Kota Yogyakarta
Mengintip Potensi Kebun Plasma Nutfah Pisang Kota Yogyakarta
Kebun Plasma Nutfah Pisang Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta menyuguhkan 350 varietas pisang.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kebun Plasma Nutfah Pisang Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta menyuguhkan 350 varietas pisang.
Mulai dari pisang unggulan yakni Pisang Raja hingga pisang hias yang biasa ditanam di rumah hingga hotel.
Apa saja cerita yang tersimpan di sana?
Seluas 2 hektare lahan yang menjadi rumah bagi ratusan pisang di wilayah sisi selatan Kota Yogyakarta tersebut.
Kebun Plasma Nutfah Pisang yang diinisiasi sejak tahun 1900-an oleh mendiang Raden Ayu Siti Hartinah atau yang akrab disapa Tien Soeharto tersebut, berdiri di lahan seluas 2 hektare.
Dilengkapi dengan laboratorium khusus, tempat tersebut juga memungkinkan membuat puluhan bahkan ratusan tunas pisang dari satu pohon.
Memanfaatkan kultur jaringan, para ahli memotong bonggol pisang yang lantas dibiakkan menjadi varietas unggulan.
Baca: Korea Selatan Bisa Produksi Pisang Berkat Perubahan Iklim
Petugas Teknis Lab Kultur Jaringan, Ani Widiastuti menjelaskan bahwa butuh beberapa tahapan dengan cara kultur jaringan hingga akhirnya tunas pisang siap ditanam di media tanah.
Tahap pertama yakni memotong bonggol pisang sepanjang 2 cm.
Pada tahap tersebut, bakal tunas tersebut mendapat perlakuan steril.
Selanjutnya, bakal tunas pisang tersebut diharuskan tinggal di lab selama berbulan-bulan.
"Kita letakkan di media khusus, lalu setiap bulan kita potong. Ada penambahan hormon juga untuk mempercepat pertumbuhan," bebernya, Senin (28/1/2019).
Ia mengatakan, tingkat keberhasilan dari kultur jaringan tersebut sangat tinggi.
Bila dihitung prosentase keberhasilannya lebih dari 95 persen.
Adapun varietas pisang yang sering dikembangbiakkan dengan kultur jaringan meliputi Pisang Raja Bagus, Ambon, Kepok, Cavendis, dan Mas.
"Pisang Raja itu tunasnya tidak sebanyak jenis pisang lain. Melalui kultur jaringan ini, jumlahnya bisa diperbanyak dengan cepat," bebernya.
Baca: Bantu Turunkan Berat Badan hingga Cegah Diabetes, Ini Manfaat Makan Pisang bagi Tubuh
Meski demikian, Ani tak memungkiri terdapat beberapa kendala untuk mengembangkan kultur jaringan di Kebun Plasma Nutfah Pisang di sana.
Mulai dari SDM yang terbatas hingga tempat yang dinilai masih terlalu sempit untuk menampung kultur jaringan dalam jumlah yang lebih besar dari saat ini.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Sugeng Darmanto mengatakan bahwa keunggulan dari kultur jaringan yakni menghasilkan tunas pisang dengan umur yang seragam, satu pohon bisa ditumbuhkan hingga ratusan, bebas dari penyakit, dan memiliki rasa yang sesuai dengan induknya.
"Pisang Raja cenderung anakannya sedikit, bisa banyak dengan kultur," ucapnya.
Ia menuturkan permintaan pasar akan tunas hasil kultur jaringan banyak, meski masih lebih banyak warga yang membeli tunas pisang bukan dari kultur jaringan.
"Karena persepsi warga, lebih mantep kalau lihat tunas yang sudah tinggi," tuturnya.
Baca: Musa Ingens, Pohon Pisang Raksasa di Papua yang Bisa Tumbuh Hingga Setinggi 25 Meter!
Dalam setiap harinya, Sugeng mengungkapkan bibit pisang yang terjual sebanyak 50 bibit pisang tunas dan 20 bibit hasil kultur jaringan.
"Bagi yang punya lahan bisa membeli langsung ke kami, tunas maupun kultur. Tunas ambil langsung di kebun. Harganya murah, tunas tinggi 1 meter harganya Rp 8 ribu, kultur jaringan juga sama harganya," ucapnya.
Ia menuturkan, lahan pertanian di Kebun Plasma Nutfah Pisang tersebut sudah selama 20 tahun menjadi rumah bagi para pisang.
Tak heran bila buahnya tak sebesar bila ditanam di lahan lain yang notabene baru pertama kali ditancapi pohon pisang.
"Lahannya sudah terlalu penat. Butuh waktu yang lama untuk menyuburkan lahan ini lagi," ucapnya.
Sugeng menyebutkan, tak hanya menjual bibit pohon pisang, di Kebun Plasma Nutfah Pisang juga menyediakan berbagai olahan pisang.
Di antaranya adalah kerupuk bonggol pisang, keripik pisang, tepung pisang, dan sari minuman pisang.
"Minuman ini bukan sirup. Jadi sari pisang. Seperti jus pengolahannya. Tanpa pengawet. Jadi harus disimpan di lemari pendingin," ucapnya.
Sugeng pun mengatakan pihaknya menerima kunjungan dari berbagai elemen masyarakat, baik pelajar, mahasiswa, maupun kelompok UMKM dan petani.
Hal tersebut dimungkinkan karena pada dasarnya Kebun Plasma Nutfah Pisang tersebut juga difungsikan sebagai media pembelajaran.
"Kami menerima kunjungan setiap Selasa dan Kamis. Mereka yang berkunjung juga bisa membeli produk olahan di sini. Harganya dangat terjangkau, yang paling murah ada Rp 500," tandasnya.(TRIBUNJOGJA.COM / Kurniatul Hidayah)