Mengenal Saddiq Abdul Rahman, Menteri Termuda di Kabinet Mahathir
Syed Saddiq Abdul Rahman selama ini menjadi bagian penting dalam strategi Mahathir untuk pembangunan kaum muda
TRIBUNJOGJA.COM - Sebagai sebuah negara dengan rata-rata usia penduduk 28 tahun, berarti banyak sosok muda berpotensi di Malaysia.
Namun, hal itu nampak tak relevan saat Mahathir Mohamad yang pada 10 Juli nanti berusia 93 tahun untuk kali kedua menjadi perdana menteri. Ini berarti usia Mahathir lebih tua tiga kali lipat dari rata-rata usia rakyatnya.
Lalu bagaimana sosok senior seperti Mahathir membuat dirinya relevan di mata anak-anak muda negeri itu?
Hubungannya dengan Syed Saddiq Abdul Rahman, seorang pemuda berusia 25 tahun bisa amat membantu Mahathir.
Saddiq selama ini menjadi bagian penting dalam strategi Mahathir untuk pembangunan kaum muda.
Nah, untuk memaksimalkan potensi Saddid, Mahathir menunjuknya untuk memimpin kementerian pemuda sekaligus menjadikan Saddiq menteri paling muda dalam sejarah Malaysia.
Penunjukan ini nampaknya amat tepat apalagi di saat warga Malaysia sangat menyambut keputusan Mahathir untuk turun gunung.
Warga Malaysia yang kini berusia 30-an masih mengingat tahun-tahun terakhir pemerintahan Mahathir periode pertama pada 1981-2003.
Mahathir yang memulai berbagai proyek infrastruktur seperti Jembatan Penang, jalan tol utara-selatan, dan bandara internasional Kuala Lumpur (KLIA). Sejumlah karya besar itu ditambah industrialisasi cepat Malaysia akan selalu dikenang dan dikaitkan dengan nama Mahathir.
Di saat yang sama, nostalgia terhadap masa kejayaan Malaysia di bawah Mahathir, amat menguntungkan posisi sang perdana menteri. Terlebih lagi, Mahathir juga tak menutup diri jika dikaitkan dengan para politisi muda Malaysia.
Dalam banyak hal, langkah ini mengingatkan bagaimana Mahathir, sebagai kader muda UMNO, dibina dan dipupuk oleh Abdul Razak, perdana menteri kedua Malaysia.
Kini hal tersebut dialami Saddiq yang selama beberapa tahun terakhir ini telah menjadi "pendamping" mentornya yang jauh lebih tua itu.
Saddiq lahir di Johor dari keluarga kelas menengah, dia mulai dilihat sebagai pembicara ulung yang menjadi bahan diskusi ketika menolak UMNO dan memilih "pecahannya", Partai Pribumi Bersatu Malaysia yang merupakan bagian dari koalisi Pakatan Harapan.
Dalam prosesnya, dia bahkan menolak kesempatan bea siswa S-3 ke Oxford untuk bertarung dalam perebutan kursi parlemen di Muar, negara bagian Johor.