Mutiara Ramadhan
Ramadhan di Tengah Pandemi Covid-19
Ramadhan menjadi madrasah dan pusat latihan bagi seorang muslim, menempa diri dengan berbagai sifat terpuji, melawan hawa nafsu dan menangkal godaan

*Oleh: H.M. Ikhsanudin, MSI (Ketua LDNU DIY)
JUMAT 24 April 2020, kita dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, bulan suci, mulia dan istimewa bagi umat Islam. Puasa Ramadhan merupakan salah satu ritual penting yang menjadi madrasah dan latihan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Demikian mulianya bulan Ramadhan, sehingga jauh-jauh hari sebelumnya, Rasulullah dan para sahabat menpersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dengan doa “Ya Allah berkahi kami dibulan rojab dan sya’ban, dan sampaikan kami ke bulan Romadhan.” Persiapan diri menyambut Ramadhan tak cukup hanya dengan suka cita, tetapi juga dengan mempersiapkan fisik, mental, dan ilmu.
Ramadhan adalah satu-satunya nama bulan yang disebut di dalam al-Qur’an. Sebelas bulan yang lain tidak memperoleh kehormatan yang setara, meskipun ada berbagai peristiwa penting terjadi di dalamnya. Bulan ini dipilih sebagai bulan berpuasa.
Sedemikian pentingnya bulan Ramadhan, hingga Rasulullah memerintahkan Umat Islam untuk menyambutnya. Rasulullah bersabda; “Telah sadang kepadamu Ramadhan, bulan utama atas segala bulan, selamat datang dan sambutlah. Bulan puasa telah datang dengan segala berkah maka muliakanlah. Sungguh, amat mulialah tamu pengunjung kalian ini.” (HR. At-Thabaraniy).
Dari perspektif sejarah, berbagai peristiwa penting, baik yang terkait dengan risalah Islam maupun peristiwa peradaban umat sebelumnya terjadi di bulan Ramadhan. Salah satu peristiwa besar adalah diturunkannya al-Qur’an, kitab suci yang menjadi sumber petunjuk (hidayah) bagi umat Islam.
Dalam Qs. al-Baqoroh: 185, Allah berfirman: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan dari petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu yang ada di bulan itu, maka berpuasalah.”
Di samping itu, ada peristiwa besar lainya seperti perang Badar, perang Tabuk, dan Fathul Makkah (penaklukkan kota Mekah) (Kitab Al-Fiqhu Al-Islamiy, Juz II : 506-508). Peristiwa ini menjadi titik balik yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Islam dalam membangun tatanan peradapan Dunia.
Ramadhan adalah bulan ibadah, di mana pahala segala amal dilipatgandakan. Ibadah wajib dianugerahi pahala dilipatgandakan 70 kali lipat, sementara ibadah sunnah dikasih pahala seperti mengerjakan ibadah wajib. Di dalamnya, ada lailatul qodar, satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Di bulan ini lah, umat Islam terbuka kesempatan untuk beribadah dan mensucikan diri. Rasulullah bersabda: “Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan pun dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nilai optimal Ramadhan baru didapatkan jika kita menempatkan bulan ini sebagai inspirasi dan momentum untuk mengubah pola pikir, pola prilaku, dan pola hidup kita. Ramadhan harus menjadi momentum perubahan baik bagi pribadi, masyarakat maupun umat.
Masalahnya adalah Ramadhan tahun 1441 H/2020 ini bersamaan dengan wabah virus corona (covid-19). Menyambut Ramadhan ditengah pandemi covid-19 tentu sedikit berbeda dengan Ramadhan dalam kondisi normal.
Ibadah harus tetap dilaksanakan secara maksimal dengan menjaga kepentingan bersama melawan dan mencegah penyebaran virus corona/covid-19. Tekad kita untuk mengisinya dengan optimalisasi ibadah ritual dan ibadah sosial tidak boleh kendor.
Hanya saja, Ramadhan dilaksanakan dalam suasana dan tata cara yang berbeda seiring dan sesuai petunjuk Kementrian Agama, MUI, NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya untuk melaksanakan ibadah di rumah dalam rangka memutus mata rantai penyebaran covid-19.
Oleh karena itu, di wilayah zona merah, ibadah yang sifatnya mengumpulkan jamaah dalam jumlah banyak seperti tarawih, buka puasa bersama, tadarus al-Qur’an, peringatan Nuzul al-Qur’an, i’tikaf dan lainnya sebaiknya dilaksanakan di rumah.
Sementara untuk wilayah zona hijau, bisa dilaksanakan ibadah sebagaimana biasa dengan tetap menjaga protokol kesehatan seperti mencuci tangan, pengecekan suhu, membawa sajadah sendiri, menjaga jarak antar jamaah minimal 1 meter, membawa masker dan lainnya.
Walaupun demikian, dari semua hal tersebut yang tidak boleh terlupakan adalah senantiasa menyelipkan doa disetiap ibadah kita, memohon kepada Allah agar situasi pelik pandemik ini segera berlalu dan siutuasi kembali seperti kehidupan biasa dan menjadi lebih baik.
Terkait dengan ibadah sosial di bulan Ramadhan harusnya lebih ditingkatkan. Dampak sosial ekonomi covid-19 telah menjadikan sebagian tidak bisa maksimal bekerja atau bahkan kehilangan pekerjaannya, sehingga sebagian orang mengalami kesulitan ekonomi.
Maka dari itu, Ramadhan melatih kita untuk punya kepedulian sosial yang besar terhadap lingkungan sosial masyarakat di mana kita hidup, sehingga sedekah, infaq, dan berbagi ke masyarakat sekitar kita harus ditingkatkan.
Nabi bersabda: “Tidaklah beriman kepada-Ku, orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedang tetangganya kelaparan sampai ke lambungnya, padahal ia tahu” (HR. Bukhori dalam Al-Adab Al-Mufrod).
Dengan puasa, kita dilatih untuk merasakan lapar, tidak makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari, yang harusnya menjadi pembelajaran bagi kita untuk punya kepedulian sosial yang tinggi.
Ramadhan melatih kita untuk peduli dan berbagi supaya kita tidak masuk kategori orang-orang yang mendustakan agama yaitu orang yang suka menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (Qs. Al-Maun: 1-3)
Ramadhan harusnya menginspirasi umat Islam untuk menjadi kepompong, yang kemudian lahir menjadi kupu-kupu yang indah di bulan syawwal. Untuk menjadi kepompong kita harus puasa, qiyamu Ramadhan (tarawih), i’tikaf, tadarus, tafakur, dan tadabur terhadap ayat-ayat Allah serta melakukan ibadah sosial dengan peduli dan berbagi lewat amal sedekah, infaq, wakaf, zakat, membantu sesama.
Ramadhan menjadi madrasah dan pusat latihan bagi seorang muslim, menempa diri dengan berbagai sifat terpuji, melawan hawa nafsu dan menangkal godaan syetan serta mengeleminasi sifat-sifat tercela sehingga bulan syawwal dan sebelas bulan setelahnya betul-betul diwarnai oleh ibadah Ramadhan. Out put-nya adalah menjadi orang yang saleh secara ritual dan sholeh secara sosial. (*)
*Oleh: H.M. Ikhsanudin, MSI (Ketua LDNU DIY)