Liga Indonesia
Ritual Unik Mantan Pemain PSIM Yogyakarta Sebelum Bertanding, Lakoni Puasa dan Bersemedi
Bukan lagi rahasia, berbagai ritual atau kebiasaan unik memang kerap kali dilakukan para pesepak bola sebelum melakoni suatu pertandingan.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM - Bukan lagi rahasia, berbagai ritual atau kebiasaan unik memang kerap kali dilakukan para pesepak bola sebelum melakoni suatu pertandingan.
Meski mungkin terdengar tak masuk akal, seperti memotong rambut jelang pertandingan, injak lapangan lebih dulu menggunakan kaki kanan, maupun tidak menembak ke arah gawang selama melakoni pemanasan.
Ritual atau kebiasaan unik ini ternyata juga dimiliki oleh mantan pemain belakang andalan PSIM Yogyakarta era 80-an, yakni Semi Suparji.
Ditemui di kediamannya di kawasan Caturtunggal, Depok, Sleman beberapa waktu lalu, Semi Suparji menunjukkan iket atau kain bermotif batik yang selalu ia ikatkan di bagian pinggangnya sewaktu aktif bermain sepak bola.
Iket atau kain tersebut diperolehnya dari guru spiritualnya.
Selain itu, Semi juga memiliki kebiasaan unik yang bertolak belakang dengan kebiasaan pesepak bola.
Jika pesepak bola lain berusaha menjaga kondisi dengan istirahat cukup jelang hari pertandingan, Semi Suparji justru sebaliknya.
• PSIM Yogyakarta Ulang Tahun ke-91, Ini Kenangan dan Harapan Sang Legenda Mellius Mau
Malam jelang pertandingan ia justru begadang dan tidak tidur semalaman.
Ia bersemedi, membangun sugesti positif sembari membayangkan apa yang akan ia lakukan di pertandingan esok hari.
Sehari sebelum bertanding, Semi Suparji pun selalu berpuasa.
Tidak makan dan minum selama satu hari penuh.
"Teman-teman saya pun sudah hafal, ketika paginya akan bertanding saya justru bersemedi, memikirkan bagaimana permainan besok. Paginya ketika teman-teman latihan, saya manfaatkan untuk tidur," ujar Semi.
"Biasanya pemain lain ketika akan bertanding menghindari makanan berat, tapi saya sebaliknya. Waktu main ya tidak ada masalah, kuat saja. Sewaktu digaprak, jatuh, bangkit lagi. Tidak ada takut-takutnya,"
"Kalau iket ini selalu saya ikatkan dibagian pinggang. Semacam sugesti, jadi lebih percaya diri ketika bermain. Percaya atau tidak, tapi saya mengalami sendiri," lanjutnya.
Suatu ketika, Semi pernah terlibat insiden saat melakoni laga tandang di kandang PSM Makassar.
Saat itu, bagian belakang lehernya diinjak oleh pemain lawan.
Saking kerasnya injakan lawan pada Semi, sampai menimbulkan suara yang terdengar oleh penjaga gawang Siswadi Gancis.
Bahkan saat itu Siswadi mengira jika Semi mengalami cedera yang cukup berat lantaran injakan keras tersebut.
• Doa dan Harapan dari The Maident di Hari Jadi ke-91 PSIM Yogyakarta
"Saya waktu itu juga tidak merasakan sakit. Setelah diinjak, saya kemudian bangkit lagi. Lantaran tersulut emosi, ya saya balas dengan tekel keras. Justru kemudian pemain lawan yang balik tersulut emosinya," ujarnya.
Berposisi di sektor belakang, Semi Suparji bahkan terkadang turut menyumbang gol bagi Laskar Mataram.
Padahal, dalam sesi latihan tendangannya jarang sekali mengarah ke gawang.
"Kalau latihan shooting, dari sepuluh tembakan saya salahnya sebelas kali," kelakarnya.
"Tapi ya itu yang bikin saya sendiri heran, ketika main shootingnya bisa jadi gol seperti saat lawan Persema tahun 1985," tambahnya.
Namun pada usia 28 tahun, Semi memutuskan gantung sepatu.
Ia kemudian menjalani profesi di UGM hingga saat ini sebagai staf keamanan Fakultas Hukum.
Meski sekian lama sudah memutuskan gantung sepatu, namun Semi merasa bangga pernah menjadi bagian klub Laskar Mataram.
Satu diantara yang ia kenang ialah namanya yang kemudian menjadi bahan obrolan orang ketika bercengkrama di angkringan maupun di cakruk.
"Saat itu memang animo masyarakat sangat luar biasa untuk PSIM. Memang sewaktu itu publikasi belum seperti sekarang ini, belum ada media sosial dan lain-lain," kata Semi.
"Pernah suatu ketika orang-orang membicarakan soal Semi Suparji, padahal saya sendiri ada di situ. Ketika ditanya, saya bilang kalau saya tidak menggemari olah raga sepak bola tapi bola voli," kelakarnya.
"Dari hal kecil seperti itu saya merasa membela PSIM merupakan kebanggan yang luar biasa, tidak bisa mikir soal materi lagi saat itu," pungkasnya.(TRIBUNJOGJA.COM)