Zohri Mengejar Mimpi Besar di Kejuaraan Dunia Qatar
Sprinter tercepat Asia Tenggara, Lalu Muhammad Zohri, berusaha berlari di bawah 10 detik pada Kejuaraan Dunia Atletik 2019.
Sprinter tercepat Asia Tenggara, Lalu Muhammad Zohri, berusaha berlari di bawah 10 detik pada Kejuaraan Dunia Atletik 2019. Zohri sadar itu tak akan mudah, tetapi juga bukan mustahil.
* * *
SPRINTER Lalu Muhammad Zohri berjalan ke tepi lintasan lari di saat rekan-rekannya di pelatnas atletik bersiap menjalani latihan di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019) pukul 07.00.
Atlet berusia 19 tahun itu mengambil pena milik ofisial tim di dekat start block. Dia menggoreskan ujung pena di tangan kiri serta di paha kanan. Goresan itu terbaca ”9,99 Z” di tangan kiri, dan dua tulisan ”9,98 Z” di atas paha kanan.
”Angka-angka ini adalah target waktu yang ingin saya capai di Kejuaraan Dunia Atletik 2019 nanti, sedangkan huruf Z adalah inisial nama saya. Saya ingin lari antara 9,99 detik dan 9,98 detik, jadi orang Asia Tenggara pertama lari di bawah 10 detik. Itu target realistis untuk saya. Kalau memasang target terlalu tinggi, saya takut terlalu sakit jika tidak tercapai,” ujar Zohri tentang makna ”tato” yang diukirnya tersebut.
Ritual membuat ”tato” target waktu itu bukan yang pertama dilakukan Zohri. Pada awal 2018, ia menuliskan 10,22 Z di tangannya. Ketika itu, dia ingin bisa berlari 10,22 detik seperti pelari muda Jepang, Abdul Hakim Sani Brown.
Saat itu, waktu terbaiknya baru 10,32 detik yang diukir saat meraih medali emas Kejuaraan Antar PPLP di Jayapura, Papua, November 2017.
”Tato ini menjadi pengingat dan memberikan motivasi untuk saya supaya berlatih fokus dan lebih keras agar bisa mencapai target itu. Waktu itu, mimpi saya lari 10,22 detik tercapai ketika ikut test event Asian Games 2018 di Jakarta, Februari 2018,” kata pelari asal Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, tersebut.
Target di Bawah 10 Detik
Kini, Zohri coba mengulangi lagi kisah sukses tersebut. Setelah mengikuti perlombaan nomor 200 meter putra yunior (U-20) di Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Stadion Pakansari, Minggu (4/8/2019), ia tancap gas mempersiapkan diri menuju Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar, 27 September-6 Oktober.
Dia ingin mengukir sejarah menjadi orang pertama Asia Tenggara yang lari di bawah 10 detik sekaligus menjadi orang kesembilan Asia yang lari di bawah 10 detik.
Dalam catatan Asosiasi Federasi Atletik Internasional (IAAF), ada delapan pelari 100 meter asal Asia yang sudah menembus waktu di bawah 10 detik.
Yang pertama adalah pelari asal Qatar Samuel Francis yang mengukir waktu 9,99 detik di Kejuaraan Asia Atletik 2007 di Amman, Jordania.
Sedangkan yang terakhir atau kedelapan adalah pelari asal Jepang, Yuki Koike, dengan rekor 9,98 detik di Muller Anniversary Games 2019 di London, Inggris.
Hal itu bukan tidak mungkin dicapai Zohri. Pelari kelahiran 1 Juli 2000 itu berkembang sangat pesat dalam dua tahun terakhir. Namanya mulai muncul ketika menjuarai nomor 100 meter Kejuaraan Asia Atletik Yunior 2018 di Gifu, Jepang, dengan waktu 10,27 detik. Setelah itu, ia terus melejit.
Zohri menjuarai nomor 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik Yunior 2018 di Tampere, Finlandia, dengan waktu 10,18 detik.
Kemudian, ia memecahkan rekornas Suryo Agung Wibowo dengan waktu 10,17 detik menjadi 10,15 detik di semifinal, kemudian menjadi 10,13 detik ketika meraih perak Kejuaraan Asia Atletik 2019 di Doha.
Tak lama, ia mempertajam rekornya menjadi 10,03 detik ketika meraih perunggu Grand Prix Seiko Golden 2019 di Osaka, Jepang. Raihan di Jepang itu memastikan Zohri lolos limit Kejuaraan Dunia 2019 (10,10 detik), dan Olimpiade Tokyo 2020 (10,05 detik).
Tak Pernah Puas
Zohri punya modal besar untuk sukses. Sebab, ia bukan atlet yang cepat puas. Hal itu terlihat dalam kesehariannya saat berlatih. Ia punya inisiatif untuk selalu menanyakan hasil latihannya kepada pelatih.
Jika ada kekurangan, dia ingin langsung memperbaikinya. Bahkan, tak segan dirinya meminta waktu latihan tambahan untuk membenahi kekurangan yang ada.
Seusai latihan mobilitas (peregangan otot) selama pukul 07.00-07.30, Senin (23/9/2019), Zohri secara spontan meminta kepada pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini agar dirinya diberi tambahan waktu untuk mematangkan teknik start block. Padahal, hari itu, jadwalnya hanya latihan mobilitas.
”Selama ini, start block saya masih jelek sehingga saya lambat di awal-awal. Mumpung masih latihan, saya mati-matian ingin memperbaikinya. Saya lebih baik berdarah-darah saat latihan dibanding gagal saat perlombaan,” tutur Zohri yang menjadi unggulan ke-25 dari 72 sprinter di Kejuaraan Dunia.
Eni pun menginstruksikan asisten pelatihnya, Erwin Renaldo Maspaitella, untuk mendampingi Zohri melakukan latihan tambahan itu.
Zohri melakukan lima sesi latihan start block dengan serius. Tatap matanya begitu tajam setiap kali memulai sesi. Keseriusannya membuahkan hasil positif, terutama di percobaan terakhir.
Setiap sudut tangan, kaki, hingga punggungnya sudah sesuai teori baku start block. Tinggal kepalanya yang masih sering menunduk saat langkah ketiga.
”Ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Namun, dia tetap harus terus diingatkan agar kepala tidak menunduk. Sebab, hal itu turut membuat kecepatan tidak optimal,” ujar Eni.

Sepekan ini, grafik Zohri begitu menjanjikan. Pada tes lari 100 meter dengan flying start, Sabtu (21/9/2019) pagi, ia membukukan waktu 9,36 detik ketika diukur dengan metode manual hand time, dan 9,45 detik saat diukur dengan sensor pengukur waktu otomatis.
Secara teori, flying start lebih cepat 0,6 detik dibandingkan start block. Artinya, catatan waktunya masih di kisaran 9,96 detik-10,05 detik. ”Positifnya, itu menandakan Zohri masih bisa mempertahankan grafik terbaiknya di kisaran 10,03 detik,” kata Eni. (Kompas.ID/ Adrian Fajriansyah)