Kisah Pemuda Sragen Berbobot 140 Kg, Pernah Nyemplung Septik Tank dan Motor yang Dinaiki Turun Mesin

Kisah Pemuda Asal Sragen Berbobot 140 Kg, Cerita Lucu Kecemplung Septik Tank Hingga Naik Motor Langsung Turun Mesin

ist
Kisah Pemuda Asal Sragen Berbobot 140 Kg, Cerita Lucu Kecemplung Septik Tank Hingga Naik Motor Langsung Turun Mesin 

Kisah Pemuda Asal Sragen Berbobot 140 Kg, Cerita Lucu Kecemplung Septik Tank Hingga Naik Motor Langsung Turun Mesin

TRIBUNJOGJA.COM, SRAGEN - Kisah seseorang yang mengalami obesitas juga terjadi di Sragen, Jawa Tengah. Seorang pemuda asal Sragen bernama Sungadi memimili bobot badan 1,4 kuintal alias 140 kilogram. 

Namun meski memiliki bobot hingga satu kuintal lebih, pemuda 21 tahun ini sama sekali tak mengalami kendala dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Ada cerita lucu bagaimana awal mula Sungadi punya bobot berlebih hingga pernah punya pengalaman keceplung septik tank yang ambrol.

Berikut kisah Sungadi yang dikutip tribunjogja.com dari tribunsolo.com.

Sungadi adalah anak kelima dari pasangan Suwarno (59) dan Tukiyem (58). Ia dan orangtuanya tinggal di rumah sederhana di Dukuh Jurang, Desa Sono, Kecamatan Mondokan.

Selama ini Sungadi hanya tinggal bersama ayahnya.

Mereka tinggal di sebuah rumah berdinding sekat bambu berukuran 13 meter kali 7 meter di dukuh itu.

Rumah tersebut merupakan milik mertua atau orang tua dari istrinya, Tukiyem (58).

Suwarno mengatakan, istrinya meninggalkan Sungadi sejak usia 2 tahun karena untuk membantu perekonomian keluarga dan bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik pengolahan lombok di Solo.

"Saat usia Sungadi masih 2 tahun, ditinggal bekerja ke Solo, jadi saya urus Sungadi sendiri hingga sekarang," terang Suwarno kepada TribunSolo.com, Sabtu (21/9/2019).

"Waktu kecil tidak pernah minum susu, karena pendapatan keluarga cukup susah," aku dia membeberkan.

Bahkan demi menyambung hidup, Tukiyem pindah bekerja dari buruh pabrik.

"Ikut penjual makanan di daerah Pasar Nusukan, Solo, ia masak soto dan bakwan," ungkap dia.

Selama ini lanjut dia, anaknya tidak pernah minder dan mengeluh meskipun bobot tubuhnya terus mengalami kenaikan hingga kini telah mencapai 1,4 kuintal.

"Tidak minder, hanya mengeluh kalau kecapean saja, bukan mengeluh soal kondisinya," aku dia.

Suwarno kemudian memaparkan, setiap enam bulan sekali istrinya baru bisa pulang ke rumah.

"Beberapa hari lalu pulang ke sini, tapi sudah balik ke Solo hari ini," paparnya.

Sementara kakak-kakak Sungadi diketahui sudah berkeluarga, sehingga menetap di berbagai daerah.

Kakak laki-laki pertama dan ketiga Sungadi kini tinggal di Kabupaten Klaten.

Kakak laki-laki kedua Sungadi kini tinggal di Semarang dan bekerja sebagai guru les dengan sampingan penjual bakso.

"Kakak perempuan Sungadi tinggal di Tangerang, Banten," tutur Suwarno membeberkan.

Minum Es

Sungadi mengaku kebiasannya gemar makan membuat berat badannya naik. Ia sangat gemar menyantap makanan dan minum es.

"Sehari, saya bisa makan sampai lima kali," terang Sungadi. 

"Saya sukanya makan bakso dan minum minuman dingin, air putih dingin dan es multivitamin," imbuhnya membeberkan.

Di balik tubuhnya yang sangat gemuk, Suwarno membeberkan jika anaknya yang tinggal serumah dengannya selama ini seakan menyempitkan ruang geraknya.

Terutama lanjut dia, saat akan bangun dari tidurnya hingga keperluan mandi dan buang air besar di toilet.

Mengingat bobot badannya yang cukup besar, membuat Sungadi nyaris celaka karena amblas dan masuk ke tempat pembuangan kotoran (septic tank) kala ke toilet.

"Jadi WC yang didudukinya ambrol, karena tidak kuasa menahan berat badannya," ungkap Suwarno.

"Tetapi tidak apa-apa, meskipun saat mengeluarkanya kita kesulitan," jelas dia membeberkan.

Saat itulah lanjut Suwarno, bagian toilet di dalam rumahnya dibangun dengan cor-coran agar kuat saat digunakan anaknya yang ditinggal oleh ibunya sejak usia 2 tahun itu.

Karena ibu dari Sungadi hingga kini banting tulang ikut bekerja dengan penjual makanan di daerah Pasar Nusukan, Solo.

"Saya perbaiki WC-nya, hanya toilet yang akhirnya kami tembok," aku dia.

Sebagai ayah, Suwarno pernah berusaha untuk membuat anak kesayangannya memiliki badan ideal seperti anak-anak lainnya.

Bahkan dia merinci pernah membujuk anaknya diperiksa, sehingga pernah diambil darah untuk cek penyakit yang dideritanya, sampai enam sampel darah yang diambil.

"Sungadi bahkan saat mau diambil darahnya minta dibelikan ponsel," paparnya.

"Tapi saya lupa waktunya, kalau tidak salah dari petugas puskesmas," ujar dia menegaskan.

Hasilnya lanjut dia, jika Sungadi tidak memilki penyakit apapun, termasuk penyakit gula karena kondisi bobot badannya tidak biasa.

"Ya kami berharap ada uluran tangan pemerintah, agar berupaya membuat anak kami memiliki berat idel," harap dia. 

Buruh Bangunan

Meski obesitas, Sungadi tetap harus banting tulang membantu ayahnya di sebuah proyek pembangunan rumah.

Proyek itu berada kurang lebih sekira 300 meter di sebelah barat rumahnya. 

Ayah Sungadi, Suwarno (59) menerangkan, anaknya biasa berangkat dari rumah sekitar pukul 07.00 WIB. 

Meskipun tubuhnya dikatakan tidak biasa dibandingan orang seusianya, tetapi Sungadi tampak giat dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya di tempat dia bekerja.

"Kalau berangkat biasanya jalan kaki dan tidak pernah pakai sandal," terang Suwarno kepada TribunSolo.com, Sabtu (21/9/2019).

Suwarno kemudian mengungkapkan, alasan Sungadi tidak pernah memakai sandal karena ia takut terpeleset saat jalan di tanjakan akibat tidak kuat menahan berat badannya yang saat ini telah mencapai 1,4 kuintal.

"Itu membuat telapak kakinya kapalan dan pecah-pecah," ungkap dia.

Adapun Sungadi selama ini bekerja dari pagi hingga sore hari.

Tetapi pada pukul 11.30 WIB dirinya kembali ke rumah untuk istirahat, makan siang dan mandi. 

"Habis itu dia berangkat lagi ke proyek pembangunan sekitar jam dua siang, lalu pulang jam enam sore," terang Suwarno. 

Tidak Sekolah

Dia menambahkan, anaknya juga terpaksa tidak pernah mengenyam dunia pendidikan.

"Ya, itu karena jaraknya jauh dan sepeda motor milik saya tidak kuat untuk memboncengkannya sampai ke sekolah," paparnya.

Suwarno hanya memiliki sepeda motor Honda Supra X warna hitam buatan tahun 2000.

"Itu pernah sekali buat memboncengkan Sungadi, habis itu langsung turun mesin," aku Suwarno. 

"Bahkan kalau sepeda motor saya dinaiki Sungadi, shockbreakernya langsung turun saking beratnya," imbuhnya membeberkan. 

Sungadi membenarkan, faktor jarak menjadi satu di antaranya sehingga dia tidak mengenyam bangku pendidikan.

Akhirnya, Sungadi tidak mengenyam bangku sekolah seperti anak-anak lainnya hingga usia 21 tahun ini. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Kisah Sungadi Berbobot 1,4 Kuintal dari Sragen, Nahas Pernah Masuk Septic Tank karena WC Ambrol

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved