Jawa
Kampung 'Pemulung' di Sudut Kota Sejuta Bunga
Kelurahan juga berusaha agar warga di Kampung tersebut dapat mandiri dan alih profesi dari pekerjaan pemulung.
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Ari Nugroho
Suroso bercerita, ia bersama warga membeli secara patungan tanah seluas 2.000 meter persegi, di tempat kampung Pemulung berdiri, seharga Rp 180 juta dari salah seorang mantan anggota kepolisian yang bertempat tinggal di Tidar Krajan.
Mereka membelinya patungan dengan 27 KK lain, dan mendirikan rumah di sana secara perlahan.
Mulai Juli 2018, warga mulai tinggal di tempat tersebut.
Semula hanya bangunan rumah saja, belum ada listrik dan air. P
enerangan warga menggunakan senthir atau lampu tempel berbahan bakar minyak tanah.
Air harus mencari di tempat lain. Sementara sungai yang mengalir di pinggir kampung saat itu keruh dan tak layak konsumsi.
"Tadinya kita digusur dan diberi waktu empat bulan untuk mencari tempat tinggal yang baru. Hanya saja karena orang susah, mencari uang dengan rosok atau sampah, waktunya tak mencukupi. Namun, ditolong dan diperbolehkan menetap di sini. Alhamdulillah diberikan anugerah, kita bisa menempati tempat ini, walaupun bangunannya, ya ala kadarnya," tuturnya.
• Dua Rumah Warga Rusak Akibat Longsor di Dua Titik di Magelang
Suroso mengatakan, berbagai masalah dihadapi oleh warga kampung tersebut, tetapi warga tak mengeluh.
Mereka mengaku telah terbiasa hidup susah.
Bahkan selama setahun tinggal di situ, mereka bisa bertahan hidup tanpa air dan lampu.
Warga baru menggunakan air selama tiga bulan terakhir, setelah mendapat bantuan dari pemerintah melalui PDAM.
Sementara listrik baru masuk ke kampung tersebut selama dua bulan
Meski demikian, akses jalan menuju kampung masih sulit.
Akses jalan hanya melalui belakang hotel, dan arah selatan melewati sawah-sawah dari kampung Kiringan.
Warga hanya bisa berjalan kaki, kendaraan tak dapat lewat.