AS Jual Paket Bom Cerdas ke Arab Saudi dengan Nilai Sebesar Ini

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyetujui potensi penjualan 3.000 amunisi berpemandu presisi alias bom cerdas ke Arab Saudi

Editor: Iwan Al Khasni
AF.mil
iLUSTRASI amunisi GBU-39 Small Diameter Bomb I (SDB I) 

Tribunjogja.com -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyetujui potensi penjualan 3.000 amunisi berpemandu presisi alias bom cerdas ke Arab Saudi dalam kesepakatan senilai US$ 290 juta atau sekitar Rp 4 triliun.

Penjualan tersebut terjadi pada hari-hari terakhir masa jabatan Presiden AS Donald Trump.

Sementara Presiden AS terpilih Joe Biden telah berjanji untuk menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi.

Langkah Biden itu dalam upaya untuk menekan pembeli senjata AS terbesar di Timur Tengah tersebut untuk mengakhiri perang di Yaman yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Paket penjualan tersebut akan mencakup 3.000 amunisi GBU-39 Small Diameter Bomb I (SDB I), kontainer, peralatan pendukung, suku cadang, dan dukungan teknis, menurut Departemen Pertahanan AS alias Pentagon.

"Penjualan itu akan meningkatkan kemampuan Arab Saudi untuk memenuhi ancaman saat ini dan di masa depan dengan meningkatkan persediaan amunisi udara-ke-darat jarak jauh yang presisi," kata Pentagon dalam pernyataan Selasa (29/12), seperti dikutip Reuters.

Pentagon menambahkan, ukuran dan akurasi SDB I memungkinkan amunisi yang efektif dengan kerusakan tambahan yang lebih sedikit.

Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon memberi tahu Kongres tentang kemungkinan penjualan pada Selasa.

Anggota Kongres marah dengan banyaknya korban sipil di Yaman dan awal tahun ini mencoba tapi gagal memblokir penjualan jet tempur siluman F-35 ke Arab Saudi.

Meskipun telah mendapat persetujuan dari Departemen Luar Negeri, pemberitahuan rencana penjualan oleh Pentagon itu tidak menunjukkan bahwa kontrak sudah ditandatangani atau negosiasi selesai.

Hanya, Pentagon menyebutkan, Boeing Co adalah kontraktor utama untuk senjata tersebut.

SDB I menjadi senjata sejumlah pesawat tempur AS.

Misalnya, jet tempur F-16 Fighting Falcon, F-22 Raptor, dan F-35 Lightning II.

Kemudian, pembom B-1 Lancer, B-2 Spirit, serta Stratofortress B-52.

Dikecam

Dua puluh sembilan organisasi pengawas senjata dan hak asasi manusia telah menandatangani surat yang menentang penjualan rudal, jet tempur dan drone senilai US$ 23 miliar ke Uni Emirat Arab dan meminta Kongres AS untuk memblokir kesepakatan tersebut.

“Harapannya adalah menghentikan penjualan ini sama sekali,” kata Seth Binder, petugas advokasi di Proyek Demokrasi Timur Tengah, yang mempelopori upaya tersebut seperti dilansir Reuters, Selasa (1/12/2020).

"Tetapi jika itu tidak mungkin dalam jangka pendek, ini mengirimkan sinyal penting kepada pemerintahan Biden yang akan datang bahwa ada berbagai kelompok organisasi yang menentang pengiriman senjata ini," tambahnya.

Tiga senator AS awal bulan ini mengusulkan undang-undang untuk menghentikan penjualan, yang mencakup drone dari General Atomics, Lockheed Martin Corp F-35 dan rudal yang dibuat oleh Raytheon, menyiapkan pertarungan dengan Presiden Donald Trump beberapa minggu sebelum dia akan meninggalkan Gedung Putih.

Undang-undang AS mengizinkan para senator untuk memaksakan pemungutan suara pada resolusi ketidaksetujuan atas kesepakatan senjata utama.

Namun, untuk menjadi resolusi yang efektif, pertama-tama harus lolos dari Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Langkah itu juga membutuhkan dua pertiga mayoritas di Senat yang dipimpin Republik dan DPR yang dipimpin Demokrat untuk bertahan dari veto presiden.

Pejabat administrasi Trump memberi pengarahan kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat tentang kesepakatan itu.

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved