Permintaan Merosot, Peternak Ayam di Yogyakarta Merugi Puluhan Juta Rupiah
Permintaan daging ayam di pasaran wilayah Yogyakarta menurun sejak bulan Maret hingga saat ini
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Miftahul Huda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Permintaan daging ayam di wilayah DIY mengalami kemerosotan sejak bulan Maret lalu hingga saat ini.
Peternak ayam pun merasakan sepinya permintaan pasar terkait daging ayam di pasaran.
Seorang peternak ayam di Yogyakarta, Supardi, mengaku mulai khawatir dengan kondisi pasar yang terus menerus mengalami penurunan permintaan ayam.
Biasanya, pria asal Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang ini, mensuplai beberapa pasar di wilayah DIY dan juga Magelang.
Ada 5000 ekor ayam potong yang seharusnya bisa disuplai untuk empat bulan ke depan.
"Tapi terpaksa kami tunda. Karena banyak dari perusahaan atau PT yang tutup, jadi tidak ada pesanan. Termasuk dari mitra peternak juga sepi," katanya saat dihubungi Tribun Jogja, Minggu (12/4/2020).
Ia mengatakan, harga ayam dari kandang peternak sejak Maret turun hingga 60 persen.
Seharusnya, harga pembelian batas bawah ayam di tingkat peternak berkisar Rp18 ribu.
Akan tetapi, mulai Maret hingga awal April ini harga batas bawah ayam potong ada di tingkat peternak hanya Rp8 ribu.
"Turun banyak sekali, kalau tidak ada pemangkasan produksi bisa rugi banyak. Karena sekarang dari peternak hanya Rp8 ribu. Saat ini sudah kesulitan untuk memasarkan, sementara pemberian pakan harus tetap dilakukan," imbuhnya.
Supardi menganggap, kondisi peternakan saat ini benar-benar sulit. Hal itu dirasakan sejak Maret lalu hingga sekarang.
Pria yang mensuplai beberapa pasar di DIY seperti Pasar Kolombo, Sleman, Pasar Kranggan Yogyakarta ini meminta supaya pemantauan harga segera dilakukan.
"Karena sejak adanya virus Corona ini harga semuanya berubah. Permintaan di kami sepi, tapi saya lihat di pasar harga ayam tetap Rp30 ribu. Lah ini bagaimana, dari peternak rendah, ternyata di pasar masih sama," tegas Pardi sapaan akrabnya.
Pardi melanjutkan, kondisi ini diperparah dengan banyaknya penutupan PT atau distributor yang sudah mengurangi permintaan ayam potong, untuk didistribusikan. Bahkan beberapa PT memilih tutup karena prediksi pasar yang sulit ditentukan.
"Banyak dari PT itu tutup. Biasanya kan dari PT pesen misalkan 3 ribu, itu sudah termasuk biaya pakan mereka yang nanggung. Harga Rp18 ribu itu sudah termasuk pemotongan biaya pakan," ungkapnya.
Untuk saat ini, menurutnya pihak PT atau mitra mampu membeli ayam-ayam ternak miliknya, hanya saja pihak PT tak ingin merugi jika harus membeli pakan.
Tawar menawar harga antara peternak pun harus dialami. Banyak dari para mitra ini kemudian membatalkan pesanan.
Pardi mengkalkulasi, kerugian yang harus diambil akibat kondisi pandemi seperti saat ini, untuk ayam siap jual sebanyak 5000 ekor biasanya ia bisa meraup untung hingga Rp90 juta.
Akan tetapi, di kondisi saat ini, dengan harga batas bawah mencapai Rp 8 ribu, dirinya harus menerima pemasukan Rp 40 juta.
"Itu pun belum termasuk pakan untuk tiga hingga empat bulan ke depan karena tak ada suplai, karena harga jual tak laku di PT," ujarnya.
Sementara itu, lanjut dia, untuk harga pakan dipasaran untuk satu kilonya seharga Rp 6 ribu.
Itu artinya, masih Kata Pardi, untuk satu ekor ayam dengan bobot 2 kilogram butuh biaya pakan Rp 12 ribu.
"Tinggal dikalikan saja dengan 5000 ekor ayam, ya ketemunya bisa Rp 60 juta untuk biaya pakannya saja," ungkapnya.
Ia berharap, Pemerintah segera mengambil kebijakan untuk menyikapi situasi seperti saat ini. Pihaknya menginginkan supaya semua harga, baik itu dari Peternak, Mitra, hingga di Pasar harus seimbang.
"Karena dimasa sekarang ini banyak yang memainkan harga, kami yang di batas bawah yang terkeba imbasnya," imbuh dia.
Terpisah, salah seorang Mitra pemasaran ayam ternak, Rohmadi (34) mengatakan, sebagai mitra dirinya juga merasakan imbas sepinya permintaan pasar.
Menurutnya kondisi di peternak saat ini banyak yang mengalami overload. Imbas terburuknya jika ditemukan kematian ayam potong sebelum siap dipasarkan. Hal lainnya juga biaya produksi para peternak juga tinggi.
"Yang jelas harus ada regulasi, informasinya akan ada pemangkasan pemelihraan dari peternak karena serapan pasarnya sepi,"
Lebih lanjut pria yang juga peternak ini mengatakan, perhatian terhadap ketahanan pangan khususnya daging ayam potong ini betul-betul harus diperhatikan pemerintah.
"Karena adanya virus Corona ini sangat berpengaruh bagi kami sebagai peternak dan mitra peternak," ungkapnya.
Sementara untuk saat ini, harga Batas Bawah miliknya, untuk satu ekornya dihargai Rp 14 hingga Rp 15 ribu. Sementara kontrak dari PT seharusnya mencapai Rp 18 hingga Rp 19 ribu.
Rohmadi mengatakan, untuk saat ini dalam satu bulan, Rohmadi hanya bisa mengirim ke distributor sebanyak satu kali.
"Padahal biasanya setiap minggu saya selalu kirim. Tapi sekarang sepi, tentu ini menjadi beban bagi kami," ujarnya.
Sementara itu, kondisi di pedagang ayam potong dibeberapa pasar misalnya Pasar Kranggan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta sampai saat ini masih sepi pengunjung.
Salah seorang pedagang ayam, Pariyatin mengungkapkan, harga ayam potong dari peternak memang Rp 14 ribu. Akan tetapi, dirinya menjual ayam yang sudah dipotong seharga Rp 28 hingga Rp 30 ribu perkilonya, sesuai harga standar pada umumnya.
"Ya mau bagaimana lagi, pasarnya sepi. Saya biasanya 70 potong habis, sekarang hanya 40 potong saja hanya laku 20 ekor," ungkapnya.
Menyikapi hal itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Yogyakarta, Yunianto Dwisutono, menyampaikan bukan hanya peternak atau pedagang ayam saja yang mengalami paceklik ekonomi.
Ia mengatakan, butuh waktu yang cukup lama untuk memperbaiki kondisi ekonomi saat ini.
Meski dari pemerintah pusat sudah merencanakan solusi berupa pemangkasan pemeliharaan, akan tetapi, menurutnya proses kajian perlu dilakukan dari bawah.
"Saya kira wajar, karena konsumsi pangan khususnya ayam, untuk saat ini hanya rumah tangga saja. Sementara hotel, restoran semua tutup. Jadi kondisi serba susah ini dialami oleh banyak kalangan," katanya.
Ia menganggap, kondisi pedagang saat ini merupakan efek multiplier dari pandemi Covid-19 khususnya di Kota Yogyakarta.
Namun, terkait kesesuaian harga, Disperindag tidak bisa memungkiri jika beberapa pedagang masih menerapkan harga standar, sementara harga dari batas bawah peternak mengalami penurunan.
"Itu memang sedang kami koordinasikan dengan pemda DIY. Bagaimana solusinya, khususnya dari para peternak. Karena kemarin juga sempat ratusan ayam kami bagi-bagikan karena pasokan surplus," pungkasnya.(hda)