Mengenal Asal-usul Kebo Bule Kyai Slamet, Kerbau yang Dikeramatkan di Kraton Kasunanan Solo

Disebut kerbau bule karena wujud fisiknya yang berwarna putih agak kemerah-merahan.

Editor: Muhammad Fatoni
Tribunnews.com
Kebo Bule keturunan Kyai Slamet 

TRIBUNJOGJA.COM - Tanggal 1 Suro menjadi tanda hari pertama dalam kalender Jawa.

Momen ini bertepatan dengan 1 Muharram yang ada dalam kalender hijriyah.

Bulan Suro ini menjadi bulan istimewa sekaligus dikeramatkan bagi masyarakat Jawa.

Pada momen 1 Suro ini banyak masyarakat Jawa melakukan beberapa tradisi yang sudah turun-temurun.

Baca: Tahun Baru Hijriyah, Inilah 12 Amalan Mulia di Bulan Muharram Selain Puasa Asyura dan Tasua

Baca: Doa Menyambut Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram 1440 H - Seperti Ini Lafal Doa Serta Maknanya

Hal ini bisa dijumpai di Kota Solo, Jawa Tengah.

Di kota kelahiran Presiden Joko Widodo ini memiliki tradisi unik yang dilakukan setiap malam 1 Suro.

Ritual tradisi diselenggarakan oleh Keraton Kasunanan.

Tradisi ini begitu sakral dan dikeramatkan.

Pada tahun ini, 1 Suro Be 1952 jatuh pada tanggal 11 September 2018.

Tradisi dalam keraton adalah kirab pusaka yang digelar pada malam satu suro.

Aktor utama pada kirab sakral tersebut adalah beberapa kerbau bule.

Disebut kerbau bule karena wujud fisiknya yang berwarna putih agak kemerah-merahan.

Kerbau milik Keraton Kasunanan ini bukan sembarang kerbau.

Kerbau bule tersebut bernama Kyai Slamet yang hingga kini telah memiliki beberapa keturunan.

Baca: Bacaan Doa Awal Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 hijriyah

Baca: Mengapa Malam 1 Suro Dikaitkan dengan Hal Mistik? Ini Sejarah dan Asal-usulnya dalam Budaya Jawa

Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas Said, Kyai Slamet adalah hadiah dari Kyai Hasan Besari asal Tegalsari, Ponorogo untuk Raja Kasunanan, Pakubuwono II.

Kerbau diperuntukkan sebagai cucuk lampah pusaka keraton.

Cucuk lampah merupakan sebutan untuk posisi yang berada di barisan terdepan.

Dalam hal ini kerbau bule mengawali perjalanan pusaka keraton yang dibawa para abdi dalem di belakangnya.

Ratusan tahun berlalu hingga di zaman modern ini, kerbau keturunan Kyai Slamet masih selalu menjadi aktor utama dalam kirab pusaka keraton setiap malam 1 Suro.

Hewan ini adalah hewan klangenan (kesayangan) raja Pakubuwono II yang memerintah tahun 1726-1749 saat keraton masih berada di wilayah Kartasura.

Tak hanya kerbau, raja juga memiliki hewan kesayangan lainnya yaitu singa, gajah, harimau, dan sebagainya.

Lantas mengapa hanya kerbau yang dijadikan cucuk lampah dalam tradisi malam 1 Suro?

Sejarawan dan budayawan Kota Solo, Heri Priyatmoko mejelaskan dalam sudut pandang sejarah, kerbau merupakan hewan istimewa dalam peradaban Nusantara sepanjang masa.

"Beberapa kali event Kasunanan tempo dulu menjadikan kepala kerbau sebagai persembahan utama sewaktu pihak kerajaan hendak membangun jembatan dan memperbaiki kapal besar Rajamala serta ritual Mahesa Lawung."

Hal ini diharaplan agar kegiatan lancar tanpa memakan korban dan kehidupan di dunia tidak gonjang-ganjing," kata Heri saat dihubungi TribunSolo.com melalui pesan berbalas, Minggu (9/9/2018).

Hingga kini kerbau pun masih dianggap keramat, hal ini berarti, lanjut Heri, kerbau berhasil menembus ruang dan waktu untuk perannya tersebut.

Ritual malam 1 Suro di Solo ini biasanya dilakukan pada tengah malam.

Kirab pusaka ini dimulai berdasarkan kemauan kerbau-kerbau keturunan Kyai Slamet untuk keluar kandang.

Momen ini sudah selalu dinantikan oleh masyarakat Solo dan sekitarnya.

Mereka biasanya bejibun memenuhi jalanan rute yang akan dilewati kawanan kerbau bule. (Delta Lidina/TribunStyle.com)

Sumber: TribunStyle.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved