Singgah di Masjid Bersejarah

Video Masjid Langgar Agung Magelang, Menyusuri Jejak Dakwah Pangeran Diponegoro

Meski berukuran kecil, masjid tersebut menyimpan riwayat sejarah perjuangan dan dakwah Pangeran Diponegoro.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Muhammad Fatoni

TRIBUNJOGJA.COM - Sebuah masjid tua di kaki perbukitan Menoreh menjadi saksi bisu perjuangan Pangeran Diponegoro melawan kolonial Belanda, ratusan tahun silam.

Ia masih berdiri kokoh di tengah penetrasi modernitas, memekikkan azan setiap lima waktu ke segala penjuru.

Namanya Masjid Langgar Agung, terletak di Dusun Kamal, Desa Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Meski berukuran kecil, masjid tersebut menyimpan riwayat sejarah perjuangan dan dakwah Pangeran Diponegoro.

KH Ahmad Nur Shodiq, seorang pengurus, mengatakan bahwa keberadaan Masjid Langgar Agung berawal ketika pecah perang yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda pada 1825-1830 silam.

Kala itu, bentuknya masih gubuk.

“Ukurannya kecil, seluas empat meter persegi, terbuat dari bambu. Di tempat ini, Pangeran Diponegoro memimpin pasukan, menyusun strategi perang, sekaligus bersembunyi. Pada saat bersamaan, pasukan Pangeran Diponegoro berlatih militer di gua-gua di sekitar Menoreh," terangnya, Kamis (7/6).

Tak hanya untuk menyusun siasat perang, Masjid Langgar Agung pun menjadi tempat Pangeran Diponegoro melakukan mujahadah, zikir, serta wirid.

Pangeran Diponegoro kerap pula berdakwah, memberi pencerahan kepada masyarakat sekitar.

Sekitar 1946, pemerintah setempat dibantu ABRI (sekarang TNI, Red) berkeinginan membangun monumen dan patung Pangeran Diponegoro di lokasi.

Namun, masyarakat meminta petilasan dibangun menjadi tempat ibadah, sama seperti kala Pangeran Diponegoro ada.

Pada 1965, terjadi pemberontakan PKI. Walhasil, pembangunan masjid terhenti sejenak. Setelah situasi mereda, pembangunan berlanjut dan tuntas pada 1972.

Fondasi masjid dengan pengimaman berada di atas tatanan batu yang didirikan oleh Pangeran Diponegoro.

Oleh sang takmir ketika itu, H Fathoni, ditetapkanlah nama Masjid Langgar Agung.

Masjid tersebut, hingga sekarang, masih berdiri kokoh dan dipergunakan sebagai tempat ibadah masyarakat.

Di sana juga menjadi pusat pendidikan agama Islam.

“Kini, Masjid Langgar Agung menjadi pusat kegiatan keagamaan sebuah sekolah dan Pondok Pesantren Nurul Falah,” tambah Shodiq.

Arsitektur unik

Masjid Langgar Agung mempunyai luas sekitar 8x18 meter persegi. Arsitektunya cukup unik dengan enam kubah yang berdiri di berbagai penjuru.

Kubah utama dan kubah kecil mempunyai tinggi 25 meter, meniru kubah Masjid Nabawi di Haram, Madinah, Arab Saudi.

Di Masjid Langgar Agung tersimpan mushaf Alquran yang konon ditulis tangan oleh Pangeran Diponegoro.

Kemudian, di pagar depan, terdapat jam bencet atau jam tradisional yang mengandalkan sinar matahari sebagai penanda waktu.

"Masjid Langgar Agung saat ini sama seperti bentuk awal. Tidak ada yang berubah. Kami hanya merawat, membersihkan, dan mengecatnya ulang. Sehari-hari, Masjid Langgar Agung ramai oleh jemaah,” papar Shodiq.

Selama Ramadan, Masjid Langgar Agung benar-benar ramai oleh umat. Masjid tersebut menjadi pusat kegiatan ibadah Muslimin maupun Muslimat.

Mereka melakukan salat fardu, tarawih, tadarus, sampai berbuka puasa bersama. (Rendika ferri kurniawan)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved