Jadi Rebutan China & Amerika Serikat dan Bisa Sulut Perang Dunia III, Ada Apa di Laut China Selatan?

Eskalasi perang dingin antara Amerika Serikat dan China di Laut China Selatan (LCS) meningkat akhir-akhir ini.

Editor: Joko Widiyarso
WIKIPEDIA
USS Ronald Reagen 

TRIBUNJOGJA.COM - Eskalasi perang dingin antara Amerika Serikat dan China di Laut China Selatan (LCS) meningkat akhir-akhir ini.

Selain keduanya saling memamerkan kekuatan dan saling sindir mengenai pandemi virus corona, sebenarnya kedua kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut tengah memperebutkan cadangan minyak dan gas alam di dasar LCS.

Hal itu sebagaimana diungkapkan Mantan Komandan Sekutu Tertinggi NATO dan pensiunan Angkatan Laut AS, Laksamana James Stavrdis dalam opininya di Bloomberg, Jumat (22/5/2020).

Stavrdis mengatakan, ia telah menghabiskan sebagian besar karir militernya berlayar di Pasifik dan berlayar berkali-kali melewati perairan lembab Laut China Selatan.

Stavrdis mengatakan Laut China Selatan merupakan perairan yang besar dan luas. Ukurannya setara dengan laut Karibia dan Teluk Meksiko bila digabungkan.

Nah ia menuturkan, dasar LCS penuh dengan cadangan minyak dan gas. Kemudian hampir 40% perdagangan internasional melewati jalur ini. Sehingga wilayah LCS sangat strategis.

Menurut Stavrdis, China telah mengklaim sebagian besar Laut China Selatan merupakan laut teritorialnya.

Dan saat hubungan China dan AS memburuk dipicu virus corona dan faktor politik, di mana tahun ini pemilihan presiden AS, peluang konflik dengan China meningkat.

Pesawat tempur Angkatan Udara Amerika Serikat B-1B Lancer
Pesawat tempur Angkatan Udara Amerika Serikat B-1B sempat terbang di sekitar Laut China Selatan belum lama ini. Lancer (US Air Force/Master Sgt. Andy Dunaway)

Dalam beberapa pekan terakhir, beberapa kapal perang AS, termasuk kapal perusak yang pernah di bawah komando Stavrdis pada awal 1990-an, Barry, telah berkonfrontasi dengan kapal patroli militer Tiongkok.

Stavrdis menjelaskan, LCS menjadi titik nyala yang dapat memicu perang AS-China didasarkan banyak penyebab selain yang sudah dituliskan sebelumnya.

Dasar-dasar historis klaim China terhadap wilayah ini kembali ke pelayaran laksamana Zheng He abad ke-15. Stavrdis menulis tentang laksamana Zheng dalam buku terbarunya "Sailing True Nort,".

Ia mengatakan, setiap kali ia bertemu dengan rekan-rekan militernya dari China, mereka kerap bersulang untuk Laksamana Zheng ini.

Ia merupakan penjelajah di laut China Selatan, Samudra Hindia dan perairan Afrika dan Arab yang melegenda.

Kendati begitu, Stavrdis mengatakan, China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim seluruh Laut China Selatan sebagai danau pribadi mereka.

Klaim China ditolak
Klaim China ini telah ditolak dengan tegas oleh semua negara yang berada di sekitar badan air ini dan pengadilan internasional.

Untuk melawan klaim China, Angkatan Laut AS melakukan apa yang disebut kebebasan patroli, yang menunjukkan bahwa Laut China Selatan adalah perairan internasional, atau laut lepas.

Namun Patroli AS ini kerap menimbulkan ketegangan dengan China. Ia mengisahkan peristiwa beberapa dekade lalu ketika ia masih memimpin armada AS di wilayah ini.

Ia mengatakan sekelompok kapal perusak AS berlayar di Laut China Selatan yang diklaim Tiongkok dan saat ini sudah berisi pulau-pulau buatan yang telah dibangun dan dimiliterisasi oleh China dengan rudal, landasan pacu dan senjata jarak jauh serta pasukan.

Carl Vinson (tengah) dipandu oleh berbagai kapal perang lainnya.
Carl Vinson (tengah) dipandu oleh berbagai kapal perang lainnya. (AFP)

Saat AS melakukan patroli, militer China sering menerbangkan kapal perusak, jet tempur hanya berjarak beberapa puluh kaki dari depan haluan atau kapal perang mereka untuk menantang kapal perang AS.

Aksi-aksi militer China itu sangat beragam, mulai dari mengusir, mengancam lewat saluran radio dan menyorot dengan lampu ke arah kapal-kapal perang AS bahkan sampai mengarahkan rudal dan senjata perang bahkan berlayar terlalu dekat yang berpotensi membahayakan keselamatan awak kapal.

Menghadapi konfrontasi itu, Stavrdis mengatakan, ia kerap menasihati setiap kapten kapal perang AS yang berada di bawah kendalinya untuk tetap stabil, menghindari konfrontasi yang tidak perlu dan melaporkan kembali kepadanya terus menerus perkembangan di sana dan Stavrdis sendiri kemudian membuat laporan kepada otoritas yang lebih tinggi.

Ia mengatakan, pengalaman berlayar ke Laut China Selatan merupakan pengalaman yang membingungkan, Stavrdis dan para stafnya kerap menarik napas lega setiap kali mereka berhasil menyelesaikan misi mereka di wilayah panas tersebut.

Menurut Stavrdis, yang juga kolumnis Bloomberg, kapal perusak Barry dan kapal perusak lainnya, Bunker Hill, berhadapan dengan kapal-kapal China baru-baru ini di wilayah tersebut, namun mereka mencoba menghindari eskalasi.

Melihat kondisi ini, Stavrdis mengatakan kunci utama bagi AS menghadapi kondisi ini dan membelokkan perilaku China tanpa harus memutus hubungan internasional yang mengarah pada perang dingin atau konflik bersenjata, adalah dengan membawa lebih banyak sekutu internasionalnya ke dalam kebebasan patroli navigasi, termasuk anggota NATO bersama dengan Australia dan Jepang.

AS juga bisa meningkatkan dukungan kepada Taiwan, khususnya dalam kerja sama militer dan mendesak penyelidikan internasional yang menyeluruh terhadap wabah virus corona di Wuhan dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan negara-negara lain di sekitar pesisir Laut China Selatan.

Langkah-langkah konfrontatif ini juga harus disertai dengan sejumlah penawaran kerjasama dengan China. Hal itu bisa mencakup memajukan perjanjian perdagangan dan tarif yang menyediakan akses ke pasar AS, bekerjasama dalam rute perdagangan Kutub Utara dan norma-norma lingkungan di sana, sesuatu yang sangat diinginkan Beijing.

Bisa juga AS mengajak Beijing melakukan operasi kemanusiaan bersama, bekerjasama menciptakan norma perilaku antara pasukan angkatan laut kedua negara dan menjajaki perjanjian strategis dan taktis untuk pengendalian senjata.

Kirim Kapal Induk Ronald Reagen
Amerika Serikat (AS) terus memperkuat tekadnya menjamin kebebasan navigasi di perairan Indo-Pasifik. Salah satunya dengan menambah armada perangnya di wilayah ini.

USS Ronald Reagen
USS Ronald Reagen (WIKIPEDIA)

Angkatan Laut AS akan mengirim kapal induk USS Ronald Reagen di Perairan Indo-Pasifik. Hal ini sebagaimana dirilis di situs resmi angkatan laut AS, www.navy.mil, Kamis (21/5).

Penugasan ini merupakan tahun kelima bagi USS Ronald Reagen menjaga bagian dari pertahanan angkatan laut AS yang berada di garis terdepan. USS Ronald Reagen akan diperkuat dengan kehadiran Carrier Air Wings Five.

Komandan Kapal Induk Ronald Reagen, Kapten Pat Hannifin, mengatakan, AS berkomitmen mengerahkan kapal induk ini ke perairan pasifik untuk menghadapi setiap tantangan yang muncul sesuai dengan motto mereka yakni It CAN Be Done.

"Tim kami telah menjalankan motto ini, menyelesaikan proses pemulihan kapal di pelabuhan lebih cepat dari jadwal yang ditetapkan. Kami melakukan tugas kami untuk melindungi kesehatan pasukan dan kesiapan untuk perang," ujarnya.

Saat memulai debutnya, setelah sempat menepi di pelabuhan karena sebagian awaknya terinfeksi corona, USS Ronald Reagen memuat lebih dari 1.000 ton persenjataan.

Kapal Induk USS Ronald Reagen membawa lebih dari 5.000 awak dan lebih dari 60 pesawat tempur. Ronald Reagen diklaim mampu mempertahankan operasi maritimnya sepanjang waktu.

"Kami berkomitmen untuk mempertahankan perjanjian pertahanan dengan sekutu dan mitra kami," ujar Hanifin.

Ia menambahkan, pihaknya menjamin keamanan dan stabilitas regional, mencegah agresi militer di Indo-Pasifik yang bebeas dan terbuka dan menjaga kesiapan perang untuk menanggapi segala kemungkinan.

Nantinya, Ronald Reagen akan bekerjasama dengan sekutu dan mitra AS untuk memperkuat kekuatan regional, mengembangkan konsep perang dan meningkatkan operasi maritim yang memberikan opsi pertahanan berlapis untuk melindungi kepentingan besama.

Perkuat Armada ke-7
Ronald Reagen akan memperkuat Armada ke-7 AS. Armada perang ini merupakan kekuatan perang terbesar di dunia, dengan bantuan 35 negara sekutu dan mitra AS.

Angkatan Laut AS telah beroperasi selama lebih dari 70 tahun di kawasan Indo-Pasifik, memiliki pasukan yang siap membantu menjaga perdamaian dan mencegah konflik.

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved