Lima Fakta Seputar Ratna Sarumpaet - Seorang Aktivis, Pecinta Seni Hingga Mendirikan Teater

Ratna Sarumpaet saat ini menjadi sorotan masyarakat luas karena membuat berita bohong

Penulis: say | Editor: Muhammad Fatoni
Twitter/Ratnaspaet
Ratna Sarumpaet mundur dari Tim Kampanye Prabowo-Sandi 

TRIBUNJOGJA.COM - Ratna Sarumpaet saat ini menjadi sorotan masyarakat luas, karena membuat berita bohong bahwa dirinya dianiaya sejumlah orang tak dikenal, pada 21 September 2018.

Ratna Sarumpaet juga ditangkap polisi di Bandara Soekarno Hatta Kamis (4/10/2018) malam, saat hendak bertolak ke Chile.

Akhir-akhir ini, masyarakat mungkin mendengar berita kurang menyenangkan dari wanita 70 tahun itu.

Beberapa bulan lalu, ibu dari artis Atiqah Hasiholan ini juga dikabarkan menelepon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, setelah mobilnya diderek petugas Dinas Perhubungan.

Baca: Kasus Ratna Sarumpaet, Polisi akan Periksa Amien Rais dan Ungkap Hasil Penggeledahan

Baca: Deretan Fakta Detik-Detik Sebelum Polisi Tangkap Ratna Sarumpaet Sebelum Terbang ke Luara Negeri

Baca: Bohong Soal Kasus Penganiayaan, Ratna Sarumpaet Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara

Baca: Status Ratna Sarumpaet Sudah Tersangka, Ditangkap Saat Hendak Ke Chile

Namun dalam perjalanan kariernya, rupanya Ratna adalah seorang pecinta seni, yang sangat tegas membela kaum tertindas.

Berikut beberapa fakta tentang Ratna Sarumpaet, seperti TribunJogja.com kutip dari berbagai sumber :

1. Lahir di Tapanuli Utara

Ratna lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, pada 16 Juli 1948.

Ia merupakan anak ke-5 dari sembilan bersaudara, dari pasangan Saladin Sarumpaet, Menteri Pertanian dan Perburuhan dalam kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Julia Hutabarat.

Ratna sarumpaet
Ratna sarumpaet (Warta Kota)

2. Pernah Belajar Arsitektur

Ratna muda pernah belajar arsitektur di Universitas Kristen Indonesia.

Namun, ia kemudian tertarik dengan kegiatan seni yang dipimpin oleh W.S Rendra.

Ratna akhirnya tak meneruskan kuliahnya dan memilih untuk bergabung di grup seni tersebut.

3. Mendirikan Teater Satu Merah Panggung

Pada tahun 1947, Ratna mendirikan Teater Satu Merah Panggung, yang melakukan adaptasi karya-karya asing seperti Rubaiyat Omar Khayyam serta Romeo and Juliet dan Hamlet karya William Shakespeare.

Selanjutnya, ia terlibat aktif dalam berbagai pementasan teater.

Baca: Ratna Sarumpaet Ditangkap Polisi di Bandara Soetta

Baca: Ratna Sarumpaet Bayar Operasi Plastik Lewat Nomor Rekening Sumbangan Toba

Baca: Inilah Isi Lengkap Surat Pengunduran Diri Ratna Sarumpaet dari Tim Pemenangan Prabowo-Sandi

4. Merambah ke Televisi dan Layar Lebar

Ratna menikah dengan Ahmad Fahmy Alhady, tetapi akhirnya bercerai karena terjadi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menimpanya.

Dari pernikahan itu, Ratna dikaruniai empat buah hati yaitu Mohamad Iqbal, Fathom Saulina, Ibrahim dan Atiqah Hasiholan.

Pada tahun 1991, Ratna bekerja sebagai sutradara di serial televisi Rumah Untuk Mama, yang tayang di TVRI.

Hampir dua dekade kemudian, yakni pada tahun 2009, Ratna membuat skenario dan menyutradarai film Jamila dan Sang Presiden.

Cerita film ini berawal dari keprihatinannya terhadap perdagangan anak di Indonesia yang marak.

Ia mengunjungi enam provinsi dan mengetahui bahwa kabar tersebut memang benar.

Sebelum mengadaptasinya ke film, Ratna menulis naskah drama terlebih dahulu dengan judul "Pelacur dan Sang Presiden", yang dipentaskan di lima kota besar di Indonesia.

Prabowo Subianto dan Ratna Sarumpaet
Prabowo Subianto dan Ratna Sarumpaet (twitter.com/fadlizon)

Film Jamila dan Sang Presiden juga mendapat perhatian di berbagai festival film internasional.

Jamila dan Sang Presiden mendapatkan dua penghargaan di Vesoul Asian International Film Festival, yakni Youth Prize dan Public Prize.

Di Asiatica Film Mediale Festival, Roma, fiml garapan Ratna Sarumpaet ini mendapatkan NETPAC Award.

Lalu pada 2010, film Jamila dan Sang Presiden diterima oleh panitia Academy Awards ke-82, sebagai film yang mewakili Indonesia dalam kategori Film Berbahasa Asing Terbaik.

5. Aktif Membela Kaum Tertindas

Pada tahun 1993, seorang buruh bernama Marsinah ditemukan tewas dalam kondisi memprihatinkan.

Ia diduga sengaja dibunuh oleh orang-orang tertentu.

Kasus Marsinah membuat Ratna menjadi aktif secara politik.

Ia menulis naskah pementasan berjudul "Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah" pada tahun 1994.

Setelah itu, Ratna membuat karya bernuansa politik, yang mengandung kritikan terhadap rezim Orde Baru.

Pada tahun 1997, Ratna dan grupnya juga memimpin protes pro-demokrasi, yang menuntut Soeharto turun.

Lalu tahun 1998, Ratna ditangkap dan dipenjara selama 70 hari, karena dituduh menyebarkan kebencian dan menghadiri pertemuan politik "anti-revolusioner".

Ia baru dibebaskan sehari menjelang Presiden Soeharto mundur. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved