K-Popers Indonesia Ikut Beraksi Tanggapi Omnibus Law, Bikin Kayak Gini di Twitter
Tidak hanya K-Popers di Amerika Serikat yang mampu mengobrak-abrik kampanye Presiden Donald Trump. Di Indonesia, pecinta musik K-Pop ini juga bisa
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM - Tidak hanya K-Popers di Amerika Serikat yang mampu mengobrak-abrik kampanye Presiden Donald Trump.
Di Indonesia, pecinta musik K-Pop ini juga bisa dan berani berbicara mengenai wacana politik di negeri ini.
Seperti kita ketahui, Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja sudah resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU), Senin (5/10/2020) oleh DPR.
Tercatat, hanya fraksi PKS dan Partai Demokrat yang menolak UU Cipta Kerja itu menjadi sah.
Setelah resmi menjadi UU, trending topic di Twitter langsung dihiasi oleh masyarakat Indonesia yang merasa dirinya diabaikan oleh DPR.
Sebab, pembahasan RUU Cipta Kerja sudah dilakukan sejak setahun lalu. Bahkan, Presiden Jokowi sempat menunda pengesahannya karena banyak kontroversi dari masyarakat.
Namun, DPR mempercepat pembahasan tersebut dan segera mengesahkannya menjadi UU.
Beberapa topik yang dibicarakan adalah #MosiTidakPercaya, DPR Pengkhianat, Demo, DPR We Gang Gang dan beberapa lainnya.
Uniknya, pantauan Tribunjogja.com, sebagian besar yang mencuit tagar-tagar tersebut adalah K-Popers, selain portal berita, aktivis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
“Mereka punya mata tapi tidak melihat, mereka punya telinga tapi tidak mendengar,” ujar salah satu akun K-Popers.
Tidak hanya itu, sebagian besar dari mereka juga membagikan grafik yang berisikan ringkasan informasi tentang Omnibus Law atau UU Cipta Kerja dalam bahasa Inggris untuk menggaet lebih banyak orang memahaminya.
“Jangan lagi sebut kami orang tidak menghargai negara sndiri, tidak mencintai/peduli negara sendiri, lihat ini dong kami justru sangat peduli sekali dg negara ini. Kami memang menyukai idol korea bukan berarti kami lupa dengan negara sendiri,” timpal yang lain.
Bagi K-Popers, ini adalah waktu mereka untuk membantu negaranya, dengan meningkatkan perhatian pada masalah dalam negeri.
“Ayo, ayo kita berbicara agar didengar. Berbicalah, maka kamu ada,” kata K-Popers.
Cuitan lain juga terlihat, seperti bagaimana mereka mengesampingkan idola mereka dulu untuk membahas tentang Omnibus Law.
“Sebelum kita suka sama oppa dan unnie, kita adalah Warga Negara. Baca baik-baik UUnya. Kalau itu merugikan, kita bisa lawan,” kata salah satu akun.
Salah satu akun K-Popers tenar, @ustadchen sempat membagikan utas mengenai poin-poin kontroversial Omnibus Law di twitternya yang diikuti oleh 145 ribu orang.
Utas itu pun menarik perhatian banyak K-Popers dan membuat mereka semakin peduli dengan kondisi di negara ini pasca RUU disahkan.
Tribunjogja.com berkesempatan mewawancara Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM) Suray Agung Nugroho SS MA PhD, Selasa (6/10/2020).
Pada kesempatan itu, Suray mengatakan kejadian ini hampir sama dengan perilaku para Army, penggemar BTS di Amerika yang mulai masuk ranah politik lewat sosial media.
Sekitar bulan Juni 2020, Army membeli sebagian besar kursi kampanye Donald Trump di Tulsa, Oklahoma. Setelah membeli, mereka memastikan untuk absen alias tidak datang.
Hal ini, menurut penuturan banyak media, membuat Donald Trump sendiri cukup frustasi dengan hasil kampanye di Tulsa. Sebab, ia tidak menduga akan dikerjain oleh K-Popers.
Bahkan, legislator Alexandria Ocasio-Cortez sempat mengutarakan apresiasi atas kontribusi K-Popers untuk memperjuangkan keadilan.
“K-Popers memang solid dan mereka sepertinya saling belajar tentang potensi kekuatan yg mereka punya dari para fanbase fanbase di seluruh dunia,” ujarnya kepada Tribunjogja.com.
Suray menambahkan, K-Popers ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena mereka juga melek politik dan situasi.
“Lihat saja, bagaimana para K-Popers atau Army misalnya yang jor-joran dalam tanda positif untuk mengadakan bakti sosial atau kegiatan relawan entah itu diminta atau tidak. Mereka ingin menyebarkan bhw eksistensi mereka punya impact yang besar,” bebernya.
Berkaitan dengan isu Omnibus Law, bagi Suray, K-Popers sadar bahwa mereka punya kekuatan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu non K-Pop yang ada di sekitar mereka.
“Saya lihat ini sebagai hal yg unik dan baik karena mereka didominasi generasi muda. Para politisi dan siapa pun perlu melihat kekuatan yang mereka miliki,” tutupnya.
( Tribunjogja.com | Bunga Kartikasari )
