Menguak Teka-teki Asal Mula Virus Corona dan Kenapa Penyebarannya Sangat Cepat
Misteri tentang asal muasal virus corona akhirnya perlahan mulai terkuak, kini para peneliti sudah temukan fakta baru.
TRIBUNJOGJA.COM - Misteri tentang asal muasal virus corona akhirnya perlahan mulai terkuak, kini para peneliti sudah temukan fakta baru.
Apakah fakta terbaru tersebut membenarkan hubungannya virus corona yang berasal dari kelelawar atau kebocoran laboratorium biologi di kota Wuhan, China?
Penelitian mengenai virus corona terus dilakukan oleh para peneliti di berbagai belahan dunia.
Di antaranya adalah penelitian tentang bagaimana virus corona berevolusi dan menyebar adalah pertanyaan yang menyebabkan perdebatan banyak orang.
Hal ini pun memicu spekulasi tentang muasal virus yang sedang menjadi pandemi di penjuru bumi.
Dahulu sempat beredar dugaan bahwa virus ini berasal dari kelelawar.
Namun, baru-baru ini, muncul teori yang menyebutkan virus corona menyebar berawal dari kebocoran laboratorium di Wuhan.
Sebuah penelitian baru di China seolah-olah menampik dugaan tersebut. Para peneliti menemukan virus yang mirip dengan SARS-CoV-2 pada kelelawar.
Dikutip dari Science Alert, Selasa (12/5/2020), peneliti menemukan mutasi virus yang berkembang secara alami, bukan gen buatan.

"Sejak ditemukannya SARS-CoV-2, ada sejumlah teori tak berdasar yang menyebut virus tersebut berasal dari laboratorium," kata ahli mikrobiologi Shandong First Medical University, Weifeng Shi.
"Secara khusus, telah diusulkan penyisipan S1 / S2 sangat tidak biasa dan mungkin merupakan indikasi manipulasi laboratorium.
Makalah kami menunjukkan dengan sangat jelas bahwa peristiwa ini terjadi secara alami pada satwa liar. Ini memberikan bukti kuat bahwa SARS-CoV-2 bukan buatan laboratorium," imbuhnya.
Virus RmYN02 pada Kelelawar Mirip dengan Virus Penyebab Covid-19
Oleh tim peneliti tersebut, virus yang ditemukan pada kelelawar itu diberi nama RmYN02.
Temuan ini adalah hasil identifikasi terhadap 302 sampel dari 227 kelelawar. Sampel dikumpulkan di Provinsi Yunnan, China, pada paruh kedua 2019.
Setelah menganalisis sampel virus dari kelelawar ini, tim peneliti mampu mengungkap dua genom virus corona yang hampir lengkap, yakni RmYN01 dan RmYN02.
RmYN01 hanya memiliki kecocokan rendah dengan SARS-CoV-2.
Sementara RmYN02 sangat mirip dengan SARS-CoV-2, terlebih adanya kesamaan sisipan asam amino di persimpangan subunit (S1 dan S2) protein lonjakannya.
Meskipun memiliki kesamaan, bukan berarti RmYN02 adalah leluhur langsung dari virus yang menyebabkan COVID-19 di seluruh dunia.
Kecocokan gen untuk domain pengikatan reseptornya sangat rendah, hanya 61,3 persen.
Perbedaan mendasarnya yakni RmYNo2 tak memiliki bagian penting dari genom SARS-CoV-2 yang berperan dalam mengikat virus corona ke sel manusia.
Akan tetapi, menemukan genom virus corona baru sangat membantu untuk mengetahui bagaimana SARS-CoV-2 berevolusi menjadi seperti sekarang ini.

"Studi kami menegaskan kembali bahwa kelelawar, khususnya genus Rhinolophus (kelelawar tapal kuda), adalah reservoir (sarang) alami yang penting untuk virus corona dan saat ini menampung kerabat terdekat SARS-CoV-2, meskipun gambaran ini dapat berubah dengan meningkatnya pengambilan sampel satwa liar," tulis tim Weifeng Shi dalam studinya.
Para peneliti juga mengonfirmasi bahwa RmYNo2 pada kelelawar tapal kuda Melayu merupakan kerabat terdekat SARS-CoV-2.
Kendati demikian, Weifeng mengatakan bahwa kemungkinan ada lebih banyak virus di luar sana yang memiliki kecocokan.
Menurutnya, masih ada celah dalam proses evolusi virus-virus tersebut.
"Masih ada celah evolusi antara virus-virus ini. Tetapi penelitian kami sangat menyarankan bahwa pengambilan sampel lebih banyak spesies satwa liar akan mengungkapkan virus yang bahkan lebih dekat hubungannya dengan Sars-CoV-2 dan bahkan mungkin leluhur langsungnya, yang akan memberi tahu kita banyak tentang bagaimana virus ini muncul pada manusia," tutur Weifeng.
Lewat mata
Para ahli sudah temukan rahasia kenapa virus corona sangat mudah menyebar.
Seorang dokter ahli yang sedang mengerjakan risetnya mengenai virus Corona, mengatakan masker mulut pun tidak cukup untuk mencegah penyebaran virus tersebut.
Wang Guangfa, dokter terkemuka yang telah berjuang melawan SARS di China tahun 2003 silam, telah terinfeksi virus Corona sendiri tetapi sudah sembuh.
Wang yakin ia terinfeksi justru karena ia tidak mengenakan pelindung mata.

Wang, yang juga ahli pernapasan di Rumah Sakit Universitas Peking Beijing melaporkan ia telah diolok-olok di media setelah mengatakan penyakit yang disebabkan oleh virus Corona dapat dicegah dan dikontrol, dua minggu yang lalu.
Kini ia mengklaim pernyataan yang kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya disebabkan kurangnya pelindung mata saat ia mengunjungi klinik demam dan ruang isolasi di Wuhan, tempat kasus mencuat.
Ia melaporkan: "Saat itu kami sudah sangat berhati-hati dan mengenakan masker M95.
"Namun aku segera sadar jika kami tidak mengenakan kacamata pelindung."
Ia juga mengatakan adanya gejala mata merah setelah ia kembali ke Beijing, dan tiga jam kemudian ia mulai mengalami demam dan hidung tersumbat akibat ingus yang parah.
Awalnya, ia mengira ia sakit flu karena ia belum pernah melihat pasien Wuhan menderita dari hidung tersumbat sebelumnya.
Namun selanjutnya obat flu tidak berhasil mengobatinya, dan saat diuji tes corona, ia positif mengidap penyakit tersebut.
Ia menduga, virus tersebut masuk ke tubuhnya melewati matanya. Itu penjelasan paling masuk akal baginya.
Kini, seorang ahli Komisi Kesehatan China Li Lanjuan mengatakan staff yang akan menangani langsung pasien virus corona harus menggunakan kacamata pelindung. Namun orang lain cukup mengenakan masker wajah.
Jika dibandingkan dengan virus SARS, dilansir dari CNN ilmuwan menyatakan jika tingkat infeksi virus ini lebih kuat dibandingkan SARS.
Setiap harinya jumlah orang yang terinfeksi semakin meningkat.
Lantas, mengapa virus corona yang baru ditemukan ini dapat menginfeksi lebih banyak manusia atau kenapa virus ini secara cepat menyebar?
Mudah menempel
Menurut hasil penelitian studi terbaru, protein yang terkandung dalam virus corona SARS-CoV-2 memiliki "daerah khusus" atau ridge yang lebih padat.
Hal ini membuatnya lebih mudah menempel pada sel manusia dibanding virus corona jenis lainnya.
Saat virus mudah menempel ke sel manusia, ini memungkinkan virus corona SARS-CoV-2 memiliki kemampuan menginfeksi dengan lebih baik dan mampu menyebar lebih cepat.
Dikutip dari Kompas.com, virus corona baru SARS-CoV-2 menempel pada sel manusia melalui apa yang disebut spike protein.
Ketike spike protein menempel atau terikat pada reseptor sel manusia - protein pada permukaan sel.
Itu yang berfungsi sebagai pintu masuk sel -membran virus akan bergabung dengan sel manusia.

Hal ini memungkinkan genom virus untuk masuk ke dalam sel manusia.
Semua jenis virus corona, termasuk yang menyebabkan penyakit SARS dan MERS, menempel pada sel manusia melalui spike protein.
Namun, setiap jenis virus corona memiliki struktur spike protein yang berbeda.
Pada Februari 2020, sekelompok peneliti dari Universitas Texas di Austin dan National Institutes of Health memetakan struktur molekul spike protein pada virus corona baru SARS-CoV-2.
Terbaru, sekelompok peneliti lain dari University of Minnesota mengeksplorasi lebih lanjut spike protein virus corona baru dan keterikatannya dengan reseptor sel manusia menggunakan sinar-X.
Tujuan mereka adalah untuk memahami mengapa spike protein virus corona baru sangat ahli dalam menginfeksi sel manusia dibanding dengan virus corona lain, terutama virus SARS-CoV.
Seperti SARS
Baik SARS-CoV (penyebab wabah SARS pada 2003) dan SARS-CoV-2 (virus corona penyebab pandemi Covid-19 saat ini), mengikat reseptor manusia yang sama, yang dikenal sebagai ACE2.

Menurut penelitian terbaru yang dilakukan tim dari Universitas Minnesota menemukan mutasi genetik membuat spike protein pada SARS-CoV-2 mengembangkan ridge atau "daerah khusus" molekuler yang lebih rapat.
Struktur yang lebih padat dan adanya beberapa perbedaan kecil memungkinkan SARS-CoV-2 menempel lebih kuat pada reseptor ACE2 manusia.
Hal ini pada akhirnya membuat virus ini dapat menginfeksi manusia dengan lebih mudah dan mampu menyebar lebih cepat dibanding virus corona yang menyebabkan SARS.
"Secara umum, dengan mempelajari struktur dari protein paling penting dalam virus."
"Kami dapat merancang obat dan memblokir aktivitas mereka, seperti mengacaukan radar mereka," ucap Fang Li.
Fang Li merupakan seorang profesor di Departemen Ilmu Hewan dan Biomedis di University of Minnesota.
Dengan mempelajari secara spesifik virus ini dan bagaimana ia melekat pada sel manusia.
Para peneliti juga memperoleh beberapa wawasan tentang bagaimana virus itu dapat menular dari hewan ke manusia.
Mereka menemukan virus corona pada kelelawar juga berikatan dengan reseptor ACE2, tetapi buruk.
Beberapa mutasi bisa meningkatkan kemampuan virus kelelawar untuk menempel pada reseptor manusia, memungkinkan lompatan ke manusia.
Para peneliti juga menganalisis struktur spike protein pada trenggiling, yang bisa menjadi inang antara kelelawar dan manusia.
Mereka menemukan salah satu virus corona pada trenggiling berpotensi mengikat reseptor manusia.
Ini mendukung gagasan bahwa trenggiling adalah inang perantara virus.
"Tetapi hipotesis itu perlu diverifikasi secara eksperimental," tulis ahli dalam penelitian tersebut.