Kisah Maria Marseli Guru Honorer 7 Tahun Setia dan Tulus Mengajar di Flores Bergaji Rp75 Ribu/Bulan
Meski gajinya hanya Rp75 ribu per bulan, Maria Marseli tetap setia menjadi guru honorer di Flores. Semua itu ia lakukan demi masa depan murid-muridnya
Kisah Maria Marseli Guru Honorer 7 Tahun Setia Mengajar di Flores.
Gajinya Rp75 Ribu per Bulan

TRIBUNJOGJA.COM - Menjadi guru dengan gaji kecil tak membuat Maria Marseli berhenti menekuni profesinya.
Meski gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Maria Marseli tetap setia menjadi guru di Flores, mengajar di sekolah yang bangunannya tak layak.
Semua itu ia lakukan demi masa depan murid-muridnya. Ia bahkan melakukannya secara tulus.
Menurutnya, jika tidak ada yang mengajar di sekolah itu, masa depan anak-anak didiknya itu pasti suram.
• Kisah Penjual Sepatu Keliling yang Pernah Kehilangan KTP, Mendadak Disebut Punya 2 Mercy 1 Ferrari
Ia mengungkap, anak-anak adalah generasi penerus bangsa ini
Sejak 2013 Maria Marseli (27) menjadi guru honorer di salah satu SD di Desa Persiapan Mahe Kalen, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT, dikutip Tribun Jogja dari kompas.com.
Pertama kali mengajar ia mendapatkan gaji Rp 50.000 per bulan.
Kala itu SD tersebut masih berstatus kelas jauh dari SDN Pigang Bekor.
Baru pada tahun 2014, status sekolah itu menjadi definitif SDN Kepipetik
Setelah tujuh tahun berjalan, Maria masih setia melakoni profesinya sebagai seorang guru.
Sejak status sekolahnya berubah, ia menerima gaji Rp 75.000 per bulan.
Gaji tersebut terkadang baru diberikan setiap 3 atau 6 bulan sekali.
Besaran honor yang diterima guru tergantung dengan masa kerja.
SDN Kepiketik berjarak skeitar 30 kilometer dari Kota Maumere ibu kota Kabupaten Sikka.
"Saya mengabdi dengan tulus di sini"
Maria mengaku bahwa honor Rp 75.000 per bulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sementara sang suami, Mikael Wilson bekerja membajak sawah dan menjual ikan di kampung untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Maria tinggal bersama dengan anak-anaknya.
Menurut Maria, ia bertahan mengabdi di sekolah tersebut demi masa depan muridnya.
"Saya mengabdi dengan tulus di sini. Satu hal yang paling penting adalah masa depan anak-anak. Kalau tidak ada yang mengajar di sini, masa depan anak-anak pasti suram. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa ini," kata Maria.
Untuk menuju SD tersebut bisa menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4.
Namun kondisi jalan menuju sekolah juga cukup memprihatinkan.
"Saya berharap kepada Pemda Sikka agar bisa memperhatikan nasib guru honorer," harap Maria.
Mengajar di bangunan darurat

Maria Marseli (27) mengajar para siswanya di bangunan darurat berlantai tanah, berdinding pelepuh bambu, dan beratapkan seng.
Bangunan darurat tersebut hanya digunakan saat musim kemari.
Selama 4 tahun, gedung sekolah tersebut sangat memprihatinkan.
Atapnya bocor dan dindingnya lapuk termakan usia.
Lubang juga menganga di atap dan dinding bangunan sekolah.
Saat musim hujan tiba, para siswa dan guru akan bergabung di ruangan yang lebih aman.
Martha Matrona, salah seorang guru SDN Kepiketik mengatakan sudah 4 tahun bangunan darurat itu dalam keadaan reyot tanpa perbaikan.
Martha menyebut, bangunan darurat itu sudah tidak layak dipakai untuk aktivias pendidikan.
Tetapi, karena keterbatasan ruangan, bangunan itu tetap digunakan.
"Saat kemarau saja bangunan ini digunakan. Kalau hujan sudah tidak bisa lagi. Air hujan masuk melalui lubang atap dan dinding bangunan," ungkap Martha.
(*/ Tribunjogja.com )
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Nansianus Taris | Editor: Farid Assifa, Aprillia Ika)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "7 Tahun Jadi Guru di Flores dan Digaji Rp 75.000 Per Bulan: Saya Mengabdi dengan Tulus", https://regional.kompas.com/read/2019/11/08/16360021/7-tahun-jadi-guru-di-flores-dan-digaji-rp-75.000-per-bulan--saya-mengabdi?page=all#page2.