Menguak Isi Prasasti Tlu Ron
Tiga Bulan Epigraf UGM Tjahjono Kerja Keras Menguak Misteri Prasasti Tlu Ron
Tjahjono menghabiskan waktu tiga bulan untuk menguak Misteri Prasasti Tlu Ron
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Epigraf senior Dr Riboet Darmosutopo, yang sepintas pernah membaca prasasti Tlu Ron, mengatakan isi prasasti ini memang jauh lebih rinci ketimbang dua prasasti dari Kedulan sebelumnya, Sumundul dan Panangaran.
"Ini memang lebih rinci, terutama penyebutan siapa-siapa saja yang mendapat hadiah dari raja atas perannya masing-masing. Begitu pula dengan nama-nama desa asal para penerima pasek-pasek itu, disebutkan cukup jelas," kata Riboet dua pekan lalu.
Epigraf berusia 83 tahun ini sempat kesulitan menemukan angka tahun prasasti karena tida ditulis secara terang-terangan. Namun ia meyakini penanggalan itu dicantumkan di bagian awal yang berbahasa Sansekerta.
Tjahjono menjelaskan, prasasti Tlu Ron memang secara terperinci menceritakan hal ihwal kegagalan pembangunan bendung (dawuhan) dan saluran air (wluran) yang diinisiasi sejak Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala pada 869 M, atau 31 tahun sebelumnya.
Disebutkan upaya pembangunan bendung pertama oleh seseorang (San (g) Lumah) yang disemayamkan di Tanar tak terselesaikan karena bencana.
Orang kedua yang diserahi tugas, Rakai Padan Pu Manohari, juga gagal. Penugasan ke Pu Manohari ini ditulis di Prasasti Sumundul dan Panangaran.
Orang ketiga, Rakai Hino Pu Aku yang mendapat tugas selanjutnya, juga gagal menuntaskan. Faktor terbesar kegagalan diduga kuat tingginya intensitas gangguan banjir lahar dari Merapi. Namun akhirnya di tangan Makudur San (g) Relam, proyek berhasil dituntaskan setahun lamanya.
Begitu proyek selesai, hasil pekerjaan dilaporkan ke Raja Balitung. Dari situ raja memerintahkan kepada pihak-pihak terkait di sekitar bendung maupun penguasa dusun/desa yang dilalui saluran air, agar diberi hadiah.
Aturan pemanfaatan air juga ditulis supaya tidak ada yang mengkomersialkan. Bagi para pelanggar aturan pemanfaatan air irigasi diumumkan akan dikenai denda satu kati dan lima tahil emas.
Prasasti Tlu Ron secara jelas menulis nama seorang penjaga bangunan suci di Tlu Ron (Candi Kedulan) yaitu Dapunta Manhutani. Sedangkan prasasti itu ditulis seorang citralekha bernama San (g) Hadyan Sumudan Dapunta Widyanidhi.
Bagi Tjahjono, sesuatu yang menarik dari prasasti Tlu Ron, dan belum banyak dikaji, adalah aspek-aspek teknis hidrologi dan ekonomi yang ditulis cukup jelas. "Selama ini yang jamak dibahas aspek religiusnya," jelasnya.
Prasasti Tlu Ron yang ditemukan sekitar Juli 2015 di situs Candi Kedulan, saat ini berada di kantor Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) DIY di Bogem, Kalasan, Sleman.(Tribunjogja.com/xna)