Bandara Kulonprogo

Persoalan Pengadaan Lahan NYIA, Komisi V DPR RI Minta AP Selesaikan dengan Musyawarah

Hanya tersisa empat persen saja lahan yang resmi terbebaskan dan sifatnya spot-spot, bukan satu bidang tertentu saja

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Singgih Wahyu Nugraha
Wakil ketua komisi V DPRRI Sigit Sosiantomo melayani pertanyaan jurnalis saat meninjau proyek pembangunan bandara NYIA di Kulonprogo, Senin (9/10/2017). 

TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Proyek pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Temon masih menyisakan sekelumit persoalan terkait pengadaan lahan.

Komisi V DPR RI meminta pemrakarsa pembangunan bandara dari PT Angkasa Pura I untuk segera menyelesaikannya dengan pendekatan sosial.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo mengatakan, pihaknya mendapat laporan bahwa pembebasan tanah sudah hampir 100 persen.

Hanya tersisa empat persen saja lahan yang resmi terbebaskan dan sifatnya spot-spot, bukan satu bidang tertentu saja.

Hal ini menurutnya persoalan sosial yang bisa jadi bakal lebih rumit penyelesaiannya ketimbang kendala teknis.

Baca: Menteri Perhubungan Sebut Kereta Api Bakal Jadi Angkutan Andalan ke Bandara NYIA

"Saya berharap AP I bisa melakukan pendekatan secara kekeluargaan. Yogyakarta kan banyak pakar sosiologi, pasti bisa diselesaikan," kata Sigit saat tinjauan lapangan proyek pembangunan NYIA di Temon bersama anggota Komisi V lainnya, Senin (9/10/2017).

Menurutnya, sisa lahan 4 persen itu bisa diselesaikan secara musyawarah sosial dengan baik.

Misalnya, dengan menjadikan warga pemilik tanah sebagai pegawai bandara.

Apalagi, bandara NYIA diprediksi bisa menyerap tenaga kerja hingga 15.000 orang.

"Ini akan membuka lapangan kerja secara besar dan memunculkan peluang yang belum ada sebelumnya. Menggerakkan ekonomi sosial," kata Sigit.

Pihaknya juga mewanti-wanti AP I agar melengkapi bandara tersebut dengan kajian mitigasi terkait lokasinya yang berada di pinggir pantai.

Dengan begitu, kerawanan gangguan debu, angin, dan tsunami bisa diminimalisasi.

"Kalau punya mitigasi, bisa jadi percontohan untuk bandara lain di wilayah Selatan Indonesia. DI zona lain kan juga ada yang seurpa, misal Bandara Komodo di Labuan Bajo," tandasnya.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved