Menilik Kisah Sejarah di Balik Kemeriahan Tradisi Saparan Bekakak Masyarakat Gamping Sleman

Saparan Bekakak merupakan sebuah upacara adat yang digelar masyarakat Ambarketawang setiap tahun di bulan Sapar

Tribun Jogja/ Singgih Wahyu Nugraha
Pertunjukan Reog membuka rangkaian agenda Saparan Bekakak 2016, Jumat (18/11/2016) 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Gerimis mewarnai awal dimulainya agenda Saparan Bekakak 2016 di Lapangan Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Jumat (18/11/2016).

Meski begitu, seluruh prosesi upacara adat ini berlangsung lancar dan meriah.

Masyarakat tetap berjubel memenuhi lokasi dan antusias untuk menonton agenda tahunan yang digelar sejak tahun 1755 ini dari dekat.

Saparan Bekakak merupakan sebuah upacara adat yang digelar masyarakat Ambarketawang setiap tahun di bulan Sapar dalam kalender Jawa.

Acara ini digelar untuk mengenang jasa seorang abdi dalem kesayangan Sultan Hamengku Buwono I semasa bertahta di Keraton Ambarketawang, yakni Ki Wirosuto.

Bekakak merupakan sebentuk wujud sepasang manusia (loro blonyo) yang terbuat dari nasi ketan berisi gula jawa sebagai perwujudan sosok Ki Wirosuto dan istrinya.

Ki Wirosuto bersama istrinya diketahui meninggal saat mencari batu gamping di Gunung Gamping yang digunakan sebagai material pembangunan keraton baru (Keraton Yogyakarta saat ini).  Ada berbagai versi cerita seputar meninggalnya Ki Wirosuto berkembang di masyarakat.

Konon, pasangan tersebut hilang secara misterius lalu meninggal karena diganggu makhluk halus penunggu Gunung Gamping.

Cerita lain menyebutkan, Ki Wirosuto meninggal karena tertimpa reruntuhan batu gamping. Setelah kejadian tewasnya Ki Wirosuto itu, Hamengku Buwono I memberi titah kepada rakyat setempat agar menggelar Saparan Bekakak.

Hal ini sebagai cara untuk mengenang jasa pasangan abdi dalem kesayangannya itu sekaligus upaya menhindarkan ancaman bahaya untuk warga.

Bekakak dalam prosesi saparan ini diarak menuju Gunung Gamping di Pedukuhan Gamping Kidul dengan pengawalan puluhan kelompok bregada (prajurit).

Adapun di bagian depan rombongan kirab, ada sosok ogoh-ogoh (raksasa) berwarna hitam kelam yang melambangkan sosok makhluk jahat pengganggu kehidupan manusia.

"Ada prosesi penyembelihan bekakak di Gunung Gamping sebagai lambang pengorbanan dan jasa ki Wirosuto," kata Dukuh Gamping Kidul, Bambang Cahyono.

Ada 37 bregada dan kelompok kesenian yang terlibat dalam upacara ini. Tak hanya dari wilayah Ambarketawang tapi juga masyarakat dari daerah lain.

Menurutnya, agenda ini menjadi upaya masyarakat dalam menjaga kelestarian seni dan budaya. Apalagi, Saparan Bekakak sudah menjadi upacara yang turun menurun digelar sejak dulu.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved