Ahli Biologi Molekuler Beri Penjelasan Soal Pesan Berantai WA Bahwa Vaksin Sinovac Tak Halal

Sebab dalam pesan WA itu, vaksin sinovac dianggap tak halal karena mengandung sel dari kera hijau afrika.

Ist
Vaksin Sinovac 

TRIBUNJOGJA.COM - Sebuah pesan berantai viral di grup WhatsApp (WA). Dalam pesan ini, si penyebar sepertinya ini menyebarkan ketakutan dan kekhawatiran di tengah masyarakat.

Sebab dalam pesan WA itu, vaksin sinovac dianggap tak halal karena mengandung sel dari kera hijau afrika.

Berikut bunyi pesan WA yang beredar:

Coba perhatikan kemasan Vaksin Sinovac Covid-19 yang akan disuntikkan kepada warga.

Jelas bertuliskan "Only for clinical trial" (Hanya untuk uji coba klinis alias untuk kelinci percobaan).

Dan perhatikan "Composition and Desription" yaitu berasal dari Vero Cell atau berasal dari jaringan Kera Hijau Afrika (jelas tidak halal), kemudian mengandung virus hidup yang dilemahkan dan mengandung bahan dasar berbahaya (Boraks, formaline, aluminium, merkuri, dll).

Belum lagi yang tidak tertulis pada kemasan yaitu tidak ada jaminan tidak tertular penyakit setelah divaksin dan tidak ada jaminan atau kompensasi dari perusahaan Sinovac jika terjadi cedera vaksin atau KIPI pada korban vaksin.

Apakah informasi tersebut benar?

Menanggapi pesan tersebut, ahli biologi molekuler, Ahmad Rusdan Utomo, angkat bicara dalam kanal YouTube pribadinya, Pak Ahmad.

Sebelum menjelaskan, Ahmad mengingatkan bahwa vaksin adalah bagian terakhir dari tiga lapis pengendalian pandemi.

Lapis pertama adalah 3M dari setiap individu, yakni mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker.

Lapis kedua adalah dari pemerintah, yakni menerapkan 3T yang semakin masif, yaitu Testing (pemeriksaan), Tracing (pelacakan), dan Treatment (pengobatan). Penerapan 3T ini bertujuan untuk mengenali dan mencari orang-orang dengan Covid-19 yang tidak bergejala.

Lapis terakhir yang masih dalam satu kesatuan pengendalian pandemi adalah vaksin.

Biologi vaksin

Tujuan pembuatan vaksin adalah untuk menumbuhkan antibodi yang spesifik mengenali protein spike atau protein lonjakan.

Untuk diketahui, protein spike yang berbentuk paku di permukaan virus corona merupakan pintu masuk virus menginfeksi sel manusia melalui ACE2.

"Nah kita harapkan kalau ada antibodi di sini (tubuh), ikatan antara protein spike dan ACE2 bisa dihambat sehingga penyakit (Covid-19) tidak terjadi," jelas Ahmad dalam video YouTube-nya yang tayang Sabtu (2/1/2021).

Pembuatan vaksin di masa lalu memang membutuhkan waktu lama, sekitar 4-7 tahun.

Namun dengan teknologi yang semakin maju dan canggih saat ini, terbukti kita dapat membuat vaksin lebih cepat.

"Tentu untuk fase (pembuatan) vaksin tidak bisa dilewati, tapi dari sisi pengembangan vaksinnya kita sekarang tahu - dengan teknologi mRNA misalnya, dalam kurun waktu tiga minggu kita bisa mendapatkan vaksin yang sekarang kita ketahui setelah 11 bulan efikasinya (kemampuannya) bagus, antara 65-90 persen," terang dia.

Vaksin Covid-19 di Indonesia

Pemerintah telah menyetujui penggunaaan beberapa vaksin Covid-19 untuk Indonesia, termasuk Sinovac, Sinopharm, Moderna, Oxford/AstraZeneca, dan Pfizer/BioNTech.

Bagaimana masing-masing vaksin dibuat?

1. Virus yang dilemahkan

Vaksin Covid-19 bikinan Sinovac dan Sinopharm menggunakan inaktivasi virus.

"Jadi di sini Sinovac menggunakan partikel virus utuh, tapi dimatikan atau dirusak genomnya. Jadi bukan dilemahkan, tapi dirusak," jelas Ahmad.

2. Teknologi mRNA

Kemudian vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan Moderna menggunakan teknologi mRNA.

Dalam pembuatan vaksin dengan teknologi mRNA, produsen sama sekali tidak melibatkan partikel virus.

"Dia mengambil gen yang ada di spike (protein), lalu dimasukkan selubung lemak dan itu yang akan diinjeksikan," katanya.

3. Adenovirus

Terakhir, vaksin Covid-19 yang dikembangkan Oxford-AstraZeneca menggunakan adenovirus.

"Di mana adenovirus direkayasa sehingga membawa gennya ke spike protein. Sehingga nanti saat dia (vaksin) masuk ke sel manusia, sel manusia akan membentuk protein spike dan akan timbul antibodi," terang dia.

Apakah vaksin Sinovac halal?

"Dari sisi umat Islam, tentu kita ingin memastikan apakah konten final dari vaksin ini mengandung konten yang haram," ungkap Ahmad.

Konten yang dimaksud haram adalah adanya kandungan babi, konten najis seperti bayi abortus, kera, dan anjing.

Dalam berita yang viral dan sudah tersebar di grup WhatsApp, disebut bahwa vaksin Sinovac mengandung kera.

Dipaparkan Ahmad, platform vaksin Covid-19 yang dikembangkan Sinovac sebenarnya menggunakan teknologi yang sudah lama dan mapan, yakni menggunakan partikel virus.

"Partikel virus yang menggunakan isolat dari beberapa tempat supaya ada keberagaman. Jadi tidak hanya dari China, tapi juga dari Swiss, Spanyol, Italia, dan Inggris," terang Ahmad.

"Jadi mereka ingin memastikan, partikel virus yang ada di dalam vaksin mewakili beberapa tempat."

Dijelaskan Ahmad, Sinovac memproduksi vaksin dengan cara menumbuhkan virus di sel Vero.

Sel vero adalah garis keturunan sel yang digunakan dalam kultur sel.

"Jadi galur sel yang berasal dari 1 kera, green monkey, walaupun sebenarnya dia tidak hijau," kata Ahmad.

Garis keturunan 'Vero' diisolasi dari sel epitel ginjal yang diekstraksi dari monyet hijau Afrika (Chlorocebus sp.; sebelumnya disebut Cercopithecus aethiops).

Silsilah tersebut dikembangkan pada 27 Maret 1962, oleh Yasumura dan Kawakita di Universitas Chiba di Chiba, Jepang.

Garis sel asli diberi nama "Vero" yang merupakan singkatan dari verda reno yang dalam bahasa Esperanto berarti "ginjal hijau", ini merujuk pada ginjalnya kera hijau.

Sedangkan vero sendiri berarti "kebenaran" dalam bahasa Esperanto.

"Sel ini sangat berguna untuk kepentingan vaksin karena mudah sekali infeksi," jelas Ahmad.

Selanjutnya setelah selnya tumbuh, partikel-partikel virus yang jumlahnya jutaan akan diinaktivasi dengan propiolactone. Tujuannya agar genom dari virus rusak sehingga saat virus menginfeksi, dia tidak akan dapat berkembang biak.

Setelah itu akan terjadi apa yang disebut filtrasi bertingkat.

"Ahli fiqih mengatakan sudah ada delusi. Jadi nanti dari produk vaksin finalnya, tidak ada lagi barang-barang yang perlu dikhawatirkan," papar Ahmad.

Dia menjelaskan, ketika virus sudah difiltrasi, tidak ada lagi komponen seperti sel kera, sesuatu yang mengandung babi, dan sebagainya.

"Dan tidak mungkin BPOM akan memberikan izin digunakan untuk vaksinasi, tanpa diuji keamanannya," tutupnya.

Berikut tayangan lengkap penjelasan Ahmad Utomo:

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved