Ledakan di Beirut
Kisah Sedih Keluarga di Beirut, Empat Hari Mencari Saudara yang Hilang Akibat Ledakan
Ledakan amonium nitrat di Beirut, ibukota Lebanon masih menyisakan duka. Sebelumnya, kabar beredar bahwa ada 137 orang tewas karena ledakan
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM, BEIRUT - Ledakan amonium nitrat di Beirut, ibukota Lebanon masih menyisakan duka. Sebelumnya, kabar beredar bahwa ada 137 orang tewas karena ledakan yang terjadi Selasa, (4/8/2020) petang waktu setempat.
Kini, pemerintah mengatakan setidaknya ada 200 orang terbunuh karena ledakan tersebut. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja asing dan warga setempat yang bekerja di pelabuhan.
Gubernur Beirut, Marwan Abboud mengatakan banyak dari mereka yang masih hilang.
Kehilangan salah satu anggota akibat ledakan membuat keluarga Zahed harus mencarinya selama berhari-hari.

Hingga kini, tidak ada kejelasan apakah Amin Zahed (43) masih hidup atau mati. Ia adalah salah satu pekerja yang berada di pelabuhan ketika ledakan terjadi.
Pemberitaan di media juga tidak membantu mereka sama sekali. Ada yang mengatakan Amin Zahed masih hidup meski terluka karena terlempar ke lautan.
Akan tetapi, ketika keluarga mengidentifikasi, itu bukanlah Amin.
“Otoritas pelabuhan mengatakan kepada kami bahwa ia masih hidup. Di foto, ia sangat mirip dengan Amin,” ujar Rima Zahed, adik Amin kepada BBC.

Namun sayang, itu bukanlah Amin. Foto itu tidak diketahui siapa, namun media sudah memberitakan itu adalah Amin yang menurut keluarga bukan.
Tidak hanya Amin, Emad Zahruddin yang juga bekerja di pelabuhan masih belum ketemu.
Kakak ipar Zahruddin, Ghaleb Hatoun mengatakan ia sudah ke berbagai rumah sakit yang ada untuk memastikan, paling tidak, jenazah sang adik.
“Saya kesana kemari, kata mereka suruh ke rumah sakit ini, ini, ini. Saya membuka kantung jenazah satu per satu, tapi tidak ditemukan,” katanya.
“Kami hanya butuh berita. Jadi, kami paham harus datang atau pulang ke rumah,” ucap Hatoun lagi. Ia bertekad untuk membuat sesuatu mengenang Emad dari orang-orang yang sayang kepadanya jika sudah ada kabar.

“Mati atau hidup, kami harus tahu,” tandasnya.
Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengirim 20 ton perlengkapan kesehatan ke Beirut, Lebanon.
Paket itu untuk mendukung perawatan pasien luka akibat ledakan hebat yang terjadi di pelabuhan. Persediaan tersebut mencakup 1000 intervensi trauma dan 1000 intervensi bedah untuk orang yang menderita luka dan luka bakar akibat ledakan.
Pengiriman itu dilakukan dari hub logistik WHO di Dubai menggunakan pesawat yang didonasikan oleh pemerintah Uni Emirat Arab.

“Doa kami bersama dengan mereka yang terdampak oleh peristiwa tragis ini. Kami berupaya untuk melanjutkan misi kami melayani orang-orang di Lebanon dengan servis kesehatan yang baik,” ucap Perwakilan WHO di Lebanon, Dr Iman Shankiti.
Ia mengatakan, WHO juga bekerjasama dengan otoritas kesehatan Lebanon dan rumah sakit yang merawat korban luka untuk mengidentifikasi kebutuhan tambahan dan dukungan yang cepat.
Dijelaskan Shankiyo, tiga Rumah Sakit (RS) di Beirut saat ini tidak difungsikan dan dua lainnya mengalami kerusakan.
Hal ini kemudian berdampak pada jumlah tempat tidur rumah sakit yang sedikit. Para pasien yang terluka ditransfer ke rumah sakit luar negeri, seperti Libya. Juga, banyak fasilitas kesehatan kewalahan menangani korban luka.

WHO akan mendistribusikan perlengkapan itu kepada RS prioritas. Tak hanya itu, WHO dan otoritas Lebanon akan memastikan kesinambungan perawatan dengan pandemi Covid-19.
“Dengan munculnya tantangan baru karena peristiwa dahsyat terbaru, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lebanon dan mitranya telah dimobilisasi untuk memberikan bantuan kemanusiaan segera kepada rakyat Lebanon,” kata Dr Najat Rochdi, Koordinator Residen PBB di Lebanon.
“Bantuan ini digunakan mendukung tanggapan Pemerintah atas tragedi ini. Kami berada dalam hal ini bersama-sama dan kami berkomitmen untuk mendukung Lebanon dalam masa yang sangat sulit,” tandasnya,
Sebelum ledakan di hari Selasa, 75 persen orang Lebanon membutuhkan bantuan kesehatan, 33 persen lainnya kehilangan pekerjaan dan satu juta lebih tinggal di bawah garis kemiskinan.

Juru Bicara World Food Programme (WFP), salah satu badan PBB, Elisabeth Byrs di Jenewa mengatakan organisasi tersebut fokus kepada dampak dari ledakan itu.
Sebab, ledakan tersebut bisa membatasi arus makanan yang masuk dan meroketkan harga pangan di negara tersebut.
WFP mengirim 5.000 paket makanan yang cukup untuk memberi makan satu keluarga terdiri dari lima orang selama sebulan, dan berencana untuk mengimpor tepung terigu dan biji-bijian.
Sementara itu Christian Lindmeier dari WHO memperingatkan bahwa rumah sakit Lebanon kewalahan dengan pasien, beberapa rusak dan beberapa tidak berfungsi, dan 500 tempat tidur telah hilang.
( Tribunjogja.com | Bunga Kartikasari )