Kisah Cinta Bung Karno dan Inggit Ganarsih 'Perjuangan Mulai Soekarno Ditangkap di Yogyakarta'
Semua para istri dari Bung Karno tentu sudah berkorban banyak untuk si Bung Besar. Namun, tidak ada yang sebesar pengorbanan Inggit
Ini justru awal dari pejuangan yang lebih besar. Usai mengantongi gelar insinyur, Soekarno tidak mencari kerja yang bonafid, justru kian aktif di pergerekan dengan mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
Hati Inggit tak pernah berpaling. Dia selalu setia dan tak pernah lelah menyemangati Soekarno.Inggit selalu menyediakan semua hal yang dibutuhkan si Bung Besar.
Pikiran Soekarno dibiarkan tercurah sepenuhnya untuk pergerakan perjuangan Indonesia, sementara Inggit senantiasa setia menjadi tulang punggung perekonomian mereka.
Tak jarang, Inggit mengepalkan uang untuk bekal Soekarno dalam perjuangannya. “Saat kelelahan, dia (Soekjarno) memerlukan hati yang lembut, tetapi sekaligus memerlukan dorongan lagi yang besar yang mencambuknya, membesarkan hatinya. Istirahat, dielus, dipuaskan, diberi semangat lagi, dipuji dan didorong lagi,” ucap Inggit.

MELAYANI DARI LUAR PENJARA
Pada 29 Desember 1929, Soekarno dan Gatot Mangkoepradja ditangkap di rumah Mr Soejoedi, di Yogyakarta. Soekarno dibawa ke Penjara Banceuy sebelum dipindahkan ke Penjara Sukamiskin. Selama Soekarno di penjara, Inggit setia menempuh perjalanan sejauh 30km dari Ciatel ke Sukamiskin menjenguk Soekarno dengan berjalan kaki untuk mengirit ongkos. Inggit adalah sumber informasi dan pengamat jitu segala yang terjadi di luar bilik penjara.
Meski pemeriksaan ketat diberlakukan di sana, Inggit berhasil mengecoh sipir penjara dengan menggunakan telur rebus sebagai media komunikas. Telur tersebut telah ditandai dengan tusukan halus di luarnya. Satu tusukan berarti situasi aman. Dua tusukan artinya seorang kawan tertangkap. Tiga tusukan menandakan adanya penyergapan besar-besaran.
Segala macam hal dilakukan Inggit untuk meringankan beban Soekarno. Mulai dari menyelundupkan buku atau memberikan sejumlah uang dalam makanan. Bahkan, agar bisa menyelundupkan buku, Inggit harus berpuasa tiga hari agar buku-buku itu bisa ia sembunyikan di perut. Inggit tak pernah menunjukkan kesedihan di depan suaminya. Termasuk saat Soekarno galau karena merasa menjadi suami yang gagal.
“Tidak, kasep (ganteng), jangan berpikir begitu. Mengapa mesti berkecil hati. Di rumah segala berjalan beres.Tegakkan dirimu, Kus (Kusno, panggilan kecil Soekarno), tegakkan! Teruskan perjuanganmu! Jangan luntur karena cobaan semacam ini!” tegas Inggit dengan kelembutan.
RELA IKUT DIBUANG
Setelah bebas dari hotel prodeo, Soekarno kembali melanjutkan perjuangannya. Ini membuatnya ditangkap Belanda lagi dan dibuang ke Ende, Flores, sebelum kemudian dibuang ke Bengkulu. Inggit sebenarnya bisa tidak ikut ke tempat pembuangan. Namun wanita yang hanya bisa membaca (tidak bisa menulis) ini keukeuh menemani suaminya ke mana pun, meski ke ujung dunia.
Saat di pengasingan di Ende, Soekarno terjangkit malaria. Kondisi psikis Soekarno sangat lemah. Berkali-kali ia mengeluh kepada Inggit. Ia pernah berucap keinginan untuk membuat taktik berpura-pura bekerja sama dengan pemerintah agar segera kembali ke Jawa. Inggit sebaliknya menolak dan menegur suaminya.
“Kus, kamu ini bagaimana? Baru mendapatkan ujian sekecil ini sudah tak kuat. Bagaimana nanti jika jadi pemimpin? Cobaan pasti lebih berganda. Mestinya Kus bisa lebih sabar dari kami. Masak calon pemimpin berjiwa selemah ini? Percayalah, ini bukan untuk selamanya, ini hanya sementara. Buktikan tak lama lagi kita pasti keluar dari pulau terpencil ini. Nggit yakin itu, sebab Tuhan tak akan mungkin terus-menerus menguji hambaNya. Dia masih sayang kepada kita. Percayalah.”
Semangat Soekarno yang hampir padam pun menyala kembali.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bengkulu akhirnya menjadi ujian terberat bagi kisah cinta keduanya. Ketika Soekarno diasingkan di Bengkulu, hadirlah sosok Fatimah dalam kehidupan keduanya. Fatimah lahir pada 5 Februari 1923 dari pasangan Hassan Din dan Siti Khatidjah.
Ketika Soekarno diasingkan di Bengkulu, Fatimah sering bermain ke rumah Soekarno karena ia adalah kawan sepermainan anak angkat Soekarno. Fatimah juga akrab dengan Inggit, bahkan Inggit menganggap Fatimah seperti anaknya sendiri. Setelah 20 tahun menemani Soekarno dalam onak duri perjuangan, pada suatu hari Inggit mengalami "tamparan" yang begitu dahsyat.