Pasangan Calon Pengantin di Wuhan Bombardir Aplikasi Pernikahan Seusai Lockdown Dicabut
Aplikasi pengajuan pernikahan itu memang ikut terdampak lockdown sejak sepanjang Februari hingga dan Maret
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM WUHAN - Aplikasi pengajuan pernikahan secara online di Wuhan China melonjak hingga 300 persen setelah status lockdown dicabut pemerintah setempat.
Karena lonjakan yang tajam itu aplikasi pernikahan yang digunakan disana bahkan sempat mengalami gangguan meski akhirnya bisa ditangani.
Aplikasi pengajuan pernikahan itu memang ikut terdampak lockdown sejak sepanjang Februari hingga dan Maret karena kota dengan 11 juta penduduk itu ditutup hampir seluruhnya.
Pengembang aplikasi seperti Alipay mengklaim sejak status lockdown dicabut pasangan muda yang akan mengadakan pernikahan langsung memborbardir.
Namun meski mulai diperbolehkan melangsungkan pernikahan, calon pengantin harus mengikuti protokol kesehatan, dengan pernyataa bebas virus korona, dilansir Tribunjogja.com dari laman russian today, Kamis (9/4/2020).
Kota Wuhan, tempat pertama kali ditemukannya paparan virus Corona, kembali berdenyut, Rabu (8/4/2020).
Meski belum normal sepenuhnya, semua moda transportasi dari dan keluar Wuhan sudah diizinkan beroperasi oleh pemerintah China.
Di berbagai kawasan strategis, seperti terminal, stasiun kereta, bandara, pemandangan aneh orang-orang mengenakan baju hazmat, masker rapat, bahkan kaca mata khusus, tampak menyolok.
Pemerintah China menutup total Kota Wuhan pada 23 Januari 2020, ketika virus Corona mulai merenggut korban.
Tingkat kematian meningkat cepat sejak China melapor ke WHO tentang temuan simptom aneh virus flu yang menyerang pernapasan (paru-paru).
Geliat Kota Wuhan mulai terasa sejak pukul 00.50, atau Rabu dini hari, ketika kereta-kereta jarak jaug mulai bergerak membawa warga Wuhan yang bekerja di kota lain.
Penduduk Wuhan sekitar sekitar 11 juta orang. Kota ini ibukota Provinsi Hubei di China bagian tengah. Termasuk kawasan industri penting di China.

Dari jumlah 11 juta itu, sekitar 50.000 orang terinfeksi virus Corona, dan 2.571 di antaranya meninggal dunia.
Data pemerintah China, jumlah korban tewas di Wuhan ini mencakup 80 persen total kematian di Tiongkok.
Begitu isolasi dibuka total, sekitar 55.000 orang diperkirakan meninggalkan Wuhan. Sebagian di antara mereka terjebak di Wuhan, dan tidak bisa keluar sejak dua bulan terakhir.
Saat lockdown, apparat keamanan China membatasai secara ketat pergerakan warga. Setiap orang yang tidak punya alasan kuat, dipaksa masuk ke rumah mereka.
Transportasi dihentikan, dan jalan-jalan sepi kecuali lalu lalang patroli polisi dan pekerja darurat. Dua minggu yang lalu, China mengakhiri isolasi Provinsi Hubei, tapi belum termasuk Wuhan.
Angka infeksi virus Corona menurun, dan kasus-kasus baru yang ditemukan umumnya warga China yang baru kembali dari luar negeri.
Selasa (7/4/2020), China untuk pertama kali mengumumkan negaranya nol kematian akibat paparan virus Corona.
Kota Wuhan melaporkan hanya ada dua infeksi baru dalam 14 hari terakhir. Meski demikian pemerintah China masih mengantisipasi gelombang susulan wabah virus Corona.
Kekhawatiran utama mereka adalah kasus baru yang masuk ke negara ini, para pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi masih dapat menularkan virus ke orang lain.
Para pejabat kesehatan China masih menyarankan orang-orang di Wuhan untuk tidak meninggalkan lingkungan mereka, kota, dan provinsi, kecuali jika benar-benar diperlukan.
Untuk antisipasi dini, para petugas kesehatan masih dikerahkan di berbagai tempat Termasuk di lingkungan perumahan, mal, toko, pusat-pusat layanan.
Mereka memeriksa telepon pintar masing-masing orang yang ditanamkan aplikasi khusus. Setiap orang harus memindai QR Code, guna diperiksa kode di dalamnya.
Orang-orang hanya diizinkan pergi melanjutkan kegiatannya, jika mereka memiliki kode kesehatan hijau atau membawa dokumen yang menetapkan alasan yang sah.
Liu Xiaomin, warga Shanghai, akhirnya bisa meninggalkan Wuhan. Dia dan keluarganya pergi ke Wuhan untuk liburan Tahun Baru Imlek.
Ketika kota itu diisolasi, mereka langsung terjebak di sana dan tidak pernah bisa pergi lagi.

Seorang pekerja migran, yang kantornya di Guangdong, memgaku ia akan akan kembali ke kota asalnya di Xiangyang.
"Saya sangat senang, saya akan pulang hari ini," katanya kepada Reuters di dalam stasiun kereta api Hankou, Wuhan.
"Suasana hatiku akan lebih baik, tetapi ketika aku tiba di sana, aku tidak akan ke mana-mana dulu,” akunya."
Pihak berwenang di Hong Kong mengatakan pembatasan sosial di kota itu diperpanjang hingga 23 April.
Meliputi penutupan bar dan pub, serta larangan pertemuan publik lebih dari empat orang. Perpanjangan dilakukan untuk memutus mata rantai virus.
Pemerintah mengatakan ada peningkatan dua kali lipat kasus Corona di Hong Kong selama dua minggu terakhir. Empat orang di bekas koloni Inggris itu meninggal karena COVID-19.
Pembatasan lain yang telah diperpanjang termasuk penutupan pusat kebugaran, bioskop, ruang tamu mahjong, ruang karaoke dan klub malam.
Salon kecantikan dan panti pijat telah ditambahkan ke dalam daftar. Sekolah tetap ditutup, dan banyak orang yang bekerja dari rumah.
Pusat perbelanjaan dan restoran sebagian besar sepi.(Tribunjogja.com/Iwe/xna)