Mengunjungi Ponpes Manula Masjid Agung Payaman Magelang, Usia Para Santrinya Mulai 50-100 Tahun

Ada juga yang sudah lanjut usia,usia 50 hingga 100 tahun lebih masih menjadi santri Pondok Pesantren Sepuh Masjid Agung Payaman Magelang

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com | Rendika Ferri K
Santri-santri lanjut usia Pondok Pesantren Sepuh di Masjid Agung Payaman, Kabupaten Magelang, sedang membaca ayat suci Alquran, Kamis (9/5/2019). 

"Kita semua hanya menunggu antrian, kapan dipanggil kita tidak akan tahu. Di pondok sepuh ini, para santri sepuh ingin mencari bekal yang dapat dibawa saat antrian mereka tiba. Antrian dalam hal ini adalah kematian,"

SAYUP sayup  bacaan ayat suci Alquran terdengar merdu di antara bisingnya deru kendaraan yang melintas di Jalan Magelang-Semarang. Tampak sebuah masjid di pinggir jalan yang ramai oleh orang-orang tua.

Mereka dengan khusyuk membaca kitab suci Alquran, sementara lainnya dengan khidmat menyimak. Ada juga beribadah salat, atau sekadar istirahat di serambi.

Mereka adalah para santri-santri lanjut usia dari Pondok Pesantren Sepuh di Masjid Agung Payaman, Kabupaten Magelang.

Santri memang selalu identik dengan anak-anak muda yang belajar serta mendalami agama Islam di sebuah pesantren. Mereka kebanyakan pemuda ataupun pemudi yang berusia sekitar 20-30 tahun.

Namun ternyata, tak semua santri dari anak-anak muda, ada juga yang sudah lanjut usia, dengan usia 50 hingga 100 tahun lebih yang hingga hari ini masih menjadi santri.

Seperti di Masjid Agung Payaman, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, para santri lanjut usia atau santri 'sepuh' datang dari berbagai penjuru tanah air.

Mereka belajar dan mendalami agama islam di salah satu pondok pesantren di sana, yakni di Pondok Pesantren Sepuh Masjid Agung Payaman, Magelang.

Pendaftaran Beasiswa LPDP Kemenkeu via Beasiswalpdp.kemenkeu.go.id Klik Disini

Santri-santri lanjut usia dari Pondok Pesantren Sepuh di Masjid Agung Payaman, Kabupaten Magelang, tengah mengaji ayat suci Alquran, Kamis (9/5/2019).
Santri-santri lanjut usia dari Pondok Pesantren Sepuh di Masjid Agung Payaman, Kabupaten Magelang, tengah mengaji ayat suci Alquran, Kamis (9/5/2019). (Tribunjogja.com | Rendika Ferri K)

Layaknya santri, mereka menginap di masjid dan pondok pesantren, belajar agama islam di sana, mengaji kitab, mendengarkan kyai, menunaikan segala peribadatan, dan
menjalankan aktivitas hidup di sana.

Dari memasak, mencuci, mandi, makan, dan banyak lainnya, semua dilakukan secara mandiri, baik mondok di pondokan, atau cukup di serambi masjid.

Pengasuh Pondok Pesantren Sepuh, KH Muhammad Tibyan AM, menuturkan, pesantren sepuh ini sudah ada sejak dahulu kala, bahkan sebelum era kemerdekaan, dan masih berdiri
sampai saat ini, dimana di pondok sepuh ini, para santrinya adalah orang-orang yang sudah lanjut usia (manula).

Dikatakannya, setahun sekali, pada bulan Ramadan, ratusan santri sepuh dari berbagai daerah ini berdatangan ke pondok sepuh di Masjid Agung Payaman ini untuk mengikuti pesantren.

Tujuannya sudah jelas untuk mendalami agama islam, beribadah dan menuai pahala, serta mencari bekal untuk mati dan di hari akhir.

Pada Ramadan ratusan santri sepuh dari berbagai daerah ini berdatangan ke pondok sepuh di Masjid Agung Payaman 
, Kamis (9/5/2019).
Pada Ramadan ratusan santri sepuh dari berbagai daerah ini berdatangan ke pondok sepuh di Masjid Agung Payaman , Kamis (9/5/2019). (Tribunjogja.com | Rendika Ferri K)

"Kita semua hanya menunggu antrian, kapan dipanggil kita tidak akan tahu. Di pondok sepuh ini, para santri sepuh ingin mencari bekal yang dapat dibawa saat antrian
mereka tiba,"

"Antrian dalam hal ini adalah kematian. Kita menyadari bahwa semua akan menuju ke 'Rumah Idaman', yakni lobang ukuran satu kali dua meter dengan kedalaman 1,5 meter, yakni ke alam kubur, untuk itu di sini kita mempersiapkan bekal sebaik-baiknya," ujar KH Muhammad Tibyan.

Para santri sepuh ini datang dari penjuru tanah air. Ada yang datang dari Jakarta, Bandung, Surabaya, bahkan dari Jayapura, Papua. Mereka jauh-jauh datang untuk
menimba ilmu agama, dan mengisi hari tuanya dengan ibadah.

Tahun 2019 ini sendiri ada sebanyak 280 santriwan dan santriwati yang datang mengikuti pesantren sepuh ini.

Berbagai kegiatan yang dilakukan para santri sedari pagi, mereka harus bangun pukul 03.00 WIB dini hari, untuk sahur dan melaksanakan salat subuh. Pukul 06.00-07.00,
kuliah subuh dari para kyai setempat.

Dilanjut pengajian sampai sebelum dhuhur, dan ashar. Mereka pun dapat istirahat, tidur atau mencuci pakaian, dan beraktivitas seperti biasa.

Kegiatan dilanjut bakda magrib dengan berbuka puasa dan sembahyang magrib.

Bakda isya mereka melaksanakan tadarus hingga pukul 11.00 WIB. Istriharat sebentar, pukul 01.00 WIB mereka harus bangun lagi untuk melaksanakan salat hajat, salat tahajud, salat tasbih dalam waktu qiyamul lail.

"Mereka dapat menginap di pondok-pondok yang telah disediakan di sekitar masjid, atau cukup tidur di serambi masjid.

Pada Ramadan 2019 ada sebanyak 280 santriwan dan santriwati yang datang mengikuti pesantren sepuh dari penjuru tanah air, Kamis (9/5/2019)
Pada Ramadan 2019 ada sebanyak 280 santriwan dan santriwati yang datang mengikuti pesantren sepuh dari penjuru tanah air, Kamis (9/5/2019) (Tribunjogja.com | Rendika Ferri K)

Kegiatan dipusatkan di Masjid Agung Payaman, dengan berbagai aktivitas dari tadarus, tarawih, kajian, dan beribadah secara tekun," kata KH Muhammad Tibyan.

Salah satu santri, Sholikin Ruslan (68), dari Jakarta, menuturkan, dirinya sengaja ikut pesantren sepuh ini untuk mengisi waktu di hari-hari tuanya dengan kegiatan yang baik dan ibadah.

Ia ingin mengumpulkan bekal yang akan dibawanya sampai akhir hayatnya.

"Selagi masih hidup, saya ingin mengisi waktu saya dengan ibadah dan belajar agama. Sebagai bekal nanti di hari akhir saya," katanya.

Santriwati lain, Ida Aryani (58), dirinya jauh-jauh datang dari Jayapura, Papua, ke Magelang, untuk dapat mengikuti Pesantren Sepuh ini.

Ia merupakan pensiunan PNS, dan untuk mengisi waktu di hari tuanya, ia mengikuti kegiatan pesantren sepuh, dengan ibadah dan belajar agama.

"Saya dahulu kerja sebagai PNS terus sudah pensiun, terus mau apalagi, jadi ikut kegiatan pesantren. Ini baru pertama kalinya. Saya menyesuaikan diri karena di sini
bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa,” katanya.( Tribunjogja.com | Rendika Ferri K )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved