Kronologi Jenazah ABK Indonesia yang Dibuang ke Laut di Kapal Berbendera China Menurut Menlu
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan kronologi kematian empat anak buah kapal ( ABK) Indonesia di kapal ikan berbendera China
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Video anak buah kapal (ABK) yang berada di kapal ikan berbendera China dan dilempar ke laut viral di medsos (media sosial).
Youtuber Korea Reomit atau Jang Hansol juga ikut memviralkan berita ABK yang tayang di media Korea Selatan.
Video yang diunggah Rabu (6/5/2020) ini menjadi trending Nomor 1 di Youtube.
Dalam video tersebut, Jang Hansol memperlihatkan berita jenazah ABK asal Indonesia dilempar ke tengah laut.
Video yang ditayangkan stasiun MBC itu diulas dan diterjemahkan oleh Jang Hansol di kanal Youtubenya.
Dalam video berdurasi 14 menit itu, Jang Hansol menjelaskan perlakuan tidak manusiawi yang dialami ABK asal Indonesia di kapal nelayan berbendera China.
Jang Hansol merupakan Youtuber terkenal di Indonesia. Dia sering menceritakan berita terkini di Korea Selatan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan kronologi kematian empat anak buah kapal ( ABK) Indonesia di kapal ikan berbendera China yang tengah menjadi sorotan pemberitaan media Korea Selatan.

Berdasarkan keterangan Retno, ada tiga ABK Indonesia yang meninggal dunia di kapal China dan dilarung ke laut.
Sementara itu, satu ABK meninggal dunia di rumah sakit.
Retno mengatakan, tiga ABK Indonesia yang dilarung ke laut itu merupakan awak kapal dari Kapal Long Xin 629.
Pertama, ABK berinisial AR mengalami sakit pada 26 Maret 2020, kemudian dipindahkan ke Kapal Tian Yu nomor 8 untuk diobati di pelabuhan.
Namun, belum sempat menerima pengobatan, AR meninggal dunia pada 31 Maret 2020. AR pun dilarung ke laut atas persetujuan keluarga.
"Dari informasi yang diperoleh KBRI pihak kapal telah memberi tahu pihak keluarga dan mendapat surat persetujuan pelarungan di laut dari kelurga tertanggal 3 maret 2020, pihak keluarga juga sepakat menerima kompensasi kematian dari kapal Tian Yu 8," kata Retno.
• Nyawa Dihargai Rp150 Juta, ABK Indonesia Ungkap Surat Pernyataan Soal Risiko Gabung Kapal China
Sementara itu, Retno mengatakan, dua ABK Indonesia lainnya meninggal dunia di Kapal Long Xin 629 saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.
"Terkait dua WNI desember itu KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik meminta penjelasan atas kasus ini," ujar dia.
Retno mengatakan, terkait dua ABK Indonesia yang dilarung pada Desember 2019, Kemenlu telah menghubungi pihak keluarga agar hak-hak ABK tersebut dapat terpenuhi.
Ia juga mengatakan, pada 26 April 2020 KBRI Seoul mendapatkan informasi ada satu ABK Indonesia dari Kapal Long Xin 629 berinisial EP yang mengalami sakit.
Namun, EP meninggal dunia ketika dibawa ke rumah sakit di Pelabuhan Busan.
"Atas permintaan KBRI, agen untuk bawa ke RS tapi saudara EP meninggal di RS. Dari keterangan kematian Busan Medical Center, beliau meninggal karena pneumonia. Saat ini, diurus kepulangan jenazah," ucap dia.
• Viral Video Jenazah ABK Asal Indonesia Dibuang ke Laut, YouTuber Korean Roemit Terjemahkan Berita
Pemeriksaan ke agensi

CEO Indonesia Ocean Justice Initiave Mas Achmad Santosa mengatakan, dugaan kuat pelanggaran HAM yang berujung pada hilangnya pekerja migran asal RI bukan kali ini saja terjadi.
Pria yang pernah menjabat sebagai Koordinator Staf Khusus Satgas 115 di era Menteri Susi Pudjiastuti ini mengatakan, pemerintah perlu melakukan penyelidikan dan penyidikan melalui Polri maupun Kementerian Ketenagakerjaan.
Ia mengatakan, penyelidikan perlu dilakukan terhadap 3 manning agancies yang mengirimkan ABK Indonesia bekerja di atas Kapal Tiongkok bernama Long Xing 629, Long Xing 605, Long, Long Xing 802, dan Tian Yu 8.
Menurut Achmad Santosa, ketiga agensi itu yakni PT Lakemba Perkasa Bahari, PT Alfira Perdana Jaya dan PT Karunia Bahari.
"(Pemeriksaan perlu dilakukan) untuk menemukan kemungkinan terjadinya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan, tindak pidana perdagangan orang, atau tindak pidana lainnya," kata Mas Achmad Santosa dalam keterangan resmi kepada Kompas.com, Kamis (7/5/2020).
Pria yang kerap disapa Otta ini menyampaikan, penyidikan dan penyelidikan tak hanya terhadap pelaku fisik, namun juga perlu dilakukan kepada pengurus perusahaan dan pemilik manfaat.
Hal itu sesuai dengan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Migran Indonesia, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan lainnya.
Di sisi lain, pemerintah perlu melakukan pemeriksaan dan evaluasi kepatuhan terhadap 3 agensi itu, dan menjatuhkan sanksi administratif sesegera mungkin jika ditemukan pelanggaran terhadap Pasal 19 ayat (1), pasal 25 ayat (3), pasal 27 ayat (2), dan pasal 62 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Migran Indonesia.
"Sanksi administratif berupa pencabutan SIUPPAK manning agency atas pelanggaran pada ketentuan yang terdapat di dalam Perjanjian Kerja Laut, pemalsuan dokumen maupun pemungutan biaya perekrutan dan penempatan kepada PMI ABK," sebut Otta.
Sanksi administratif tersebut sesuai dengan pasal 33 ayat (2) Permenhub Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) perlu membuat Gugus Tugas untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak ABK yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
"Yaitu gaji yang belum dibayarkan ataupun tunjangan lainnya terhadap keluarga korban," pungkas Otta.
Sebelumnya, media asal Korea Selatan MBC News memberitakan dugaan pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal China.
Berita itu akhirnya diulas oleh Youtuber asal Korsel, Jang Hansol dalam kanalnya, Korea Reomit.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kronologi 4 Kematian ABK Indonesia di Kapal Ikan China Menurut Menlu"