Kasus DNA Babi, YLKI: Kewenangan BPOM harus Diperluas
YLKI minta kedua produsen farmasi diaudit seluruh proses pembuatan dari semua merek obat yang diproduksi.
Penulis: Victor Mahrizal | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Victor Mahrizal
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Terungkapnya penggunaan zat babi dalam obat-obatan yang sudah beredar di masyarakat saat inspeksi yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) beberapa waktu yang lalu diapresiasi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meski dengan catatan.
Menurut Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI, peran BPOM harus diperkuat lagi melalui Undang-Undang.
"Kewenangan BPOM sangat terbatas sehingga di lapangan sangat lemah. Akhirnya banyak pelangggaran," tutur Tulus, Minggu (4/2/2018).
Satu yang disorot YLKI adalah anggaran regular inspection yang perlu ditambah.
"Kita mengapresiasi inspeksi rutin yang dilakukan BPOM kemarin. Agar lebih banyak lagi yang bisa diinspeksi, anggarannya perlu ditingkatkan. Wewenang (dan anggaran) BPOM harus ditambah melalui Undang-Undang."
Saat disinggung apakah dengan penguatan BPOM vonis hukuman kepada produsen obat nakal bisa lebih berat, Tulus mengatakan kalau hal tersebut masuk wilayah kewenangan hakim.
"Kalau itu tidak mungkin karena vonis adalah kewenangan hakim. Namun BPOM memang harus diperkuat," tambahnya.
Sebelumnya dalam pernyataan resminya YLKI mendesak Badan POM untuk melakukan tindakan yang lebih luas dan komprehensif terkait kasus tersebut.
Satu di antaranya adalah melakukan audit komprehensif terhadap seluruh proses pembuatan dari semua merek obat yang diproduksi oleh kedua produsen farmasi dimaksud.
Hal yang rasional jika potensi merek obat yang lain dari kedua produsen itu juga terkontaminasi DNA babi.
Audit komprehensif sangat penting untuk memberikan jaminan perlindungan kepada konsumen, khususnya konsumen muslim.(tribunjogja.com)