Pendidikan
Program Guru Kunjung Dinilai Mencapai Target, Disdik Kota Yogyakarta Berencana Lakukan Perluasan
Disdik Kota Yogyakarta sejak akhir Juli 2020 telah menjalankan pilot project guru kunjung di delapan SD Negeri (SDN) dan beberapa SMP Negeri (SMPN).
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
Rochmat mengatakan, pelaksanaan guru kunjung selama ini sudah sesuai target capaian sekolah.
Semisal, murid yang semula belum bisa mengenal huruf kini sudah bisa mengenal huruf.
“Pelaksanaannya sesuai dengan target sekolah. Walaupun capaian target baru bisa dilihat nanti akhir Agustus, setelah satu bulan berjalan,” tuturnya.
Menurut Rochmat, kendala yang terjadi selama ini ialah permasalahan beban yang terlalu tinggi pada guru.
Sebab, guru harus ikut membersihkan tempat belajar sebelum dan setelah proses pembelajaran.
• Cegah Covid-19 Klaster Sekolah, Pemda DIY Putuskan Belum Laksanakan Pembelajaran Tatap Muka
“Kalau di sekolah biasanya itu kan sudah dilakukan Pak Bon (tukang kebun). Ini gurunya jadi harus menyiapkan, tempat belajar kan harus bersih. Setelah anak pulang juga guru membersihkan. Ada guru yang ke sana sendiri atau bersama guru mata pelajaran agamanya,” papar Rochmat.
Rochmat menyebutkan delapan SDN yang telah melaksanakan guru kunjung di antaranya, di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Utara yaitu SDN Terbansari dan SDN Tegalpanggung, UPT Barat yaitu SDN Tegalrejo I dan SDN Petinggen, UPT Selatan yaitu SDN Suryadiningratan I dan SDN Keputran I, serta UPT Timur SDN Warungboto dan SDN Rejowinangun III.
Ia menjelaskan, alasan program guru kunjung hanya dilakukan untuk kelas 1 ialah karena kondisi anak yang baru berpindah dari TK. Sementara, pembelajaran di TK saat pandemi kurang maksimal.
“Kelas 1 itu kan dari TK yang kemarin belum selesai, sehingga anak itu masuk ke jenjang yang lebih tinggi kemudian tuntutannya di sana itu lebih tinggi dibanding TK. Sehingga penguasaan materi itu jauh sekali dengan SD. Ini yang membuat kami berinisiatif,” tutur Rochmat.
Alasan kedua, lanjut dia, siswa kelas 1 dituntut mulai belajar baca, tulis, dan berhitung (calistung).
“Itu enggak mungkin orang tua mampu memberikan pendidikan dan mengajar anak kelas 1 calistung. Itu berat bagi orang tua. Ini permulaan yang mendasar sekali, kalau itu gagal maka risiko selanjutnya tinggi. Pembelajaran mundur semua,” beber Rochmat. (TRIBUNJOGJA.COM)