Disdikpora DIY Mulai Susun Juknis untuk Pelaksanaan PPDB Tahun Ajaran 2021/2022
Disdikpora DIY mengatakan Kementerian Pendidikan telah menerbitkan surat edaran penentuan komposisi PPDB jalur zonasi.
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY tengah menyusun petunjuk teknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi tahun 2021 untuk jenjang SMA/SMK.
Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya, menuturkan Kementerian Pendidikan telah menerbitkan surat edaran penentuan komposisi PPDB jalur zonasi.
Tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, PPDB tahun ajaran 2021/2022 menggunakan empat jalur.
Yakni jalur zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orangtua atau wali, dan prestasi.
"Komposisinya zonasi minimum 50 persen, afirmasi 15 persen, jalur perpindahan tugas orangtua lima persen, dan sisanya 30 persen," terang Didik, Minggu (21/2/2021).
Untuk DI Yogyakarta, kemungkinan akan memberlakukan jalur zonasi dengan komposisi 55 persen atau sama dengan tahun sebelumnya.
"Kita akan sedikit menyesuaikan kondisi di daerah sama tahun kemarin kita 55 persen. Afirmasi atau katagori tidak mampu itu 20 persen," tandasnya.
Didik menambahkan, karena tahun ini ujian nasional (UN) kembali ditiadakan akibat wabah Covid-19, maka salah satu komponen penerimaan siswa baru juga berdasarkan nilai rapor siswa.
Hingga saat ini, Didik masih berupaya merumuskan formulasi yang paling tepat dalam juknis seleksi penerimaan peserta didik baru.
Untuk diketahui, pada PPDB tahun 2020 lalu, nilai rapor murni memiliki bobot hingga sebesar 80%.
Padahal nilai rapor dianggap kurang merepresentasikan kemampuan peserta didik oleh sebagian orangtua siswa.
Pasalnya, input nilai rapor berbeda-beda di setiap sekolah dan tergolong bersifat subjektif.
Sehingga menurutnya, perlu ada upaya linierisasi agar terdapat nilai rapor terstandar yang dapat disamakan dengan nilai UN.
"Karena menggunakan rapor murni kita sadar dan mengakui rapor itu tidak ada standar dari masing-masing guru. Kalau murni dengan rapot bisa jadi ada ketidakadilan," paparnya.
Hingga saat ini Didik belum menentukan formulasi apa yang akan diterapkan karena masih dalam tahap perumusan.
"Misalnya apakah dengan akreditasi sekolah masing-masing atau berdasarkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) seluruh sekolah di DIY," jelasnya. (*)
