Kisah Washington Melabeli Iran dan Qassem Soleimani Sebagai Teroris Global

Kampanye itu melukiskan Qassem dan Iran sebagai teroris global, ancaman besar bagi Israel, kawanan Al Qaeda dan ISIS, yang sangat berbahaya.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Yoseph Hary W
Al Jazeera
Mayor Jenderal Qassem Soleimani 

TRIBUNJOGJA.COM, NEW YORK – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memerintahkan pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani pada 3 Januari 2020. Qassem dibunuh di Bandara Internasional Baghdad, Irak.

Saat itu ia baru tiba dari Damaskus, Suriah. Qassem datang ke Baghdad memenuhi undangan resmi pemerintah Irak.

Pentagon dan CIA mengirim drone militer, yang melepaskan rudal Hellfire Ninja ke mobil yang ditumpangi Qassem. Tokoh penting Pasukan Al Quds IGRC itu tewas seketika.

Pembunuhan itu diikuti kampanye disinformasi oleh intelijen dan pejabat pemerintahan AS yang bertujuan untuk membenarkan pembunuhan Qassem Soleimani.

Kampanye itu melukiskan Qassem dan Iran sebagai teroris global, ancaman besar bagi Israel, kawanan Al Qaeda dan ISIS, yang sangat berbahaya.

Gareth Porter, seorang jurnalis investigasi independen yang telah meliput kebijakan keamanan nasional AS sejak 2005, menyebut operasi propaganda itu hanya merujuk buku berjudul "The Exile".

Artikel panjang Porter mengulas kampanye disinformasi AS ini dipublikasikan di situs Grayzone.com dan RonPaulInstitute.org, Selasa (26/5/2020). Tribunjogja.com mengutip kisahnya dari kedua situs ini.  

Gareth Porter merupakan penerima Hadiah Gellhorn untuk Jurnalisme pada 2012. Buku terbarunya adalah The CIA Insider's Guide to the Crisis Iran, ditulis bersama kolumnis John Kiriakou.

Propaganda lain tentang Qassem Soleimani ditebar secara massif, terkait dugaan tanggung jawabnya atas pembunuhan pasukan AS di Irak, bersama dengan peran Iran di Suriah, Lebanon, dan Yaman.

Outlet-outlet ternama, seperti Wall Street Journal dan National Public Radio (NPR) menyitir narasi itu, dan membubuhkan klaim Qassem Soleimani dengan sengaja mendorong tokoh Al Qaeda Irak, Abu Musab al-Zarqawi, untuk membunuhi warga Syiah di Irak.

Buku “The Exile” yang jadi rujukan Washington diterbitkan 2017, ditulis jurnalis Inggris Adrian Levy dan Cathy Scott-Clark. Di buku itu muncul klaim aliansi teror Iran dan Al Qaeda.

Levy dan Scott-Clark memperkenalkan tema persekongkolan rahasia itu lewat artikel yang mereka tulis di The Sunday Times pada awal 2018.

Artikel itu berjudul "Tehran dalam Pakta Setan Membangun Kembali Al Qaeda”. Kedua penulis menyebutkan. Qassem pertama kali menawarkan tempat perlindungan kepada keluarga Osama bin Laden.

Beberapa tokoh Al Qaeda juga turut serta. Iran lalu membangunkan mereka tempat tinggal di jantung pusat pelatihan militer di Teheran.

Faktanya, Iran memang setuju menerima sejumlah pengungsi Al Qaeda dari Afghanistan. Bukti dokumen Al Qaeda pada 2007 juga membenarkannya.

Para keluarga bin Laden itu memiliki paspor legal, begitu pula beberapa elite dan menengah serta kader bawah juga memiliki status kewarganegaraan yang jelas.

Fakta lain, Iran tidak memfasilitasi Al Zarqawi dan pemimpin militer Al Qaeda lainnya. Penerimaan mereka pun disertai aturan ketat yang melarang mereka ikut kegiatan politik di Iran.

Fakta penting berikutnya, Levy dan Scott-Clark sebagai penulis buku The Exile, gagal menunjukkan bukti tokoh-tokoh puncak Al Qaeda, menyelinap ke Iran dari Afghanistan.

Pengawasan ketat Iran terhadap keluarga tokoh Al Qaeda itu menunjukkan kebijakan politik nasional yang tepat guna menjaga keamanan Iran.

Menerima keluarga bin Laden dan kader Al Qaeda lainnya di bawah pengawasan mereka memberi Iran potensi tawar-menawar yang bisa digunakan untuk melawan tindakan bermusuhan oleh Al Qaeda dan AS.

Studi yang cermat terhadap tinjauan sejumlah besar dokumen internal Al Qaeda yang dirilis pemerintah AS pada 2017, menunjukkan usaha mendiskreditkan Iran dan kisah tentang Al Qaeda.

Nelly Lahoud, seorang tokoh senior di New American Foundation dan peneliti senior di West Point Combating Terrorism Center, menerjemahkan dan menganalisis 303 dokumen terkait Al Qaeda.

Ia tidak menemukan apa pun yang menunjukkan kerja sama Iran dengan, atau bahkan pengetahuan tentang keberadaan Al Zarqawi atau pemimpin militer Al Qaeda lainnya.

Lahoud menjelaskan dalam ceramah September 2018, semua tindakan yang dilakukan para agen Al Qaeda di Iran telah dilakukan secara rahasia.

Dia bahkan menemukan dari salah satu dokumen, Al Qaeda telah menginstruksikan bagaimana melakukan bunuh diri jika mereka ditangkap oleh orang Iran.

Adrian Levy dan Cathy Scott-Clark sangat menyadari anggota Al Qaeda yang diterima di Teheran berada di bawah kondisi yang parah. Lokasi itu mirip sebuah penjara.

Sementara itu, tokoh-tokoh senior seperti Abu Mussab Al Zarqawi dan Saif al-Adel, Ketua Dewan Syura Al Qaeda, jauh dari Teheran.

Mereka merencanakan operasi baru di wilayah itu di tengah sambutan positif warga Sunni di Iran. Rencana-rencana ini termasuk kampanye Zarqawi di Irak, yang ia mulai atur pada awal 2002.

Namun demikian para penulis The Exile menyatakan, dari (pusat pelatihan Iran), Al Qaeda mengorganisir, melatih dan membangun jaringan pendanaan dengan bantuan Iran.

Mereka juga menuduh sel Al Qaeda di Teheran mengkoordinasikan beberapa aksi kejam teroris dan mendukung pertumpahan darah terhadap kaum Syiah oleh al-Qaeda di Irak.

Karim Sadjadpour dari Carnegie Endowment for International Peace, sumber terpercaya anti-Iran, merespons dalam beberapa hari setelah pembunuhan Soleimani dengan sebuah artikel di bagian editorial sayap kanan Wall Street Journal yang memperkuat kampanye awal disinformasi.

Tulisannya berjudul "Genius Sinis dari Qassem Soleimani”. Sadjadpour berpendapat pada Maret 2003, sebelum invasi AS ke Irak, "Pasukan Quds Soleimani membebaskan banyak jihadis Sunni yang mereka tahan, melepaskan mereka guna melawan AS".

Tulisan itu dikutip Sadjadppour dari buku “The Exile”. Levy dan Scott-Clark menurut Gareth Porter benar-benar memutarbalikkan kisah dalam bukunya tentang Zarqawi .

Zarqawi ditangkap dan dikunci di penjara yang sama dengan anggota Al Qaeda lain. Satu-satunya sumber yang mereka kutip untuk mendukung klaim mereka adalah dua orang yang mereka wawancarai di Amman, Yordania pada 2016.

Jadi siapa sumber orang dalam ini? Satu-satunya karakteristik pengidentifikasian yang ditawarkan Levy dan Scott-Clark adalah mereka "berada di kelompok Zarqawi pada saat itu."

Lebih jauh, tidak satu pun dari sumber-sumber ini yang dikutip untuk mendukung klaim Zarqawi ditangkap dan kemudian dibebaskan dari penjara.

Mereka disebutkan hanya dalam catatan kaki tentang jumlah pasukan Zarqawi yang telah dikirim dari penjara.

Sadjadpour menawarkan penjelasannya sendiri, tanpa saran sedikit pun bukti untuk mendukungnya,  tentang mengapa Soleimani akan mendukung seorang jihadis anti-Syiah untuk membunuh sekutu Syiah Irak-nya sendiri.

"Dengan menargetkan tempat-tempat suci Syiah dan warga sipil, membunuh ribuan sesama Syiah Iran," tulisnya, "Zarqawi membantu meradikalisasi mayoritas Syiah Irak dan mendorong mereka lebih dekat ke Iran.

Dengan cara itu, Qassem Soleimani dianggap dapat menawarkan perlindungan kepada mereka. Pada akhir Januari, pada program mingguan National Public Radio (NPR) "Throughline," Sadjadpour mendorong argumennya meragukan.

Ia berpendapat Soleimani telah menemukan cara untuk menggunakan Al Zarqawi , melepaskan mereka ke Irak  untuk melakukan apa yang mereka sudah ketahuia akan dilakukan.

Dalam sebuah film dokumenter BBC yang disiarkan akhir April, berjudul "Permainan Panjang Iran", Cathy Scott-Clark menceritakan sebuah kisah yang bertujuan menguatkan Iran membantu Zarqawi.

Menurutnya, mengutip kesaksian tahanan lain saat di penjara Irak, pemerintah Iran meyakinkan Zarqawi, "Anda dapat melakukan apa pun yang ingin Anda lakukan ... di Irak."

Namun, kisah itu tidak muncul dalam bukunya. Sebaliknya, Adrian Levy dan Scott-Clark mengaitkan komentar Abu Hafs al-Mauritani, penasihat spiritual bin Laden, ketika mendengar penangkapan dan pembebasan Zarqawi dari tahanan lain.

Namun, narasi itu kontradiktif dengan penjelasan Saif al-Adl, anggota paling senior dari kepemimpinan puncak Al Qaeda di Iran.

Al-Adl telah melarikan diri dari Afghanistan bersama Al Zarqawi, melintasi perbatasan ke Iran secara ilegal pada akhir 2001 atau awal 2002.

Ia ditangkap pada April 2003, beberapa minggu setelah peristiwa yang diduga digambarkan dalam kisah al-Mauritani.

Penjelasan Al Adl muncul dalam sebuah memoar yang diselundupkan keluar dari Iran ke jurnalis Yordania Fouad Hussein, yang diterbitkan Husayn pada 2005 dalam buku berbahasa Arab.

Saif al-Adl menggambarkan tindakan keras Iran pada Maret 2003 yang menangkap 80 orang, mayoritas rekan pejuang Zarqawi telah membingungkan mereka.

Penangkapan itu membuyarkan 75 persen rencana yang telah mereka susun sebelumnya. Al-Adl menyebutkan terakhir bertemu Zarqawi saat meninggalkan Afghanistan

Artinya, Zarqawi belum ditangkap sebelum penangkapannya pada 23 April 2003.  Levy dan Scott-Clark mengutip memoar Saif al-Adl tentang hal-hal lain di "The Exile".

Tapi ketika Porter menanyakan hal itu ke Scott-Clark tentang kesaksian Al-Adl  yang bertentangan dengan narasi yang menopang bukunya, Scott-Clark menjawab, “Saya kenal baik Fuad Hussein”.

Jadi, sebagian besar informasi yang didapatnya berasal dari pihak ketiga, dan bukan dari sumber yang baik.

Penulis The Exile juga tidak membahas substansi ingatan Al-Adl tentang Zarqawi.

Ketika ditanya dalam email tindak lanjut apakah dia membantah keaslian kesaksian Saif al-Adl, Scott-Clark tidak menanggapi.

(Tribunjogja.com/ xna)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved