Internasional

Mulai Serius, Rusia Kacau Operasi Drone Militer AS di Suriah

Tensi di Laut Tengah dan Suriah meningkat drastis menyusul ancaman perang AS dan sekutunya.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Gaya Lufityanti
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, WASHINGTON — Sejumlah pejabat militer di komando pusat AS menyebut Rusia telah mengacau operasi pesawat nirawak mereka di Suriah.

Drone militer yang biasanya rajin menerbangi langit Suriah kini tidak bisa leluasa lagi bergerak.

Kabar dilansir laman NBCNews, Selasa (10/4/2018) sore WIB.

Tensi di Laut Tengah dan Suriah meningkat drastis menyusul ancaman perang AS dan sekutunya.

Pemerintah Bashar Assad dituduh menggunakan senjata kimia di Douma, Ghouta Timur, akhir pekan lalu.

Laporan awal diinformasikan kelompok White Helmets dan Syrian Observatorium.

Tuduhan serius ini telah ditepis Damaskus.

Rusia dan seorang dokter Bulan Sabit Merah di Douma mengaku tak menemukan jejak penggunaan gas klorin di area yang semula dikuasai gerombolan militan Jaish al-Islam itu.

Kelompok ini sejak lama diketahui mendapatkan dukungan dana, logistik dan politik dari Arab Saudi.

Di sidang DK PBB, tuduhan itu diulang lagi oleh Dubes AS Nikki Hailey.

Presiden AS Donald Trump menyatakan akan membuat keputusan besar dalam 24 jam sejak Selasa pagi WIB.

Opsi serangan militer kemungkinan akan diambil Gedung Putih.

Kapal perusak AS yang dilengkapi rudal Tomahawak pun telah berlayar dari Siprus mendekati perairan Suriah.

Pergerakan ini diawasi pesawat intai udara A-50 Rusia.

Kabar "jamming" di wilayah udara Suriah disampaikan empat pejabat AS yang berkompeten dengan operasional pesawat militer nirawak.

NBCNews tidak menyebut identitas mereka.

Dikacaukannya gelombang GPS membuat drone bersenjata yang dikendalikan militer AS kesulitan saat memasuki wilayah udara Suriah.

Pesawat-pesawat nirawak itu diyakini diterbangkan dari pangkalan AS di Irak utara maupun Bagram di Afghanistan utara.

Menurut Dr Todd Humphreys, Direktur Radionavigation Laboratory di Universitas Texas Austin, jamming itu membuat drone kesulitan menerima sinyal perintah lewat satelit GPS.

Sementara GPS satelit sangat vital menentukan arah dan lokasi penerbangan, maupun target-target yang diintai maupun akan diserang.(Tribunjogja.com/ NBCNews/xna)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved