Yogyakarta

Sejak Letusan 21 Juni 2020, Gunung Merapi Alami Deformasi 7 Cm

Erupsi Gunung Merapi terbaru yang terjadi sebanyak dua kali pada 21 Juni 2020 menimbulkan dampak pada tubuh Gunung Merapi.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
Twitter BPPTKG Yogyakarta
Ilustrasi: Gunung Merapi erupsi pada Minggu (21/6/2020) pagi sekitar pukul 09.13 WIB 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Erupsi Gunung Merapi terbaru yang terjadi sebanyak dua kali pada 21 Juni 2020 menimbulkan dampak pada tubuh Gunung Merapi.

Setelah letusan tersebut, terjadi deformasi (perubahan bentuk pada permukaan tubuh gunung api, Red) yang cukup signifikan di sektor barat laut.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebutkan, deformasi Gunung Merapi yang terhitung sejak 22 Juni 2020 hingga hari ini (Kamis, 9/7/2020) memiliki laju deformasi lebih kurang 0,5 cm/hari.

Gubernur Ganjar Pranowo: Harus Ada Simulasi Protokol Kesehatan Pengungsi Antisipasi Erupsi Merapi

Sementara, total deformasi sejak 22 Juni 2020 hingga hari ini (Kamis, 9/7/2020) ialah lebih kurang sebesar 7 cm yang terukur di sektor barat laut.

“Deformasi di Gunung Merapi periode tanggal 26 Juni 2020 - 2 Juli 2020 menunjukkan bahwa ada pemendekan jarak tunjam sebesar lebih kurang 2 cm. Untuk total deformasi sejak 22 Juni 2020 hingga saat ini sebesar lebih kurang 7 cm. Deformasi ini terukur di sektor barat laut,” ujar Kepala BPPTKG, Hanik Humaida saat dihubungi Tribunjogja.com, Kamis (9/7/2020).

Ia menjelaskan, pemendekan jarak tunjam ini terlihat dari metode Electronic Distance Measurement (EDM).

EDM diukur dari 10 titik pengukuruan sekeliling Gunung Merapi termasuk dari pos-pos pengamatan.

“Bisa dibayangkan di lereng Gunung Merapi dipasang cermin, lalu jarak cermin ke alat EDM diukur setiap hari. Saat gunung mengalami inflasi (menggembung), maka jarak antara cermin dan alat akan memendek,” ungkapnya.

Deformasi ini, tambah Hanik, masih terbilang kecil dibandingkan deformasi sebelum erupsi 2010.

Oleh karena itu, potensi ancaman bahaya masih sama, yakni berupa luncuran awan panas dari runtuhnya kubah lava dan lontaran material akibat erupsi eksplosif.

“Rekomendasi jarak bahaya juga masih sama, yaitu dalam radius 3 km dari puncak Gunung Merapi,” imbuhnya.

Ganjar Pranowo Puji Dua Sister Village Tlogolele yang Siap Bantu dan Tampung Pengungsi Merapi

Hanik menerangkan, deformasi yang semakin besar bisa menjadi indikasi akan terjadi erupsi.

Di samping itu, deformasi yang terjadi di tubuh gunung merupakan salah satu tanda ada magma yang naik ke permukaan.

Namun, menurutnya masyarakat tidak perlu panik karena kenaikan atau keluarnya magma ke permukaan merupakan hal yang biasa terjadi di gunung api aktif.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved