Penjelasan Ahli Mengapa Korban Tewas Akibat Virus Corona di AS dan Eropa Lebih Tinggi daripada Asia

Penjelasan Ahli Mengapa Korban Tewas Akibat Virus Corona di AS dan Eropa Lebih Tinggi daripada Asia

Editor: Hari Susmayanti
NICOLAS ASFOURI / AFP
Seorang insinyur melihat sel-sel ginjal monyet ketika dia melakukan tes pada vaksin eksperimental untuk virus corona COVID-19 di dalam laboratorium Ruang Budaya Sel di fasilitas Biotek Sinovac di Beijing. Sinovac Biotech sedang melakukan satu dari lima uji klinis vaksin potensial yang telah disahkan di Cina 

TRIBUNJOGJA.COM - Sejak pertama kali muncul pada akhir 2019 silam, virus corona sudah menewaskan ratusan ribu orang di seluruh dunia.

Korban paling banyak berasal dari AS dan Eropa dibandingkan dengan negara-negara yang ada di Asia.

Mengapa bisa demikian?

Kebijakan pengujian, berbagai metode perhitungan dan juga pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkapkan kasus Covid-19 di dunia pun menarik perhatian para peneliti untuk memecahkan kasus virus corona.

Sebagian wilayah di Asia diketahui lebih cepat menangani kasus Covid-19 dengan menerapkan social distancing pada awal pandemi.

Namun, beberapa peneliti juga memikirkan faktor lain yang membuat Asia lebih maju dalam menangani kasus corona ketimbang negara-negara di Eropa dan AS.

Alasan lain yakni karena faktor genetik dan respon sistem imun, pemisahan jenis virus dan tingkat obesitas di daerah yang berbeda dan dan faktor kesehatan yang umum terjadi.

Perbedaan angka kematian

China, tempat pertama virus corona ditemukan pertama kali di Wuhan, mencatat adanya kematian di bawah angka 5000 kasus.

Yang artinya, hanya ada tiga kematian per satu juta penduduk.

Sedangkan Jepang terdapat 7 kematian per satu juta penduduk, Pakistan 6, Korea Selatan dan Indonesia 5, India 3, dan Thailand kurang dari satu kasus kematian per satu juta penduduknya.

Bahkan, Vietnam, Kamboja, dan Mongolia mencatat nol kasus kematian yang terjadi akibat pandemi Covid-19.

Jika angka tersebut dibandingkan dengan yang ada Jerman, kasus di sana mencatat adanya 100 kematian per satu juta penduduk.

Sekitar 180 di Kanada, 300 di Amerika Serikat, dan lebih dari 500 kasus di Inggris, Italia, dan Spanyol.

Pakar ilmiah dari Universitas Chiba Jepang menempatkan beberapa kasus virus corona di seluruh dunia dan mendapati perbedaan yang mencolok di beberapa regional.

"Itu berarti kita perlu mempertimbangkan perbedaan daerah regional terlebih dahulu, sebelum kita analisa kebijakan dan faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi di beberapa negara terdampak," kata Akihiro Hisaka dari Pascasarjana Ilmu Farmasi Universitas Chiba.

Asumsi dasar yang terjadi yakni virus, SARS-CoV-2, bermutasi sebagaimana yang virus lakukan kemudian menginfeksi dan menular.

"Kita sedang menghadapi momok yang sama dengan respon imun yang sama," kata Jeffrey Shaman, seorang epidemiologi dari Universitas Columbia.

"Ada perbedaan di pengetesan virus, laporan, dan kontrol di tiap-tiap negara. Dan ada juga perbedaan dari tingkat hipertensi, penyakit paru-paru yang parah, dan lain-lain, sesuai dengan yang terjadi di negara terdampak," lanjutnya.

Sehari, 13 Pasien Positif Covid-19 dari Kabupaten Magelang Dinyatakan Sembuh

Kronologi Seekor Kera di India Serang Staf Laboratorium dan Curi Sampel Darah Pasien Virus Corona

Alasan angka kematian tinggi di Eropa dan US

Sebagian alasan kenapa angka kematian cukup tinggi di AS dan Eropa karena perbedaan cara menghadapi pandemi dan cara penanganannya.

Di Asia, dari pengalaman pandemi SARS dan MERS menyebabkan penanganan dan respon terhadap ancaman pandemi baru lebih cepat.

Taiwan, misalnya, telah banyak dipuji karena respons cepatnya terhadap Covid-19, termasuk pembatasan masuknya warga Wuhan sebelum virus itu meledak di China.

Di Korea Selatan, pemerintah telah melakukan pengunjian dengan skala besar, pelacakan, dan isolasi pasien.

Walaupun di Jepang dan India, tingkat angka kematian cenderung rendah, hal ini juga membingungkan para ilmuwan.

Apakah cuaca dan budaya berpengaruh terhadap tingkat kematian?

Cuaca panas dan lembab mungkin bisa menjadi faktor penentu di negara seperti Kamboja, Vietnam, dan Singapura.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa panas dan kelembaban dapat memperlambat penyebaran virus, meskipun memang tidak menghentikannya.

Seperti saat seseorang terkena influenza dan dengan virus corona yang muncul gejala menggigil.

Namun, beberapa negara khatulistiwa termasuk Ekuador dan Brazil, telah melihat banyak kasus dan kematian terkait virus corona.

Demografi juga berperan dalam kesenjangan regional.

Populasi Afrika dengan lebih banyak anak muda mungkin lebih kebal dari pada populasi lansia di Italia.

Di Jepang, negara yang memiliki populasi tertua di dunia, juga sedang sedang dieksplorasi alasannya terkait dengan kematian yang rendah.

Ada kepercayaan yang meluas bahwa di Jepang kebersihan dan kebiasaan yang baik menjadi pengaruh.

UPDATE Terbaru Jumlah Pasien Sembuh dari Virus Corona di Indonesia, Hari Ini Bertambah 298 Orang

Faktor gen dan sistem imun

Peraih Nobel Tasuku Honjo, seorang ilmuwan dan ahli imun dari Jepang mengatakan bahwa orang keturunan Asia dan Eropa memiliki perbedaan besar dalam haplotipe antigen leukosit (HLA), sebuah gen yang mengendalikan respons sistem kekebalan tubuh terhadap virus.

Hal tersebut bisa menjadi pemicu mengapa di Asia angka kematian lebih rendah, namun tetap tidak bisa dijadikan satu-satunya alasan.

Tatsuhiko Kodama dari Tokyo University menjelaskan studi awal menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh orang Jepang cenderung bereaksi terhadap virus corona, seolah-olah mereka telah terinfeksi virus itu sebelumnya.

"Teka-teki angka kematian lebih rendah di Asia Timur dapat dijelaskan dengan adanya kekebalan," kata dia.(*)

Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Ahli Ungkap Alasan Mengapa Angka Kematian Covid-19 Lebih Tinggi di AS dan Eropa Ketimbang di Asia

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved