Bikin Merinding! Begini Proses Pembuatan Mumi Suku Anga di Papua Nugini
dalam mumifikasi suku Anga, tubuh mereka didudukkan di atas asap selama tiga bulan. Asap membantu mengawetkan mayat dalam budaya tropis.
TRIBUNJOGJA.com - Melihat proses pembuatan mumi di Suku Anga, Papua Nugini bukan soal mudah. Sebab, masyarakatnya tak suka orang asing melihat budaya mereka.
Namun, Ulla Lohman sukses diterima untuk menyaksikan dan memotret cara pembuatan mumi di Papua Nugini ini.
Ketika Ulla Lohman pertama kali bertemu dengan suku Anga di Papua Nugini pada 2003, sesepuh dari suku Anga itu memintanya untuk pergi.
Suku Anga dikenal sebagai suku yang memumikan anggotanya ketika meninggal. Itulah yang menjadi alasan Lohman ingin mengunjungi suku yang berada di dataran tinggi bagian barat Papua Nugini.
Suku ini memiliki sejarah yang panjang di balik proses mumifikasi.
Mereka menggantung mumi tinggi-tinggi, seolah-olah orang tua mereka sedang mengawasi prosesi ini.
Setelah berkali-kali mencoba dan berkunjung, Lohman akhirnya mendapat akses dari satu tetua suku, Gemtasu. Dia ingin dimumikan ketika meninggal kelak.
Pada 2015 Gematsu wafat, dia pun dimumi dan Lohman hadir menyaksikannya.
Beda dengan Cara Mesir Kuno
Dilansir TribunTravel.com dari intisari-online.com, Suku Anga terdiri atas 45 ribu orang. Mereka memiliki proses mumifikasi yang jauh berbeda dengan cara Mesir kuno.
Masyarakat Mesir kuno biasanya membongkar tubuh bagian dalam mayat dan kemudian menghilangkan organ, lalu dibungkus dengan sebuah kain. Sementara dalam mumifikasi suku Anga, tubuh mereka didudukkan di atas asap selama tiga bulan. Asap membantu mengawetkan mayat dalam budaya tropis.
Metode mumifikasi terdiri atas struktur yang ketat. Tubuh yang tergantung di atas api, karena menggembung, mayat akan disodok menggunakan tongkat secara lembut guna melebarkan anus. Tujuannya, untuk mengalirkan cairan dan membantu untuk merontokkan organ di dalam tubuh.
Bagian terpenting dari proses ini bertujuan untuk menjaga wajah mayat tersebut tetap utuh. Dalam budaya mereka, satu-satunya cara untuk melestarikan sosok seseorang yang meninggal adalah melihat secara fisik wajah abadinya.
"Jika kita memiliki foto, mereka (suku Anga) memiliki mumi," kata Lohmann.
"Suku Anga percaya, roh-roh akan berkeliaran secara bebas pada siang hari dan kembali ke dalam tubuh mumi mereka pada malam hari. Tanpa melihat wajah mereka, roh-roh tersebut tidak dapat menemukan tubuh mereka sendiri dan berkeliaran selamanya," kata dia.