Unik! Kampung Ini Hanya Mensyaratkan Sampah bagi Warganya yang Butuh Surat Pengantar RT

Warga yang hendak meminta surat pengantar di tingkat RT, diwajibkan menyerahkan sampah layak jual, seperti kardus, atau botol plastik.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Azka Ramadhan
Warga RW 7 Kampung Pinggirrejo menyerahkan sampah sebelum mengikuti giat Posyandu, di Balai RW setempat, Rabu (4/10/2017). 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Langkah unik nan strategis ditempuh oleh jajaran RW 7 Kampung Pinggirrejo, Kelurahan Wates, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang untuk meminimalisir persebaran sampah di lingkungannya.

Bisa dikatakan unik, karena warga yang hendak meminta surat pengantar di tingkat RT, diwajibkan menyerahkan sampah layak jual, seperti kardus, atau botol plastik.

Mungkin, cara seperti ini masih sangat jarang ditemui di daerah-daerah lain.

Ketua RW 7 Kampung Pinggirrejo, Sukaryadi, mengatakan bahwa langkah tersebut dilakukan untuk menghindari aksi pungutan liar.

Terlebih, imbuhnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang memberi larangan memungut satu peserpun dari masyarakat.

"Tapi, yang paling penting, persebaran sampah bisa dikendalikan, lingkungan pun tampak lebih bersih dan rapi. Tidak ada sampah berserakan," katanya.

"Paling banyak warga datang untuk mengurus Jamkesda, KIS dan KTP," imbuhnya.

Sukaryadi mengisahkan, pihaknya sudah menerapkan program itu sejak tahun 2016 silam.

Namun, ia tidak memungkiri, awalnya sempat muncul pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Banyak di antara warga yang menganggapnya 'neko-neko'.

Menurutnya, tidak sedikit warga yang mempertanyakan, karena RW lain di Kampung Pinggirrejo tidak ada yang menerapkannya.

Terutama warga dari kalangan menengah ke atas, yang merasa malu kalau harus membawa-bawa sampah keluar rumah.

Namun, perlahan, dengan pendekatan dan penjelasan, seluruh RT memahami maksud dari digalakannya program tersebut.

Akhirnya, warga pun memberi respon positif.

Terlebih, dana yang terkumpul dari penjualan sampah, dialokasikan untuk kas RT.

"Di kampung kami ini kan ada bank sampah. Nah, sampahnya kemudian dijual di situ, hasilnya masuk kas RT, bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sosial, atau memperbaiki infrastruktur, seperti tempat sampah, maupun pot lingkungan," ungkapnya.

Bahkan, program penyetoran sampah akhirnya melebar hingga kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu).

Setiap satu bulan sekali, di minggu ke tiga, ibu-ibu yang datang bersama anaknya, diwajibkan pula membawa sampah yang laku, atau layak jual.

"Sekarang warga melakukannya dengan senang hati. Mereka malah sengaja mengumpulkan dan memilah sampah di rumah, untuk disetorkan," tukasnya.

Lanjut Sukaryadi, program tersebut, sekaligus membantu upaya Pemkot Magelang dalam meminimalisir penumpukan sampah di tempat pengelolaan sampah akhir (TPSA) Banyuurip, yang sejauh ini sudah overload, atau melebihi kuota.

"Kalau dulu, per hari ada tiga atau empat gerobak sampah yang dibuang ke TPSA, sekarang cuma satu gerobak saja. Sangat signifikan perkembangannya," katanya.

Terkait pemanfaatan sampah, rupanya tidak hanya sampah non organik saja yang didaur ulang menjadi sejumlah souvenir menarik, seperti tas belanja, hiasan dinding, hingga pot plastik.

Namun, sampah organik pun bisa dimanfaatkan secara maksimal.

"Ya, kami sediakan tong-tong di beberapa titik untuk mengumpulkan sampah organik warga. Setelah terkumpul, kemudian diolah, dijadikan pupuk, untuk merabuk tanaman-tanaman di kebun organik yang ada di kampung ini," ungkapnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved