Kisah Difabel Pengemudi Ojek Online: Pesanan Kerap Dibatalkan Ketika Bertemu Konsumen

Kekurangan fisik tidak mengurangi semangat Andika Arisman (27) untuk berjuang demi hidup.

Editor: Ari Nugroho
KOMPAS.com/ HENDRA CIPTO
Andika Arisman kini menjadi pengendara ojek oline di Makassar 

TRIBUNJOGJA.COM, MAKASSAR - Kekurangan fisik tidak mengurangi semangat Andika Arisman (27) untuk berjuang demi hidup.

Penyandang disabilitas di Kota Makassar ini menafkahi diri menjadi pengendara ojek online.

Andika yang berdarah Jawa ini hidup sebatang kara di kota besar Makassar.

Andika mengalami cacat tubuh sejak masih kecil.

Tubuh bagian kanan mati atau tidak berfungsi akibat terkena penyakit campak.

Ia hanya hanya mengandalkan kaki dan tangan kiri untuk beraktivitas.

Ketika berjalan, Andika terlihat kesulitan karena kaki kanan bengkok dan tangan kanannya kaku serta tidak bisa digerakkan.

Keterbatasan yang dimiliki Andika tidak mematahkan semangatnya untuk mengejar kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya menjadi seorang pengamen.

Dari hasil mengamennya selama puluhan tahun, Andika menabung dan membeli sebuah motor untuk bisa dipakai mencari nafkah.

Motor yang baru dibelinya itu terlebih dahulu harus dimodifikasi dari roda dua menjadi roda tiga.

Namun dalam aktivitas sebagai ojek online, ia kerap mendapat perlakuan berbeda dari para calon penumpangnya.

Ketika bertemu dengan Andika, banyak calon penumpang membatalkan pesanan.

Kendati demikian, Andika tidak patah arang.

Sepanjang perjalanan hidupnya, Andika hidup sebatang kara sejak berusia 5 tahun.

Setelah kedua orangtuanya telah tiada, Andika dibawa oleh kakaknya dari Jawa ke Makassar dan ditinggalkan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

Andika ditinggalkan sendirian di bandara dalam kondisi cacat fisik.

"Kedua orangtuaku sudah meninggal di Jawa, lalu saya dibawa oleh kakak ke Makassar. Saya ditinggal di bandara oleh kakak yang saya tidak tahu lagi keberadaannya di mana dan bagaimana dia. Waktu itu saya ingatnya, kakakku mau cari minum dan tidak kembali-kembali," kata Andika.

Setelah ditinggal di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Andika kecil pun menangis hingga ditemukan oleh seorang petugas kebersihan.

Petugas bandara pun berulang kali mengumumkan tentang penemuan bocah Andika yang telantar, tetapi sang kakak tak kunjung datang.

"Di situlah saya dibawa pulang oleh petugas kebersihan bandara yang sempat menjadi orangtua angkatku di usia 5 tahun. Saya pun diasuh hingga bisa membaca dan menulis di bangku sekolah dasar," tuturnya.

Seiring berjalannya waktu, ada sesuatu yang membuat Andika tidak betah di rumah bapak asuhnya itu yang tinggal di Jalan Cendrawasih, Makassar.

Dia pun memilih meninggalkan rumah dan mengemis di jalanan.

Selama itu, Andika yang masih berusia anak-anak hidup sendiri dan tidur di halte bus.

"Sempat bapak angkatku itu mencari saya dan menemukanku. Saya pun dibawa pulang kembali ke rumah dan kembali disekolahkan. Hingga suatu ketika, bapak angkatku itu meninggal dunia. Saya pun harus pergi kembali, karena situasinya sudah berbeda. Saya dianggap sebagai anak pembawa sial oleh istri dan anak-anak bapak angkatku," tandasnya.

Di usianya 11 tahun, Andika pun berjuang hidup dengan menjual suara alias mengamen.

Dengan kondisi tubuh yang cacat akibat terserang campak di waktu kecil, Andika sehari-harinya bernyanyi di Benteng Fort Rotterdam di Jalan Pasar Ikan, Makassar.

Saat dia bernyanyi, ada seseorang yang ingin mengasuhnya.

Dia pun diajak tinggal di rumah orang itu di Kabupaten Gowa.

Namun sifat Andika yang tidak mau menjadi beban orang lain, akhirnya dia jarang pulang ke rumah.

Sesekali, Andika menjenguk orang yang sudah dia anggap sebagai orangtuanya itu.

"Saya tidak mau membebani orang, makanya saya jarang pulang. Biar pun saya sudah diangkat sebagai keluarga di rumah itu. Orangtua angkatku yang kedua itu masih ada, masih biasa saya berkunjung ke rumahnya. Sampai saya juga sudah menikah, saya sebulan sekali menyempatkan mengunjunginya," katanya.

Menginjak usia ke-25, Andika pun akhirnya menikah dengan seorang gadis pujaan hatinya, Mifta (23), warga Kota Bima, Pulau Sumbawa bagian timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tengah kuliah di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.

Hingga kini, Andika hidup bersama dengan istrinya di kamar kos di Jalan Sultan Alauddin 2, Lorong Mamua 5 B, Makassar.

Di tempat mangkalnya, pangkalan Komunitas GoJek Ratulangi Makassar, Andika bersama teman-temannya menunggu orderan ojek secara online.

Tingkatkan derajat hidup

Setiap hari, Andika hanya mendapat pesanan 2 hingga 3 penumpang.

Dengan orderan itu, Andika biasa hanya mengantongi uang Rp 20.000 hingga Rp 40.000 untuk biaya hidup sehari-hari.

Tampaknya Andika bakal sulit mendapat bonus karena tidak bisa memenuhi target 12 pesanan dari perusahaan aplikasi.

Tak jarang, ketika mendapat orderan, calon penumpang membatalkannya setelah melihat kondisi fisik Andika yang cacat.

"Paling sehari-hari hanya 2 sampai 3 orderan. Ya, kalau segitu, biasanya Rp 20.000 sampai Rp 30.000 per hari. Ya cukup tidak cukup, ya dicukupkan untuk biaya makan sehari-hari. Biasa juga, sehari tidak dapat orderan karena kebanyakan penumpang men-cancel orderan. Ya, mau diapa, saya syukuri saja, Pak," kata Andika saat ditemui di pangkalannya, Sabtu (24/2/2018) sore.

Dengan menjadi tukang ojek online, Andika kini bisa lebih berbangga hati karena bisa melepas pekerjaannya sebaga pengamen yang digelutinya selama puluhan tahun.

Dia pun pernah mengemis saat masih kecil namun tidak bertahan lama.

"Saya pernah juga mengemis waktu kecil, pada usia 6 tahun. Tapi saya tidak bisa bertahan lama. Saya pun mengamen dengan menyanyi saja. Dari hasil menyanyi-nyanyi, saya coba sisipkan uang untuk membeli gitar. Saya terus belajar main gitar, tapi tidak bisa karena tangan kananku ini kaku tidak bisa digerakkan," tuturnya.

Dengan adanya ojek online, Andika pun berpikir untuk beralih profesi dan membeli sebuah motor matik dari tabungannya puluhan tahun mengamen.

Dengan motor yang beroda dua, tentunya Andika tidak dapat mengendarainya.

Ia pun harus memodifikasi motornya dari roda dua menjadi roda tiga agar mudah dikendarai.

"Saya mau punya pekerjaan yang lebih baik, bukan menjual suara di jalanan lagi. Tapi pekerjaan yang membutuhkan perjuangan. Alhamdulillah, saya beralih profesi sejak akhir tahun 2017 lalu," kata Andika.

Andika mengaku senang bergabung komunitas ojek online.

Ia merasa mendapat keluarga baru.

Ketika mengalami kesulitan di jalanan, Andika sering dibantu teman-temannya sesama pengemudi ojek online.

Pantang menyerah

Saat sedang diwawancarai Kompas.com, Andika mendapat orderan pengojek seorang ibu-ibu.

Namun ibu tidak memesan ojek melalui aplikasi.

Perempuan itu datang langsung ke pangkalan ojek dan meminta diantarkan ke RS Pelamonia untuk berobat.

Awalnya, ibu itu tak mengetahui dengan kondisi fisik Andika.

Namun setelah tahu, ibu itu pun kaget dan terlihat ragu untuk diantar Andika.

Apalagi ibu itu melihat Andika berjalan terseok-seok.

"Ibu mau diantar dengan saya? Kondisi saya begini, Bu dan motor saya itu beroda tiga," tanya Andika kepada ibu calon penumpangnya.

Ibu-ibu yang tidak diketahui identitasnya itu kemudian melirik teman-teman Andika.

Namun teman-teman Andika meyakinkan calon penumpang bahwa berkendara dengan Andika dipastikan aman.

Akhirnya ibu itu pun bersedia diantar ke tujuannya.

Teman-teman Andika pun mencoba membantunya dengan menarik mundur motor beroda tiga yang sedang terparkir di pinggir jalan.

Saat itu, ban belakang sebelah kiri kempis.

Namun Andika mengaku tidak apa-apa dan dapat mengantar penumpangnya sampai tujuan.

Namun tiba-tiba motor Andika sulit dinyalakan.

Berulang kali Andika mencoba pijit tombol starter, tetapi motornya tidak bisa menyala.

Akhirnya, Andika yang hari itu belum mendapat penumpang menyerahkan orderan kepada temannya.

Teman-teman Andika kemudian membantu memperbaiki motor tersebut.

Akhirnya, motor Andika bisa menyala, namun calon penumpangnya sudah diantar oleh tukang ojek lain.

"Kami sangat terinspirasi dengan semangat dan kegigihan Andika dalam berjuang hidup. Kami ini sudah anggap dia sebagai keluarga. Kami dalam komunitas GoJek Ratulangi Makassar sudah seperti keluarga. Jika ada teman-teman yang mengalami masalah atau musibah di jalanan, kita langsung menolong," kata Muhajir, koordinator komunitas GoJek Ratulangi Makassar ini.(TRIBUNJOGJA.COM)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Difabel Pengemudi Ojek "Online", Dibuang Kakak di Bandara Saat Berusia 5 Tahun (2)"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved