Tribun Corner
Paranoid Penculikan 'Menghantui' Orangtua di Yogyakarta
Tidak hanya sekali, setidaknya tercatat ada tiga pemberitaan serupa yang menghiasi sejumlah media yang terbit di Yogyakarta.
Penulis: ufi | Editor: Muhammad Fatoni
BEBERAPA waktu terakhir, masyarakat Yogyakarta dihebohkan dengan pemberitaan tentang "percobaan penculikan.
Tidak hanya sekali, setidaknya tercatat ada tiga pemberitaan serupa yang menghiasi sejumlah media yang terbit di Yogyakarta.
Melihat sedikit ke belakang, sebelum fenomena tersebut muncul di Yogyakarta, hal serupa juga terjadi di berbagai daerah. Bahkan fenomena menyeruaknya berita-berita tentang "percobaan" penculikan hampir terjadi di seluruh Indonesia.
Jika membaca fenomena tersebut sekilas memang hal ini cukup meresahkan. Apalagi jika ini dilihat dari kacamata orangtua, utamanya para ibu yang memiliki anak-anak usia SD atau Taman Belajar. Para ibu tentu memiliki keresahan luar biasa merasakan bombardir isu penculikan mengancam di sekitar mereka.
Isu-isu tentang penculikan tersebut tentu secara otomatis akan mengubah sikap orangtua saat melepaskan anaknya pergi ke sekolah. Jika sebelumnya anak-anak biasa berangkat sendiri, maka para ibu akan rela untuk mengantarkannya.
Jika sebelumnya diantar dan kemudian ditinggal dan dijemput saat pulang, bisa jadi ibu-ibu akan menungguinya di sekolah.
Begitu seterusnya, perasaan kekhawatiran yang ada pada kaum ibu akan diikuti dengan pikiran dan tentu perbuatan.
Sudah lazim dan sangat teoritis ketika perasaan akan meningkat menjadi pemikiran yang membentuk konsep diri dan kemudian konsekuensinya muncul di perilaku.
Tidak hanya para ibu, konsep dan terori ini juga relevan terjadi di masyarakat umum. Publik menjadi semakin curiga dengan orang yang tidak mereka kenal, apalagi berada di dekat sekolahan.
Padahal sangat mungkin, sepeda motor atau mobil yang berhenti di dekat kompleks sekolah ini adalah termasuk bagian dari orangtua siswa yang juga "terbawa" isu maraknya "percobaan" penculikan.
Perubahan sikap di masyarakat terkait dengan isu "percobaan" penculikan ini bahkan sudah ada yang kebablasan. Pengeroyokan terhadap orang tak dikenal, bahkan termasuk orang gila terjadi di berbagai daerah karena mereka dituding sebagai penculik.
Yang menjadi aneh dan perlu untuk dicerna adalah, hampir seluruh berita-berita yang beredar terkait penculikan adalah gagal atau sekadar upaya penculikan. Belum ada satupun berita yang mengatakan adanya kasus seorang anak diculik. Dari situ bisa diambil dua kesimpulan, pertama penculiknya tidak profesional.
Kemungkinan kedua adalah, fenomena itu memang tidak ada dan semuanya baik baik saja. Asumsi ini diperkuat dengan logika sederhana, jika memang penculikan ini dikaitkan dengan sindikat jual beli organ, maka seharusnya penculiknya profesional dan memunculkan banyak berita tentang kasus penculikan, bukan percobaan penculikan.
Syukur Alhamdulillah, sejauh ini memang semuanya masih baik-baik dan semoga demikian adanya, meski berita tersebut telah membuat kita semua menjadi paranoid. Saatnya kita berpikir jernih dan lebih rasional menyikapi fenomena ini.
Memang tidak boleh ada korban penculikan, utamanya anak-anak kita, namun juga tidak perlu ada orang tak bersalah apalagi orang gila dihakimi gara-gara dituding sebagai pelaku penculikan. (tribunjogja/ibnu taufik)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/penculikan-anak_20170117_202843.jpg)