Hotland Gelar Pameran 'Oleh-Oleh dari Desa'
Pada pameran yang digelar mulai 23 hingga 31 Januari ini, Hotland menyajikan karya yang ia buat selama kepulangan ke kampung halamannya.
Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja Yudha Kristiawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Oleh-oleh atau buah tangan menjadi barang bawaan prioritas saat seseorang kembali dari bepergian untuk sebuah tujuan wisata atau pulang kampung.
Beragam jenis oleh-oleh pun biasa dipilih untuk dibagikan pada kerabat dan sodara.
Mulai dari hiasan rumah, makanan hingga pakaian.
Terinspirasi dari oleh-oleh, Hotland Tobing, ilustrator yang berkampung halaman di Tapanuli, Tarutung, ini mengadakan sebuah pameran bertajuk "Oleh-Oleh Dari Desa".
Hotland yang menyelesaikan studi di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada program seni murni
pada tahun 1995 ini menampilkan sekitar 27 karya drawing di ruang pameran Bentara Budaya Yogyakarta.
Pada pameran yang digelar mulai 23 hingga 31 Januari ini, Hotland menyajikan karya yang ia buat selama kepulangan ke kampung halamannya.
Diceritakan Hotland, saat orang tuanya meninggal di tahun 2000 ia pulang kampung.
Selama kepulangannya tersebut, ia mendapatkan banyak order pembuatan karya seni.
Di sela kesibukan menyelesaikan order yang dipesan, ia pun tetap berkarya.
"Karya karya ini merupakan kebutuhan berekspresi. Kebutuhan menuangkan ide ke dalam kanvas atau kertas merupakan panggilan jiwa," ujar Hotland.
Lanjut Hotland, tak disadari,ternyata karya yang ia hasilkan cukup banyak selama ia pulang kampung tersebut.
Ia pun berinisiatif membuat pameran untuk karya karyanya ini melalui "Oleh-Oleh Dari Desa".
Pada pamerannya kali ini, Hotland cenderung berkutat pada pada masalah-masalah kemanusiaan sebagai bentuk keterlibatan dalam lingkup sosial.
Menurutnya, karya seni tanpa keterlibatan lingkup sosialnya merupakan nasi tanpa lauk.
Karya drawingnya ini mengulik masalah-masalah sosial membaca, mencatat zaman seperti perilaku negatif manusia seolah mundur ke zaman purba, sifat ego manusia yang ingin menguasai lainnya, manusia tertawan harta, sifat materialistis mempertahankan tahta menjadikan korupsi. (*)