Spionase Mossad Eli Cohen

Kisah Eli Cohen, Mata-mata Legendaris Israel di Suriah yang Berakhir di Tiang Gantungan #2

TIGA bulan di Buenos Aires, Amin Taabes sudah mendapatkan segala-galanya. terutama kepercayaan elite komunitas Suriah di kota itu

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Spion Eli Cohen 

Dua kali serangan udara Israel ke Suriah dalam tujuh hari terakhir mengingatkan kisah seru operasi mata-mata Israel di Damaskus. Kamil Amin Taabes nyaris jadi orang nomer dua di Suriah, sebelum aksinya dibongkar Kolonel Ahmed Souwedani. Taabes adalah Eli Cohen, spion legendaris sepanjang sejarah Mossad. Buku "Mossad; Dinas Rahasia Israel", yang ditulis Denis Eissenberg melukiskan detail drama ini.

Nyaris Jadi Menteri Pertahanan Suriah

TIGA bulan di Buenos Aires, Amin Taabes sudah mendapatkan segala-galanya. terutama kepercayaan elite komunitas Suriah di kota itu, bahwa ia benar-benar seorang pengusaha berdarah Suriah dan ingin kembali ke Damaskus, berbakti pada tanah airnya.

Biro Deuxime, badan intelijen Suriah sudah memeriksa jati diri Amin Taabes, dan tidak menemukan keganjilan. Penyamaran Amin Taabes benar-benar sempurna sampai sedetail- detailnya.

Dinas Intelijen Israel Mossad
Dinas Intelijen Israel Mossad (TRIBUNJOGJA.com)

Di akhir bulan ketiga, Amin Taabes menggelar pamitan ke teman-temannya. Menjamu mereka di apartemen karena ia akan segera pergi ke Damaskus. Tidak ada yang curiga sama sekali. Semua larut dalam pesta perpisahan.

Pada hari yang ditentukan, Amin Taabes naik pesawat menuju Munchen dalam perjalanan menuju Beirut. Namun ia meneruskan penerbangan ke Zurich.

Baca berita terkait :

Kisah Eli Cohen : Amin Taabes Memulai Petualangan dari Buenos Aires

Kisah Eli Cohen : Dua Kali Lihat Saudaranya Sebangsanya Digantung

Kisah Eli Cohen : Saya Eli Cohen, dari Tel Aviv

Kisah Eli Cohen : Usaha Penyelamatan Eli Cohen Tak Ada yang Mempan

Ia berganti identitas, dan segera terbang ke Tel Aviv, menemui keluarganya. Semua sudah diatur rapi oleh Mossad. Kamil Amin Taabes bersalin rupa, kembali jadi Eli Cohen.

Pada 28 September 1961, terjadi kudeta di Damaskus. Kup itu berakibat pengusiran para perwira Mesir yang selama ini bercokol di Suriah. Perginya militer Mesir ini membuka jalan masuknya Eli Cohen ke Damaskus.

Eli Cohen saat berada di Golan
Eli Cohen saat berada di Golan ()

Akhir Desember 1961, Eli Cohen meninggalkan Tel Avaiv menuju Munchen. Ia kembali bersalin rupa jadi Kamil Amin Taabes. Dari Munchen ia terbang ke Genoa, dan berlayar naik kapal menuju Beirut, Lebanon. Amin Taabes berada di kabin kelas satu.

Sepanjang pelayaran, ia membangun relasi dan kebetulan bertemu Sheikh Magd Al-Ard, orang kaya Suriah dan berpengaruh. Amin Taabes menjalani perannya sebagai pengusaha ekpor impor, dan ingin pulang berbakti ke negaranya.

Seturun di pelabuhan Beirut, Sheikh Magd Al-Ard membawa Amin Taabes ke Damaskus. Ia mencari apartemen dan mendapatkannya di Abu Rummanah, berseberangan dengan markas besar Angkatan Bersenjata Suriah.

Usaha ekpor imornya segera bergerak, dan langsung gilang gemilang. Bisnis itu benar-benar riil, dan memberikan banyak manfaat ekonomi bagi Mossad. Teman-teman bisnis Taabes bertambah banyak, dan ia gemar bertemu ngopi di Pasar Hammidiyah, Old Damascus.

Relasi elite Taabes kian banyak. Ia berteman dengan Letnan Maazi Zaher El-Din, kemenakan Kepala Staf Militer Suriah, Jenderal Abdul Karem Zaher El-Din. Ada juga George Seif, pemimpin siaran radio propaganda Suriah.

Eli Cohen berakhir di tiang gantungan
Eli Cohen berakhir di tiang gantungan (alamy)

Lalu Kolonel Salim Hatoum, kepala pasukan payung di Suriah. Hatoum ini orang yang sangat anti-Zionis, yang kerap berjam-jam menceramahi teman-teman betapa banyak tokoh politik Suriah yang takut berperang melawan Israel.

Ironisnya, saudara Hatoum bernama Garis, tingal di Tel Aviv, menjadi Yahudi yang sangat ortodoks. Keluarga Hatoum ini termasuk suku Druze yang tinggal di perbatasan Israel-Suriah. Dinamika Damaskus diikuti penuh antusias oleh Amin Taabes.

Tiap malam ia menggunakan radio pemancar, mengirimkan pesan bersandi ke markas Mossad. Mikrofilm ia kirimken ke Zurich, sebelum sampai ke meja di Tel Aviv. Laporan Amin Taabes mencakup petunjuk gerakan militer di markas besar.

Suatu ketika, Taabes mendapati markas besar mliter Suriah terang benderang selama tiga hari berturut-turut. Kendaraan militer hilir mudik keluiar masuk markas, tak lazim. Taabes menepis kemungkinan kup.

Ia menduga ada persiapan perang melawan Israel. Laporan itu ia kirim ke Tel Aviv, dan ternyata benar. Kendaraan lapis baja Suriah berarak menuju Golan. Israel mendahului serangan, mencegat gerakan pasukan Suriah di perjalanan.

Enam bulan sesudah kedatangannya di Damaskus, Amin Taabes dipanggil pulang. Ia kembali jadi Eli Cohen dan menghabiskan liburan singkat bersama keluarganya. Sesudah itu ia kembali ke Damaskus, dan oleh Sheikh Magd Al-Ard, Taabes dipertemukan dengan Frans Radmacher.

Taabes terkejut, dan nyaris tak bisa menguasai diri. Taabes tahu sosok di depan mata adalah tangan kanan Adolf Eichman, jagal Nazi di Belgia dan Yugoslavia. Tokoh itu jadi target penting Mossad untuk diadili atau dilenyapkan.

Eli Cohen
Eli Cohen ()

Di Damaskus, Frans Radmacher jadi penasehat Biro Deuxieme, dinas rahasia Suriah. Taabes melapor ke Mossad, ia bertemu Radmacher, dan siap membunuhnya. Mossad panik, dan meminta Taabes tak bertindak sembrono. Rencana itu ditolak mentah-mentah.

Taabes dengan penuh penyesalan menurut perintah itu. Ia terus melanjutkan servis memabukkan ke para relasinya, termasuk Kolonel Sallah Dalli, perwira yang dianggap paling moncer di Suriah saat itu.

Ia membiarkan kolega-koleganya itu berpuas-puas di apartemennya, termasuk dengan gundik- gundik mereka. Kepada temannya yang lain, Letnan Maazi,kemenakan jenderal top Suriah, Taabes mengutarakan minatnya pada soal-soal militer.

Terbuai omongan Taabes, Maazi mengajaknya pergi ke Dataran Tinggi Golan. Ingin menyenang- nyenangkan temannya, Maazi mengizinkan Taabes mendatangi pos-pos dan parit-parit pertahanan militer Suriah di pegunungan itu.

Taabes leluasa masuk kawasan terlarang karena ia juga dikenal berkawan dengan Jenderal Al- Hafez, atase militer yang dikenalnya di Buenos Aires. Taabes melihat secara cermat ada 80 howitzer kaliber 122 mm, dan ke arah mana moncongnya ditempatkan.

Tak hanya sekali, berkali-kali Taabes diizinkan masuk Golan, dan bahkan leluasa momotret persenjataan Suriah. ia juga memotret menggunakan tele, aktivitas penduduk Israel yang ada di bawah pegunungan dan jadi sasaran tembak Suriah.

Tak hanya itu, Taabes mendapatkan penjelasan panjang lebar dari para perwira lapangan, tentang gambar-gambar dan sistem pertahanan Suriah. Taabes segera mendapatkan gambaran betapa rumitnya sistem pertahanan di Golan.

Artileri ditempatkan di bawah tanah, paritnya terlindung, pos-pos observasi dilindungi beton, begitu juga tank-tanknya, serta meriam-meriam dimasukkan ke tanah hitam. Gudang amunisi ada di bawah tanah. Seluruh area dikelingi ranjau dan kawat berduri.

Ia juga mendengar penjelasan para penasehat dari Rusia, mendapati map-map dan model wilayah Golan, dan ia diajak ke stasiun-stasiun radarnya. Ketika memandang lembah di bawahnya, Taabes menyimpan perasaan sedihnya, karena ia menyaksikan tanah airnya begitu dekat.

Di saat kritis ketika Taabes rindu bertemu keluarganya, terjadi kup tak berdarah. Jenderal Amin Al-Hafez, atase militer di Buenos Aires, teman Taabes itu, merebut kekuasaan. Pada 26 Juli 1963, Hafez jadi Presiden Suriah.

Taabes diundang ke istananya saat pesta perjamuan naiknya Amin Al Hafez sebagai pemimpin tertinggi Suriah. Secara khusus Hafez mengucapkan terima kasih atas hadiah-hadiah istimewa dari Taabes untuk istrinya.

Kedekatannya dengan sang Presiden itu membuat Taabes jadi buah bibir. Ia bahkan masuk daftar orang yang akan dikerek naik menduduki jabatan strategis pemerintahan. Sebagai anggota Partai Baath Suriah, Taabes punya kans.

Presiden bahkan menyodorkan pilihan ekstrem, mengapa tak mendudukkannya sebagai Menteri Pertahanan. Tapi Taabes menolak halus, mengatakan belum siap, dan hanya mengajukan diri untuk pergi ke Argentina, dan menggalang dana.

Meski tidak menduduki jabatan, Taabes menjadi orang kepercayaan Presiden. Ia bebas mendatangi instalasi militer paling sensitif, jadi juru bicara Presiden di forum-forum luar negeri, dan menyiapkan diri untuk menguasai jabatan paling strategis di militer Suriah.

Taabes bebas melihat instalasi rudal terbaru buatan Rusia, menyaksikan gudang-gudang penyimpanannya, dan mendapatkan gambaran detail sistem pertahanan di Quneitra, ujung tombak Suriah berhadapan dengan Israel.

Ia mengetahui pengiriman 220 tank T-54 Rusia, dan bagaimana Rusia menyiapkan strategi perang Suriah guna menggempur Israel. Inilah masa-masa keemasan Amin Taabes sebagai mata-mata Mossad di Suriah.(xna)

Bersambung ke bagian III

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved