Update Corona di DI Yogyakarta
Dinas Sosial DIY Siapkan Bantuan Logistik bagi Pasien Covid-19 yang Tidak Diterima Masyarakat
Pasien Covid-19 yang menjalani karantina dan tidak diterima di masyarakat direncanakan akan mendapat bantuan logistik.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Pasien Covid-19 yang menjalani karantina dan tidak diterima di masyarakat direncanakan akan mendapat bantuan logistik.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIY, Untung Sukaryadi.
“Logistik untuk yang dikarantina sudah kita persiapkan. Berdasarkan trending-nya kira-kira selama satu bulan menghidupi 250 orang. Untuk kebutuhan makan tiga kali sehari, kesehatan, dan lain-lain,” ujar Untung, Senin (6/4/2020).
Ia menerangkan, pasien karantina Covid-19 yang akan menerima bantuan dari Pemda DIY ini adalah mereka yang tidak diterima masyarakat.
• BREAKING NEWS : Satu Lagi Pelayan Rumah Sakit Positif Covid-19 Meninggal
“Ada yang tidak diterima masyarakat atau keluarga tho? Kalau diterima masyarakat, misalnya yang karantina mandiri itu tanggung jawabnya desa, kabupaten, kota,” tuturnya.
Sementara, lanjut Untung, yang akan ditanggung pemerintah provinsi adalah mereka yang lokasinya sudah ditentukan di titik tertentu.
Untung menambahkan, anggaran sebesar Rp 1,4 miliar telah dialokasikan dari APBD khusus untuk bantuan pasien karantina ini.
Adapun skema awal bantuan akan diberikan selama dua bulan.
Ia menyadari bahwa trending orang yang dikarantina ini terus mengalami kenaikan.
• Kabar Terbaru dr Tirta, Keluar RS Nyanyikan Lagu Karangan Sendiri & Siap Kembali Lawan Virus Corona
“Kita persiapkan. Lebih baik mempersiapkan tapi tidak dilaksanakan, daripada dilaksanakan tapi tidak siap,” tegas Untung.
Ditanya mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Untung mengimbau masyarakat agar menerapkan batasan yang disesuaikan dengan kondisi lokalitas.
“Yang penting sadar bahwa Covid ini bahaya, sadar dampaknya ini. Itu biar mereka (masyarakat) punya suatu wewenang,” jelasnya.
“Misalnya lockdown itu nggak tepat, pembatasan akses itu yang tepat. Pemetaan akses itu satu arah atau dua arah, bisa terkontrol mobilitas (masyarakat). Tapi kalau lockdown betul ya buntu, komunikasi sosialnya buntu, bisa menimbulkan konflik sosial baru. Ini bagaimana kondisi sosial itu bisa stabil,” sambungnya. (TRIBUNJOGJA.COM)