ermando)

Setidaknya itu yang dirasakan Tribun Jogja saat berkunjung ke Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta di Wonosari, Gunungkidul pada Selasa (06/04/2021).

Awak media berkesempatan masuk lantaran ada kegiatan razia barang milik warga binaan.

Alih-alih gelap dan suram, suasana di blok lapas tersebut justru cerah dengan cat putih dan hijau toska.

Tiap ruangan pun tak ubahnya kamar indekos.

Sembari petugas merazia, para warga binaan yang seluruhnya perempuan menunggu di ruang utama.

Mereka bercengkrama satu sama lain, terkadang tertawa keras.

Mpok (47), begitu panggilannya, sudah menjadi penghuni Lapas Perempuan 10 tahun lamanya.

April ini rencananya masa tahanannya akan selesai.

"Saya akan keluar dari sini, pulang ke rumah," kata ibu 3 anak ini dengan wajah cerah.

Selama menjadi penghuni Lapas, Mpok mengikuti banyak kegiatan.

Adapun kegiatan itu dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan warga binaan.

Ia mengaku ikut kegiatan membatik, memasak, membuat kerajinan, menari, hingga pendalaman agama.

Tampaknya merajut adalah kegiatan yang paling disenanginya.

"Saya sudah bisa bikin tas, kaos kaki, sampai gantungan kunci dari rajutan," ujar Mpok.

Mpok menjadi tahanan lantaran dulunya ia terlibat kasus peredaran narkotika.

Saat itu ia bertindak sebagai kurir, yang membawakan paket berisi barang terlarang tersebut ke berbagai tujuan.

Aksinya itu lantas tertangkap oleh petugas Bea Cukai.

Alhasil, ia pun akhirnya divonis hukuman pidana penjara dan menjalaninya hingga kini.

Mpok mengatakan, saat awal menjadi tahanan hatinya merasa tak rela, sebab ia merasa dijebak oleh otak utama peredaran.

Namun akhirnya pembinaan di Lapas membuatnya mulai lebih menerima keadaan.

"2014 saya mulai merasa ikhlas, mulai menerima jalan hidup saya di sini," kata wanita yang sempat berkarir di usaha Event Organizer ini.

Kepala Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta, Ade Agustina menjelaskan pihaknya memang berfokus pada program-program pembinaan bagi warga binaan.

Tujuannya, agar mereka nantinya mampu berdaya secara mandiri selepas dari Lapas.

Program pembinaan itu juga dilakukan agar mereka tak lagi melakukan tindakan yang melawan hukum.

"Jadi begitu keluar dari sini, seharusnya tak ada alasan bagi mereka untuk bertindak kriminal lagi," jelas Ade.

Adapun saat ini terdapat 114 warga binaan perempuan di Lapas ini.

Bangunan Lapas sendiri belum lama digunakan, karena sebelumnya para warga binaan menempati gedung lama di Wirogunan, Yogyakarta.

Kembali ke Mpok, ia mengatakan sudah memiliki rencana begitu masa tahanannya selesai.

Ia akan membuka usaha rajutan dengan ilmu yang didapatnya selama di Lapas.

Ia pun menegaskan tidak ingin lagi kembali ke kehidupannya yang lama. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

"Saya benar-benar sudah kapok, benar-benar ingin berubah sekeluarnya dari sini," kata Mpok. ( Tribunjogja.com | Alx )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved