Perang Kata-kata Amerika Serikat vs China Soal Tanggungjawab Virus Corona Memanas

Beijing menegaskan akan melakukan pembalasan jika Kongres Amerika Serikat ( AS) meloloskan UU untuk menjatuhkan sanksi ke China

Editor: Iwan Al Khasni
Cindy Ord/Getty Images/AFP
NEW YORK: Penampakan Trump Death Clock di Times Square 21 Mei 2020 di New York City. 

Pernyataan itu disampaikan oleh Francis Collins, Kepala Institut Kesehatan Nasional (NIH), dalam wawancara dengan kantor berita AFP.

Pemerintahan Presiden Donald Trump menyiratkan meski nantinya bakal membagi data ilmiah, mereka akan memfokuskan obat untuk kebutuhan internal.

Namun, Collins sepakat dengan China dan Perancis, bahwa vaksin virus corona jika nantinya ditemukan haruslah menjadi "kebutuhan pokok dunia".

"Jelas jika kami punya vaksin yang bekerja, saya akan memastikan secepatnya tersedia (di Afrika) dan Amerika Selatan. Lihat Brasil," papar dikutip Tribunjogja.com dari kompas.com.

Dia menegaskan, sebagai negara adikuasa di Bumi ini, AS tidak hanya bertanggung jawab atas penduduknya.

"Ini akan menjadi hal yang menyedihkan," ujar dia. NIH adalah salah satu badan penelitian terbaik dunia, di mana mereka disokong dengan bujet 42 miliar dollar AS (Rp 618,4 triliun).

Mereka menggandeng perusahaan swasta untuk menemukan obat virus corona, yang sudah membunuh lebih dari 320.000 orang di seluruh dunia.

Washington sudah ancang-ancang memproduksi setidaknya 300 juta vaksin pada Januari 2021, yang akan cukup memenuhi kebutuhan internal.

Jika nantinya AS sukses, apakah mereka akan mengirim obat itu ke negara rentan, daripada memasarkannya ke publik Amerika lain yang kaya?

Dilansir Rabu (20/5/2020), Collins menjawab ya, di mana dia menekankan bahwa ramalan akan didasarkan pada "seberapa besar harapan yang dimiliki".

"Secara pribadi, saya merasa obat ini harus menjadi perhatian terbesar, dan bukan dilakukan pada 2022 mendatang," kata Collins.

"Mungkin, secepatnya hingga akhir tahun ini, kami akan bisa melakukan sesuatu (dalam memproduksi vaksin)," lanjut dia.

Salah satu proyek pengembangan vaksin virus corona yang sudah sedemikian maju di dunia dilakukan raksasa farmasi Moderna, yang bekerja sama dengan NIH.

Perusahaan biotek AS Moderna pada 18 Mei 2020 melaporkan hasil posfitif pada tes klinis pertama yang dilakukan pada sejumlah kecil sukarelawan
Perusahaan biotek AS Moderna pada 18 Mei 2020 melaporkan hasil posfitif pada tes klinis pertama yang dilakukan pada sejumlah kecil sukarelawan (Maddie Meyer / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / AFP)

Mendapat suntikan dana hingga 500 juta dollar (Rp 7,3 triliun), Moderna mengklaim mendapat hasil awal menjanjikan dari relawan mereka Senin (18/5/20200.

Selain Moderna, AS juga menjalin kontrak dengan perusahaan farmasi asal Perancis, Sanofi, dengan harapan mendapat prioritas dalam vaksin. Kesepakatan itu jelas memantik kemarahan di Negeri "Anggur", yang memaksa Sanofi mengklarifikasi prioritas itu sebatas pada hak produksi sekelompok pabrikan AS.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved