Pendidikan
Turunkan Angka Kekerasan Perempuan, Yohana Ingin Gandeng Perguruan Tinggi
Turunkan Angka Kekerasan Perempuan, Yohana Ingin Gandeng Perguruan Tinggi
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Hari Susmayanti
Laporan Reporter Tribun Jogja Noristera Pawestri
TRIBUNJOGJA.COM - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise menyampaikan, satu dari tiga perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual.
Bahkan 1 dari 10 perempuan pernah mengalaminya dalam 12 bulan terakhir.
Oleh karena itu, untuk menurunkan angka kekerasan fisik dan seksual, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berencana melaksanakan program untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Program kita, akhiri kekerasan terhadap perempuan, akhiri perdagangan manusia dimana perempuan dan anak jadi korban, dan akhiri kesenjangan ekonomi bagi perempuan,” kata Menteri Yohana melalui keterangan tertulis yang diterima Tribunjogja.com.
Baca: Ketua LPSK: Kasus UGM Harus Diselesaikan Secara Hukum
Dalam kuliah umum Gender Equality Dalam Era Digital Innovation di UGM, Jumat (9/11/2018), Yohana mengatakan untuk menurunkan angka kekerasan perempuan dan anak, pihaknya menggandeng warga kampus untuk berkomitmen menjadi kampus yang responsif gender.
“Harus kita dorong universitas harus responsif gender,” kata Yohana.
Menurutnya, program yang sama sudah dilakukan di 10 ribu sekolah di Indonesia yang sudah melaksanakan program sekolah responsif gender.
“Kami akan meluncurkan beberapa universitas untuk responsif gender, tidak ada lagi kejahatan dan kekerasan perempuan dan anak,” lanjutnya.
Soal kekerasan pada anak, kata Menteri, kuncinya ada pada keluarga.
Menurut dia, orang tua harus responsif untuk melindungi anaknya jangan sampai melakukan perbuatan dan perilaku yang menyimpang.
Baca: Menengok KBA di Desa Wisata Kemuning di Gunungkidul
“Jangan sampai melakukan hal yang salah dalam kehidupan mereka, seperti kebiasaan mengisap lem aibon atau zat adiktif lainnya, apalagi mengkonsumsi air rebusan pembalut,” ucapnya.
Selain soal kekerasan perempuan dan anak, Menteri Yohana juga menyoroti angka partisipasi kerja perempuan yang mengalami penurunan.
Ia menyebutkan, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan saat ini sebesar 48,87 persen dibanding laki-laki mencapai 82,71 persen.
Menurutnya, ada kecenderungan perempuan setelah lulus pendidikan memilih bekerja di sektor domestik.
Padahal pemerintah menargetkan pada 2030, angka kesetaraan gender dimana rasio perempuan dan laki-laki adalah sama.
Baca: Ketua LPSK Hadiri Kegiatan Sosialisasi Penegakan Hukum di LKBH UII
“Setelah lulus perempuan banyak lari ke domestik. Yang saya sayangkan, biaya yang keluar selama pendidikan apabila semua masuk ke domestik. Tantangan saya membawa 126 juta perempuan Indoensia ke program planet 50:50 pada tahun 2030,” ujar Menteri Yohana
Untuk mendukung kesetaraan gender melalui program planet 50:50 itu, pihaknya akan menggandeng universitas untuk mendorong alumninya yang perempuan bekerja di sektor publik.
“Saya akan cari universitas mana yang sampai 50:50 atau provinsi mana yang sampai 50:50,” katanya.
Menurut dia, perempuan berpotensi untuk memberikan kontribusi pada sektor perekonomian.
Selama ini kontribusi perempuan pada ekonomi baru sebesar 35,53 persen.
Apabila tingkat partisipasi angkatan kera perempuan dinaikkan menjadi 64 persen seperti Thailand, Menteri Yohana mengatakan, akan terdapat 20 juta angkatan kerha semi-skilled dan skilled baru. (tribunjogja)